clrl . douma

497 93 15
                                    

[Name], Gyomei, kalian tahu kalau usiaku tidaklah lama. Jadi aku berharap, sungguh berharap jika kalian mau menyimpan rahasia ini dari siapapun.

Jika aku menjadikan diriku umpan.. Mungkin terlalu cepat untuk membahasnya sekarang.. Tapi aku rasa tidak ada salahnya menghitung hari.

Muzan itu..




Drak..

Suara gadis itu tercekat, ia menekan mulutnya, berusaha menyingkirkan mual dari perutnya. Matanya bergetar. Gyomei disebelahnya memegang bahunya. Menguatkan.

Ada apa, [Name]?

Kenapa?





‘Kalau perkataanmu seperti itu, selamanya aku akan menanggung perasaan bersalah, Kagaya.’





Angin malam berhembus lembut, suara dedaunan menelisik malam. Seorang pria dengan wajah yang tak menua itu mendaratkan kakinya perlahan disebuah kediaman.

Senyumannya terukir indah, dari raja sang iblis kepada pemimpin kisatsutai.

Di saat senja belum lama menghilang.





Ubuyashiki Kagaya, penyakitnya yang sudah membuatnya diambang kematian itu terbatuk, pandangannya pada Muzan benar-benar penuh kebencian. Seluruh tubuhnya yang terbalut oleh perban menyaksikan sendiri.

“Senang bertemu denganmu, Kibutsuji Muzan,”

“Selamat malam, Ubuyashiki menyedihkan,” sapa Muzan.




“Aku tak menyangka kau sendiri yang akan membunuhku,” Kagaya mencoba duduk. Ia memberitahu jika mereka adalah keturunan dari satu orang. Muzan berdecih. “Begitu ya, apa aku tersentuh? Keluargamu telah membuat banyak masalah untukku.”

“Lagipula, aku hendak mencari anak dengan aura aneh itu, dan Nezuko” Muzan berucap datar, intonasinya masih santai. “Maksudmu [Name]?”

“Oh.. Jadi itu namanya.. Ubuyashiki [Name], benar..”Muzan menyentuhkan jarinya di dagu.

“Mulut kotormu itu tidak pantas menyebut namanya,” Kagaya.





“Permisi?” Muzan sepertinya mulai naik darah, dalam sekejap ia sudah berada didepan Kagaya. Melirik keluarganya, 2 putri dan istrinya. Tapi pemimpin kisatsutai itu sama sekali tidak gentar.

“Kau tahu aku mendedikasikan seluruh hidupku untuk membunuhmu.” darah keluar dari mulut dan mata Kagaya.




“Kau tahu, setiap anak yang lahir dari keluarga ini selalu mati hingga kami mendapatkan istri dari pendeta, tapi ayahku menikahi seorang wanita tanpa asal usul, ia memiliki anak yang bisa mengangkat pedang hingga medan perang.

Apa kau.. Tidak penasaran.. Dengan wanita yang dinikahi ayahku?” senyuman Kagaya mendapatkan tatapan sinis Muzan. “Persetan dengan silsilah keluargamu.”





“Kau tahu, meski seseorang mati, jiwa mereka tidak mati, dan meski para pemburu iblis itu perlahan mati, mereka masih ada dan memiliki kebencian yang besar terhadapmu. Mereka tidak akan pernah melepaskanmu.”

“Bukankah iblis akan musnah ketika kalian mati?” Kagaya kembali membangkitkan amarah Muzan. Tapi tatapan buddhanya itu tidak tergoyahkan, ia tersenyum. “Aku sudah berbicara apa yang ingin kusampaikan.”




“Terimakasih sudah mendengarkan, Muzan.”








Langkah kaki [Name] tidak berhenti di kegelapan malam. Mengikuti jejak Sanemi yang sudah hilang. Sementara eren terus berkoak dengan panik memanggil siapapun kisatsutai yang tersisa.

COLORFUL. Where stories live. Discover now