Disukai jin

Mulai dari awal
                                    

Pak Hamid mengangguk-angguk mengerti.

"Itu tadi jin yang merasuki putri anda. Sepertinya jin itu menyukai Mbak Amira." Ucap Pak Hamid.

Bu Halimah mengusap-usap kening Amira yang masih terpejam. Sepertinya gadis itu tertidur akibat kelelahan karena ulah jin yang mengendalikan tubuhnya tadi. Napasnya sangat teratur.

"Ya Allah kok ngeri sekali Pak Hamid. Pantas saja, setiap kali ada laki-laki yang mendekati putri kami. Amira pasti bersikap ketus, juga galak. Apa itu juga ulah jin yang menyukai putri kami?" Tanya Bu Halimah.

"Benar Bu Halimah. Itu disebut jin pecinta. Dia akan cemburu jika Mbak Amira di dekati laki-laki lain. Atau bisa juga dia mempengaruhi Mbak Amira agar membenci laki-laki." Jawab Pak Hamid.

Bu Halimah segera menatap suaminya.

"Itu berarti sudah lama Amira disukai jin itu Yah?" Sambil membekap mulutnya tidak percaya.

"Maksud Bu Halimah?" Kening Pak Hamid mengernyit.

"Dua bulan yang lalu ada dua laki-laki yang melamar Amira. Tapi langsung ditolak mentah-mentah sama Amira. Dan sekarang, bulan ini Amira juga menolak lamarannya Nak Rama." Ungkap Bu Halimah.

"Kemungkinan begitu. Apa sebelum-sebelumnya Mbak Amira pernah pacaran?" Tanya Pak Hamid.

Pak Hadi dan Bu Halimah menggeleng bersamaan.

"Dari dia SMA sampai saat ini. Amira tidak pernah dekat dengan laki-laki. Amira akan sangat marah jika kami menyuruh dia menikah." Ucap Bu Halimah.

Sangat jelas di ingatannya bagaimana Amira membentak suaminya saat Rama sekeluarga datang dengan maksud baik. Hingga anaknya itu membanting gelas di atas meja. Jadi itu penyebabnya.

"Jin pecinta tidak akan membiarkan manusia yang di cintainya menikah. Baik itu laki-laki atau perempuan, karena baginya manusia yang disukainya itu miliknya." Jelas Pak Hamid.

"Terus gimana caranya Pak Hamid, biar anak kita tidak disukai jin itu?" Tanya Bu Halimah. Ia tidak rela anaknya terperangkap dalam jeratan jin yang mengakibatkan Amira tidak menikah-nikah.

"Solusinya harus di ruqyah syar'iyyah.'' Jawab Pak Hamid.

"Ruqyah syar'iyyah?" Pak Hadi sepertinya tidak asing dengan sebutan itu. Ia pernah dengar saat mengikuti kajian di masjid lain.

"Iya, dengan cara itu insyaAllah jin itu tidak akan mengganggu Mbak Amira lagi."

"Apa Pak Hamid bisa meruqyah putri kami?" Tanya Pak Hadi.

"Sayangnya saya tidak mempelajari bidang itu. Tapi saya punya banyak teman yang bisa meruqyah. Tapi lokasinya sangat jauh dari daerah sini."

"Di mana itu Pak Hamid?" Tanya Bu Halimah. Beruntung sekali ia meminta bantuan pada orang yang tepat. Yang seharusnya tidak tahu menjadi sangat tahu.

"Di kota lahir saya. Dua jam perjalanannya dari sini." Jawab Pak Hamid.

"Jauh juga ya. Saya kira di daerah sini ada ruqyah syar'iyyah." Ucap Bu Halimah.

"Tidak ada. Di kota saya itu cabangnya, dan pusatnya ada di kota P. Jika anda berkenan saya bisa menghubungi teman saya." Jelas Pak Hamid.

"Gimana Yah?" Bu Halimah menoleh.

"Ayah sih setuju-setuju saja, Bu. Tapi kita harus membicarakan ini dulu sama Amira. Kita harus menjelaskan pada Amira apa yang telah dia alami." Ucap Pak Hadi.

Bu Halimah membenarkan, karena bagaimana pun Amira wajib tahu.

Terdengar lenguhan dari Amira.

"Kamu sudah sadar Nak? Alhamdulillah." Bu Halimah berbinar lega. Hampir dua puluh menit Amira tertidur pulas.

Amira bangun dari berbaringnya sambil menatap bingung, ada Pak Hamid duduk di seberang kursinya melempar senyum padanya.

"Mbak Amira.. bagaimana keadaannya sekarang?"

"Keadaan apa? Ya Allah Bu, kenapa rumah kita berantakan sekali?" Amira melongo dengan rumahnya seperti kapal pecah.

"Kamu tidak ingat apa yang terjadi padamu Nak?" Tanya Pak Hadi.

"Ingat apa Yah?" Tanya Amira bingung.

"Kamu tadi kerasukan." Jawab Bu Halimah.

"Hah! Ibu opo ngomong apa?"

"Mbak Amira benar-benar tidak ingat?" Sahut Pak Hamid.

"Ingat apa? Saja aja baru bangun tidur." Jawab Amira.

Berarti jin tadi mengambil alih kesadaran Amira, pikir Pak Hamid.

.

.

.
22 Juni 2023




Jin Nasab (Warisan sang leluhur)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang