─ xxxi: "RED MENACE"

Start from the beginning
                                    

       "Benarkah?" Peter bertanya-tanya.

       Harry segera memutar leher dan mengangguk. "Jika kau tak tahu harus apa, baca berita yang diterbitkan Evening Standard hasil tulisan Smithers saja. Mungkin kau juga akan menemukan kasus John Strachey."

       "John Strachey," ulang Adam, "rasanya baru kemarin kudengar namanya meski sudah kubaca berlembar-lembar halaman koran tentang dia beberapa tahun silam. Tak kusangka namaku ditulis oleh pria yang sama. Kuharap reputasiku tak berakhir sepertinya."

       "Kurasa tidak," timpal Hugh, "bagaimanapun, seorang Wistletone tak akan membiarkan apa yang telah ia bangun hancur hanya karena tulisan di koran. Smithers mungkin memiliki pengaruh, tapi menuduh seseorang atas nama komunisme tanpa adanya alasan dan bukti yang jelas menurutku adalah kriminalitas. Kurasa dia hanya berlebihan saja."

       "Ya, kuharap juga begitu."

       Saat itu jam masih menunjukkan pukul sebelas siang. Masih satu jam lagi untuk pergi menyiasati pikiran. Bagaimanapun, Adam pikir ia tak butuh jam istirahat untuk berpergian. Segala hal yang melilitnya ada di kepala. Mana bisa ia lari dari sana manakala Peter dan Joan terus-terusan berkata hal buruk tak akan terjadi, sementara Alan menekan nomor telepon Menzies berulang kali, John dan Harry beradu pandangan nasib berita di koran, dan Hugh terbisu ketika menarik rokok untuk dikobarkan, jikalau Adam hanya terdiam? Maka ia mengangkat tangan. Mengisyaratkan Joan dan Peter untuk memberinya ketenangan sebelum tungkai bangkit, koran diserobot tangan, dan ia menghilang di tikungan lorong Hut 8.

       Kehidupan di luar Hut terlihat begitu tenang. Tanpa kertas perhitungan, kebisingan yang Bombe ciptakan, maupun bibir-bibir yang enggan berhenti menumpahkan isi pikiran. Hanya jalanan sepi beraspal dengan dedaunan kuning dan beberapa bunga yang diterbangkan angin terbaring di trotoar. Belum lagi awan di atas sana—bak singgasana sang surya yang nyatanya siang ini tampak teduh tak seperti biasa.

       Adam pikir musim panas hanya ada di dalam Hut sebab di sini—di mana tungkai menuntunnya pada bangku panjang taman yang kesepian—semuanya terasa berbeda. Kicauan burung yang berebut mandi di kolam seputih porselen adalah harmoni yang sempurna. Sungguh ia ingin membayangkan duduk di bawah pohon ek dekat kediaman neneknya. Namun, itu hanya ilusi saja. Nyatanya ketika ia mengangkat tangan saja, tulisan Red Menace Smithers masih di sana. Tercetak cukup besar di sisi kiri koran. Menantang untuk dibaca dengan lantang.

       Bibirnya terbuka, untuk dikatupkan seketika. Bletchley Park memang tampak membiarkannya meneriakkan elegi sebab apa lagi yang ingin disampaikan? Adam kehilangan jati suara dan begitulah ia hanya memelototi selembar koran dengan netra yang putus asa.

       Lain cerita dengan sepasang wanita dengan koper di tangan mereka. Baru saja melewati pekarangan markas besar, tepat di seberang taman yang menyembunyikan keberadaan Adam. Bohong jika wanita berambut ginger itu akan melenggang begitu saja. Nyatanya ia membisikkan sesuatu di telinga kolega dia sebelum berlari kecil menuju taman dan nuansa Adam yang temaram.

       "Hai," sapanya. Tarikan sudut bibir disematkan.

       Sebenarnya ia tak terkejut jika hanya itu respons yang Adam berikan—bangkitnya sepasang alis tanpa kata untuk diutarakan. Kendati, ia mengisi sisi wajah bangku yang kosong dan memangku koper berisi cegatan pesan Enigma. Untuk beberapa saat, ia merasa kebingungan. Kamus kosakatanya surut akibat air muka acuh-tak acuh Adam. Maka ia menyembunyikan anak rambut di belakang daun telinga sebelum berkata, "Kudengar kau sudah pulang tiga hari silam. Aku berusaha menemuimu karena kulihat kau pergi begitu saja, tapi aku cukup sibuk, maka kuasumsikan kau juga. Jadi melihatmu duduk di sini sebelum makan siang rasanya aneh saja. Bukankah kau seharusnya melakukan sesuatu dengan Enigma?"

The Theory of MetanoiaWhere stories live. Discover now