─ xxiii: "FLAXEN FAREWELL"

121 29 98
                                    

THE THEORY OF METANOIA

CHAPTER TWENTY THREE • FLAXEN FAREWELL

Yes, you brag, Adam.❞

        KETIKA semua irama di dunia menghilang, yang tersisa hanyalah teriakan detak jantung jam di dinding ruangan Richard maupun jam tangan Adam di Hut 8

¡Ay! Esta imagen no sigue nuestras pautas de contenido. Para continuar la publicación, intente quitarla o subir otra.

        KETIKA semua irama di dunia menghilang, yang tersisa hanyalah teriakan detak jantung jam di dinding ruangan Richard maupun jam tangan Adam di Hut 8. Setiap tik menghitung mundur—menuntut jawaban atas tarikan pena hingga jemari berkeringat parah. Sementara pikiran sedikit kalut setiap kali kerlingan mendarat pada ujung jarum jam yang enggan berhenti. Beberapa hal terselesaikan, sisanya masih bersih ketika Alan mendongakkan kepala pasca mengecek arlojinya.

       Ia berkata, "Waktumu habis, Tuan Wistletone," bersamaan dengan Hugh Alexander yang menepuk meja kerja Adam dan berkata, "Saatnya makan siang, Wistletone!"

       Maka Wistletone bersaudara itu mengalihkan atensi dari selembar kertas di bawah hidung menuju netra lawan bicara. Ketika Adam menumpuk kertas terakhir perhitungannya di bawah sebuah pena, Richard justru ingin mematahkan benda itu dalam genggaman sebab ia hanya harus menyelesaikan tiga soal lagi sebelum Alan memeringatkan soal waktu.

       Pria itu tak memberi toleransi. Begitu dilipat lengan kemejanya, ia mendorong diri untuk menarik selembar teka-teki silang yang rumpang dari meja Richard. Meski ia bisa melihat kekecewaan di wajah pemuda itu, tak segan ia putar tubuh dan merespons melalui punggung yang perlahan menjauh.

       Kepalan tangan Richard tercipta. Ia hampir lupa cara bernapas dan berbicara hingga suku kata menerka. "Beri aku kesempatan kedua." Terdengar sederhana, tapi Alan menggelengkan kepala.

       Kertas itu sudah terbaring di atas meja Alan ketika ia mengembuskan napas. Respons nyaris diberikan, tapi Richard sudah dulu menambahkan, "Aku tak memperkirakan soal teka-teki silang, tapi aku sangat mahir perhitungan. Kau harus percaya padaku. Aku sudah belajar banyak sebelum datang kemari."

       Bibir terkatup, sepasang alis terangkat. Jikalau Richard tak mengharapkan apa pun, ia bisa membaca air muka Alan yang ingin segera hengkang. Namun, ia menanti penuturan hingga bibir itu menjawab, "Ini bukan soal teka-teki silang maupun perhitungan, Tuan Wistletone, melainkan waktu. Tak peduli benar atau salah hasil kerjamu, yang kami kejar adalah waktu. Memang terdengar menjengkelkan jika kau mengisi dengan jawaban yang salah, tapi tak ada kata benar atau salah di sini, hanya ada waktu. Dua hal yang kusinggung akan segera terungkap nanti, pasca waktu."

       Bagi Richard, pria itu terdengar seperti membacakan sajak singkat tulisan penyair Amerika yang selalu membingungkan, tapi bagi Alan sendiri, ia hampir kehilangan kata untuk dilontarkan ketika sebagian kesadaran masih mengawasi benar dan salah Enigma. Pada akhirnya, jawaban itu justru membuatnya bertanya-tanya. Apakah selama ini yang telah dilakukan adalah hal benar atau salah? Begitulah Enigma mempertanyakan jerih payah dia.

The Theory of MetanoiaDonde viven las historias. Descúbrelo ahora