─ xxii: "SOLSTICE SIMULATION"

128 27 108
                                    

THE THEORY OF METANOIA

CHAPTER TWENTY TWO • SOLSTICE SIMULATION

Life is not in the grip of a man.❞

        KATA-kata yang tertinggal mungkin tak hengkang dari kesadaran Archibald ketika netranya tampak kelabu menyaksikan kilas balik monokrom pengkhianatan maupun pengampunan

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

        KATA-kata yang tertinggal mungkin tak hengkang dari kesadaran Archibald ketika netranya tampak kelabu menyaksikan kilas balik monokrom pengkhianatan maupun pengampunan. Bahkan di ujung lorong sebelum Richard menghilang setelah belokan, ia hampir berlari membayangkan sepasang tangannya masih terlalu kecil untuk digenggam pria yang memanggil dia Ikaros. Namun, getaran bibir mengingatkannya pada hari itu di mana ia berpaling dari takdir yang dibagi dengan seseorang. Maka kata-kata tak mampu tumpah, melainkan bergelantung di sepanjang kleinod bibir dia hingga langkah terambil saling berseberangan; Richard menuju pelataran sementara dia kegelapan.

       Di mana langkah Richard berlandas sekarang, dua wanita telah menantinya dengan sebuah satchel yang baru saja diterima. Salah satu dari mereka—yang hanya setinggi bibir Richard—tengah menyeka bahu kanan pemuda itu dengan punggung tangan—tempat di mana tangan Archibald berlandas untuk memutar tubuhnya di hadapan lukisan Ikaros. Sepasang senyuman ditukar dan kerah dilipat lebih tegas oleh seseorang yang ia panggil, "Ibu pikir pakaianku kurang rapi?" Wanita itu tertawa. "Kau tak harus merapikannya setelah aku berkaca lebih dari lima menit!"

       "Tentu saja," jawabnya disertai anggukkan sebelum menarik diri dan menumpuk sepasang tangan. "Hanya sedikit memperbaiki kerah yang terlihat kusut."

       Di antara momen pertukaran senyuman, ucapan yang bertengger di ujung lidah Richard harus ditahan sebab Genevieve menambahkan, "Bukankah waktu begitu cepat berlalu? Kau sudah tampak seperti pria dewasa sekarang. Hanya tak berada di waktu yang tepat untuk menjadi pria sesungguhnya," Sepasang alis berkerut, "atau justru ini waktu yang tepat untuk menjadi seorang pria? Belajar tentang tanggung jawab, sopan santun, dan menjaga ucapanmu."

       Netra putranya berotasi saat itu juga sehingga kekehan terpeleset dari indra pelontar kata Genevieve dan Lecta Wistletone.

       "Jangan menunjukkan ekspresi seperti itu seolah aku tak tahu apa yang baru saja terjadi. Kudengar kau berteriak dari atas tangga. Kau berdebat dengan ayahmu lagi, bukan?"

       "Dia selalu memulai perdebatan lebih dulu dan aku hanya membela diri, Ibu tahu itu! Mungkin lain kali seharusnya dia yang diberi nasihat soal menjadi seorang pria—"

       "Richard," peringat Genevieve di tengah-tengah penuturan yang enggan rumpang.

       "—ketimbang aku! Ayah hanya pandai membual bukan berkata bijak! Aku lebih senang melihat dia terdiam," sambungnya.

       Kebisuan membasuh bibir ketika netra mengatakan lebih banyak daripada kata. Hingga embusan napas menjabat dewan angin yang menyelinap di antara celah dedaunan, Genevieve mengambil langkah mendekat—mengistirahatkan sepasang tangan di masing-masing bahu Richard. "Kau sudah dewasa, bukan begitu, Richard? Kurasa tak ada yang bisa menghentikanmu selain dirimu sendiri. Oleh karena itu, berlatihlah mengontrol diri karena tak semua orang bisa merespons melalui raut kebencian ketika kau melontarkan semua kata berdarahmu padanya.

The Theory of MetanoiaWhere stories live. Discover now