11. Tetap Di Sisimu

603 80 2
                                    

Dita bangun terlebih dahulu pagi itu. Suaminya masih terlelap dengan keadaan tengkurap. Dita bisa melihat bagaimana wajah itu begitu tenang ketika sedang tertidur. Orang yang selalu menuruti keinginannya selama ini. Mengandung bayi perempuan yang dinantikan untuk hadir. Meskipun sebenarnya berat untuk pergi. Akan tetapi itu adalah pilihan paling baik. Mengasingkan diri sementara waktu ketika sang anak lahir. Sudah bisa dipastikan dia takut dengan anak kecil. Belum sanggup untuk mendengar tangis setiap malamnya. Bahkan saat ini, Dita yang pernah merasa sedih dan tiba-tiba menangis. Dua hari, janinnya tidak memberikan reaksi tendangan. Sampai dia akhirnya berusaha untuk tertawa lagi. Hingga si bayi memberikan respons. 

Janinnya sangat peka dengan apa yang dilakukannya. Dia tidak ingin berlarut dalam kesedihan. Tapi sudah meminta izin pada Bian untuk pergi setelah ini. Pria itu juga sudah berusaha menyembuhkan Dita. Tapi dia yang belum siap untuk kehadiran seorang anak kecil dalam hidupnya. semua karena tuntutan. Bian pernah mengatakan sanggup kalau tidak memiliki bayi. Tapi tidak berlaku bagi Dita yang tidak tahan ditanya setiap hari. 

Dia memainkan jarinya di punggung suaminya. Sampai Bian terbangun. Pria itu refleks memegang tangannya Dita dan menciumnya. “Aku membangunkanmu?” 

Bian tersenyum. “Bentar lagi.” 

“Udah pagi.” 

Pria itu tidak mengenakan baju usai bercinta semalam dengan Dita. “Nggak ke toko hari ini?” 

“Nggak dibolehin sama suami aku.” 

Bian membuka matanya dan menatap Dita. Pria itu mengusap pipinya Dita. “Jadwal ke kelas ibu hamil kapan?” 

“Hari ini, Mas.” 

Bian memegang tangannya Dita lagi. “Aku antar hari ini. Mau belajar mandiin anak kita nanti. Aku belajar untuk hal lain juga.” 

Dita tersenyum mendengarnya. Banyak sekali usaha Bian untuk mencoba membuat Dita bertahan. Meskipun dia mengatakan tidak akan bercerai. Tapi hatinya terlalu sulit untuk berada di sini. Suaminya masih seperti dulu, masih menjadi Bian di masa lalu yang berusaha menyenangkan hatinya Dita dengan apa pun itu. 

Sayangnya hatinya memang belum bisa pulih sepenuhnya. Dita masih memiliki ketakutan-ketakutan seperti dulu. Juga mengenai belum siap dengan kehadiran anak. Dipaksa menghadirkan seorang bayi. 

Sampai dia juga berpikir, bagaimana nanti melahirkannya. 

“Bagaimana nanti reaksi orangtua kamu setelah tahu aku begini, Bian?” 

“Jangan pikirkan itu. Kita diam-diam nanti jelasin. Aku pasti bakalan kasih pengertian ketika kamu udah lahiran. Aku usahakan, waktu kamu pulang nanti. Kita cuman berdua. Aku antar kamu pulang, aku bawa bayi kita pulang ke rumah ini. Kamu di rumah orangtua kamu.” 

“Maafin aku, ya.” 

Bian meskipun tersenyum, tapi hatinya juga pasti sakit karena Dita masih seperti ini. Meminta untuk berdamai dengan diri sendiri. Menjauhi suami dan anaknya, mendapatkan restu itu dari Bian mungkin memang mudah. Tapi membayangkan anaknya akan tumbuh tanpa dirinya. Dia merasa sebagai wanita yang gagal. 

Berkali-kali dia berusaha untuk mendekati anak kecil. Hasilnya sama saja, Dita tidak bisa mendengar suara tangisan. 

Ada rasa takut juga merasa tidak berhasil melakukan apa pun selama hidupnya. Beberapa kali Bian juga berusaha mengajak Dita untuk keluar dari rumah ini. Tapi tidak ada izin yang diberikan oleh orangtuanya. Mereka tetap ingin Dita berada di sini. 

Sementara itu, Dita mendapatkan penekanan dari orangtua Bian juga orangtuanya Dita. Andai bukan karena orangtua Bian yang sakit. Juga papanya Dita, mungkin mereka sudah bisa lewati ini semua bersama. Sayangnya, ada saja yang membuat mereka merasa sedih lagi. 

Night With You (21+)Where stories live. Discover now