8. Masih Merasa Asing

852 96 2
                                    


Bian membuka kotak nasi berwarna abu-abu untuk makan siangnya. Setiap hari, Dita tidak pernah lupa menyiapkan makan siang untuknya. Minuman dan juga buah-buahan tersedia di bekal itu. Istrinya melakukan ini dengan baik. Meskipun dua bulan mereka menikah. Tidur terpisah karena Bian memilih untuk di sofa. Menghargai keputusan istrinya yang waktu itu mengatakan jika mereka menikah demi orangtua. Bian juga demikian. Dia memang berusaha sebisa mungkin untuk menuruti semua perkataan orangtuanya.

Membahas mengenai anak, dia telah sepakat untuk tidak memiliki anak kalau Dita masih seperti ini. Menyentuh istrinya pun belum pernah selama menikah. Obrolan malam itu sebelum mereka tidur, masih diingat dengan jelas. Dita mengatakan kalau suatu saat mereka memiliki anak, keadaan masih seperti ini. Dita menitipkan anak mereka pada Bian.

Mana mungkin bisa seperti itu. Sakit hatinya Dita tidak pernah ada obatnya. Apalagi dengan pernikahan yang mereka jalani sekarang ini. Bian semakin tidak yakin dengan istrinya yang baik-baik saja. Mungkin memang benar, setiap pagi Bian disiapkan setelan kerja. Mengobrol hanya pada saat butuh. Tapi di kamar, mereka menjadi dua orang asing.

Dita pernah memintanya untuk tidur di ranjang yang sama. Bian menolak itu dengan alasan dia tidak sanggup melihat istrinya menangis lagi. Sudah sering dia melihat Dita menangis karena pernikahan yang tidak diinginkannya.

Bian juga memang mencintai Dita, tapi tidak dengan cara seperti ini untuk menikah. Menyiksa pihak perempuan yang tidak ingin dia lakukan. Dita yang kesehariannya dihabiskan di toko kue demi mengalihkan suasana hatinya yang buruk. Setiap hari, Bian selalu bertanya apakah Dita masih membencinya. Wanita itu selalu mengatakan hatinya sudah mati. Sekalipun mereka berbincang, tidak ada yang berubah.

Ingat waktu mereka kencan secara diam-diam. Bian melihat Dita mengendap keluar dari rumah dan langsung masuk ke mobilnya Bian. Mereka sama-sama tertawa dan begitu bahagia dulu. Dita yang kadang mengajaknya untuk membeli es krim lalu pulang, kebahagiaan wanita itu sederhana.

Sembari dia makan siang dan juga istirahat sampai jam tiga, sebelum melanjutkan aktivitasnya. Bian sambil main HP. Banyak buku psikologi yang mulai dia baca. Berusaha untuk mencari titik lemah untuk istrinya.

Toko kue yang setiap hari ramai, dengan berbagai macam menu baru yang disuguhkan. Makan siang yang juga semua enak di sana. Bian tahu itu keinginan Dita dari dulu.

Dia hanya takut kalau keluarga membahas anak nanti. Apalagi orangtua mereka masih tidak memperbolehkan pisah rumah. Takut kalau terjadi apa-apa. Minimal selama satu tahun penuh, Bian berada di rumah orangtuanya bersama Dita. Tapi urusan mental, Bian benar-benar takut kalau suatu saat membahas mengenai anak. Mungkin baginya dia bisa menunda atau tidak punya anak sama sekali. Selama dia bisa mendapatkan ampun dari Dita. Tapi sayangnya itu mustahil baginya.

Sore, dia pulang lebih awal karena orangtua mereka akan mengadakan makan malam. Tapi sebelumnya, Bian mengambil beberapa pakaiannya di rumah yang dia tempati hanya satu hari bersama Dita itu. Melihat mobil yang ada di depan rumahnya ada di sana. Berarti Agam sudah pulang.

Dia meninggalkan kediamannya dan langsung pulang ke rumah orangtuanya.

Sampainya di garasi, mobilnya Dita ada di sana. Bian membawa barangnya masuk dan melewati mama dan istrinya yang sedang siap-siap untuk makan malam nanti. Dia sudah menyerahkan kotak makan tadi ke asistennya.

"Bian, kamu bawa apaan?"

"Baju aku yang di rumah, Ma. Kebanyakan kan di sana. Aku bawa kemari. Karena bakalan lama tinggal di sini."

Orangtuanya tidak mengatakan apa pun. Dia melanjutkan langkahnya ketika tadi sempat melewati dua orang itu.

Sampainya di kamar, dia memasukkan pakaian ke dalam lemari. Tidak sengaja, dia melihat baju yang malam itu Dita kenakan saat dia menyentuh Dita ketika sedang mabuk. Baju itu berantakan karena bekas digunting.

Night With You (21+)Where stories live. Discover now