7. Pernikahan

1K 95 3
                                    

Berhasil membuat Bian menjauh dari hidupnya beberapa waktu lalu. Tapi hari ini, dia resmi menjadi istri dari pria itu. Dita menatap dengan kosong ke arah keluarganya. Memberontak, dibentak bahkan dimarahi oleh orangtuanya ketika dia menolak perjodohan itu bulan lalu. Dita hanya bisa pasrah ketika masing-masing orangtuanya begitu keras untuk menikahkan mereka.

Usai pesta malam itu. Dia seperti orang gila yang hanya bisa duduk dan merasa kosong dengan pernikahan ini. Bian juga sudah menolak. Tapi dipaksa oleh orangtuanya. Sampai Dita sendiri tidak bisa membayangkan ini akan terjadi.

Di mana hati orangtuanya sampai menikahkan mereka berdua?

Dita sendiri yang merasa bahwa hidupnya makin menderita. Hidup dengan orang yang sudah menghancurkan hatinya.

Dia mengganti gaun pengantinnya dan sekarang sudah mengenakan baju tidur. Rasanya, untuk bersentuhan dengan Bian saja dia jijik. Apalagi sampai tidur dengan pria itu. Beberapa minggu dihabiskan bersama dengan Bian untuk persiapan pernikahan. Dia juga sudah mengatakan kalau tidak ingin pernikahan ini terjadi. Orangtua mereka tidak mau tahu, kalau mereka harus menikah.

Terdengar suara pintu dibuka, Dita mengangkat kepalanya. Melihat Bian yang sudah memakai baju tidur.

"Kamu senang ini terjadi, kan?"

Bian menggeleng. "Kamu salah paham. Aku juga nggak mau ini terjadi. Aku nggak mau seret kamu ke dalam hidupku dengan cara seperti ini."

"Mau balas dendam atas apa yang aku lakukan ke kamu selama ini? Mau bikin aku tambah gila?"

Bian duduk di sebelahnya. "Aku ngerti kamu marah, kamu kecewa. Tapi aku nggak mau kalau kamu sampai berpikiran seperti itu, Dita."

Perjalanan rumah tangga akan dihadapi seumur hidupnya bersama dengan orang yang sudah mengacaukan hidupnya beberapa tahun lalu. Mungkin masih bisa dimaklumi kalau dia sekadar patah hati biasa. Tapi cara Bian untuk menghancurkannya yang membuat dia sakit. Terutama pagi ketika pria itu menidurinya. Menganggapnya sebagai wanita jalang."

Pria itu mengambil selimut di lemarinya. Rumah yang ditempati pun langsung rumah yang berada tepat di depan rumahnya Agam. Mereka bertetangga, tapi percuma juga cerita kepada Agam. Tidak akan ada yang bisa dia jelaskan pada pria itu.

"Aku tidur di kamar lain. Kamu tidur saja di sini."

Hari-hari yang akan dijalani akan panjang sekali setelah ini. Dita mengamati kamar ini. Dia juga tahu dari Agam mengenai rumah ini yang memang disiapkan untuknya. Mendengar kakaknya juga antusias mengenai pernikahan antara Bian dan Dita. Dia tidak yakin kalau bisa cerita mengenai masalahnya pada Agam.

Bian memang akhir-akhir ini tidak banyak bicara. Tidak seperti dulu, dia akan gamblang mengatakan akan mengejar Dita apa pun yang terjadi. Tapi semenjak dia memaki pria itu agar tidak mendekat. Bian pun akhirnya berubah.

Kalau malam ini pria itu bisa saja memerkosanya seperti waktu itu. Mungkin bisa terjadi, tapi setelah pertengkaran hebat mereka. Mungkin Bian berpikir lagi.

Keesokan paginya, Dita bangun. Semalam dia menangis karena kehidupan rumah tangga yang seperti ini. Merasa kacau dengan dirinya sendiri ketika mengingat statusnya sudah resmi menjadi seorang istri dari pria itu.

Dia bangun, melihat ke jam dinding yang ada di kamar itu. Dita melihat suaminya di depan cermin sedang memasang dasi.

Kalau dia berteriak atau bertanya kenapa pria itu ada di sini. Jawabannya sudah jelas, ini kamarnya Bian. "Aku berangkat kerja dulu, ya. Kamu baik-baik di rumah. Sarapannya udah di atas meja dekat HP kamu. Kalau mau mandi, berendam saja dulu. Udah aku siapin, semua keperluan kamu di kamar mandi."

Night With You (21+)Where stories live. Discover now