24. BERSITEGANG

1K 31 1
                                    

"Kau ini ibuku atau bukan, Nyonya Jenny? Kenapa sulit sekali diajak bekerjasama untuk Bamantara supaya mau menikah denganku. Kau ibu kandungku, bukan? Kenapa begitu bebal!" marah Jelita hilang kesabaran.

"Jaga ucapanmu! Aku ibumu. Se-benci apapun kau padaku! Tidak sepantasnya kau bersikap kurang ajar padaku. Mengerti?!" Jenny tak kalah emosi memarahi sang putri.

"Ibu macam apa?! Seorang ibu yang tidak bisa membahagiakan putrinya?! Itulah kau, Ma. Kau begitu angkuh dan sok jujur membela Nur. Ingat! Jika aku tidak jadi menikah dengan Bamantara! Lebih baik aku mati saja!" Jelita mengancam ibunya.

"Jelita! Kau?! Ah!" Jenny memegangi dadanya terasa nyeri luar biasa di sana.

"Asal kau tahu, Ma. Sikapmu yang buruk seperti inilah penyebab papa mencari wanita lain. Mama terlalu peduli dengan diri Mama sendiri tanpa mau memikirkan aku yang dari dulu mencintai Bamantara. Sekarang apa Mama puas melihat aku menderita?! Hah!" Jelita mendelik tajam ke arah ibunya.

"Nak, jangan seperti ini. Mama mencintaimu, Sayang."

"Maka lakukan perintahku! Tekan Bamantara agar mau menikah denganku! Aku mencintai Bamantara, Ma. Apa Mama paham?" Jelita benar-benar hilang kesabaran menghadapi mamanya yang selalu membela Nur istrinya Bamantara Putra.

"Baiklah. Kau bisa pergi sekarang. Mama akan melakukan hal yang menurut Mama benar." Jenny sedih mendapati putrinya berani menentang. Tidak patuh seperti dulu lagi.

***

Jam dua sore Nur terbaring lemah di ranjang rumah sakit. Setelah diperiksa lebih lanjut, ternyata kakinya baik-baik saja tidak ada masalah. Hanya saja perlu istirahat total agar kakinya bisa lekas digunakan buat jalan.

Bamantara terus berjaga di samping Nur sembari sesekali memeriksa ponselnya. Nur jadi bosan dan ketus membelakangi Bamantara. Tahu istrinya marah, Bamantara menaruh lagi ponselnya dan tidur di samping Nur.

"Ada apa lagi? Bukankah aku sudah menjagamu?" Bamantara merayu.

"Anda terus bermain ponsel. Aku bosan diabaikan terus seperti ini, Pak. Andai ada Nara. Huft ... sayang dia tidak ada," keluh Nur sengaja menyindir suaminya.

"Baiklah. Ponsel sudah aku taruh. Silahkan mengadu apapun itu padaku, Sayang." Bamantara begitu sayang mengecup bahu istrinya.

"Aku tadi sangat sedih, Pak. Kau membentak ku di depan semua orang. Meski tahu aku bersalah, tidak seharusnya Anda bersikap seperti itu, bukan? Masalah tadi mungkin takkan aku lupakan seumur hidupku. Kau begitu sangat menyakiti hatiku. Pertama masalah Kak Jelita, kini Sinta. Entah besok mau siapa lagi. Aku sudah tak peduli." Nur masih sedih mengingat kejadian ditertawakan murid kelas tiga ditambah dimarahi Bamantara.

Bamantara yang mendengar keluhan istrinya, jauh lebih sedih hanya saja diam tidak diutarakan pada Nur.

"Baiklah. Balas aku, Sayang. Katakan! Apa yang harus aku lakukan agar kau tidak marah? Tadi memang kesalahanku. Maafkan, Aku." Bamantara berucap sendu memeluk Nur dari belakang.

"Tapi Kak Yanuar bilang aku juga bersalah lantaran tidak jujur pada, Bapak. Jadi kita impas. Kau memarahiku dan sekarang ganti aku yang memarahi mu. Lupakan saja!" Nur mengabaikan suaminya.

"Kau memanggil Yanuar dengan sebutan kak sementara denganku dengan sebutan bapak?! Tidak adil sekali. Aku suamimu, Nur. Tidak tua-tua amat. Aku masih berusia 30 tahun, Sayang." Bamantara kesal.

"Tapi ... Kau guruku, Pak. Tidak sopan dipanggil kak. Nanti semua murid meniru." Nur tetap tidak mau tahu.

"Astaga! Di tempat ini kan bisa. Panggil aku dengan sebutan mas. Di sekolah saja baru panggil bapak. Di tempat lain Kau harus memanggilku dengan sebutan mas. Mas, Sayang. Hukumnya wajib!" Bamantara memaksa agar tidak terus menerus dipanggil bapak.

KESAYANGAN GURU BAMANTARA (22+)Where stories live. Discover now