KESAYANGAN GURU BAB 5

3.1K 48 2
                                    

"Apakah sudah puas mengadu pada keluargamu? Lain kali tidak bisakah meminta izin lebih dulu jika mau memakai ponselku?! Jangan kira aku akan diam saja melihat kau tidak sopan, Nur. Bukankah aku sudah berjanji akan mengantarmu pulang setelah ini? Kenapa sulit sekali bagimu untuk patuh padaku?! Aku suamimu!" bentak Bamantara agak tegas memperingatkan istrinya.

"Aku ... aku minta maaf, Pak," lirih Nur sambil menangis.

"Menangis dan menangis lagi yang kau bisa. Tidak adakah hal lain yang patut kamu banggakan padaku?! Aku yakin Kak Ani sangat baik dalam mendidikmu, Nur. Kenapa jadi tidak patuh seperti ini?! Kau perlu aku ajari lagi!" Bamantara emosi.

"Ini ponselnya, Pak. Aku minta maaf," ucap Nur maju perlahan demi perlahan menyerahkan ponselnya pada suami.

"Tidak semua masalah berakhir dengan minta maaf, Noor Dina Asikin. Aku harus memberimu pelajaran supaya paham. Baiklah! Sebagai hukuman, kau harus memasakkan sesuatu untukku. Untuk makan malam." Bamantara Putra menekan.

"Tapi aku tidak bisa masak, Pak. Sungguhan. Mama tidak pernah memintaku masak selama ini, bilang aku masih kecil. Tapi masak mie instan aku bisa." Nur bicara apa adanya. Sejak kecil memang kesayangan keluarga hingga itulah sebabnya manja.

Bukan salah kedua orangtuanya sebenarnya, tapi kesalahan neneknya Nur yang teramat sangat mencintai Nur. Seringkali Ani marah ketika ibunya membela sang cucu tapi neneknya Nur cuma menjawab.
"Cucuku nanti punya pelayan. Jadi tidak perlu masak." Dengan ucapan demikian, Ani dan Mohamad Asikin menyerah. Mohamad adalah ayah kandung Noor Dina Asikin.

"Aku tidak suka makan mie. Pantas saja kau jajan di kantin selama ini. Rupanya tidak pernah masak. Sudahlah! Ganti seragammu sebab aku akan mengajari kau masak. Jangan dipakai lagi sebab bau dan kotor. Kau tahu?! Bau!" Bamantara mengulang ucapannya agar Noor Dina Asikin menurut.

"B-baik, Pak. Tapi aku tidak punya baju di sini. Jadi ...."

"Jadi cari di lemariku dan pakai apapun yang ada di situ. Jangan membantah! Astaga!" marah Bamantara hilang kesabaran menghadapi istrinya. "Iya kali di rumah suami tidak ada baju istri. Kau ini memang keterlaluan, Nur," gumam Bamantara. Pria itu sudah mengenakan pakaian santai sebab Nur akan semakin gelisah jika dirinya mengenakan boxer saja ketika di rumah. Padahal itu kebiasaannya setiap kali santai di rumah atau tidak mengajar.

"D-di lemari yang tadi?" Nur bertanya dengan hati-hati.

"Mau di mana lagi?! Mau aku bantu kau ganti pakaian sekalian?! Aku sangat ingin, Nur!" ancam Bamantara membuat Nur Asikin menggeleng cepat. Jika dibantu mengganti pakaian, otomatis Bamantara akan melihat tubuh telanjangnya sama seperti di kamar mandi.

"Tidak!" sahut Nur segera berlari menuju lemari pakaian Bamantara. Namun, setelah sampai di sana jantung Nur kembali berdebar kencang tidak karuan. "Pakaian mana yang akan aku kenakan? Semuanya minim dan tembus pandang. Tidak adakah pakaian yang sopan?" batin Nur gelisah tidak karuan. Memakai baju yang ada di lemari Bamantara sama dengan telanjang. Begitu tipis dan justru nampak seksi di badan Nur.

Nur buka lemari tempat pakaian Bamantara menaruh pakaiannya tapi dikunci, sekilas Nur melihat banyak pakaian suaminya di sana tadi ketika mencari handuk. Jika dikenakan Nur, pastilah akan lebih baik sebab kemejanya besar dan panjang bisa sampai selutut di badan Nur. Akan tetapi sekarang! Dikunci tidak bisa dibuka oleh Noor Dina Asikin.

"Nuuur! Apakah masih lama?! Aku keburu mati kelaparan!" Bamantara Putra hilang kesabaran.

"Mati saja, Pak. Saya tidak masalah," jawab Nur terlalu kesal ditekan Bamantara.

"Apa kau bilang?" Bamantara minta Nur mengulang sebab tidak terdengar jelas.

Sedangkan Nur ketakutan takut suaminya mendengar ucapannya barusan, alhasil hanya kata sebentar yang keluar dari mulut Nur untuk suaminya. "Sebentar lagi, Pak. Masih melepas pakaian!" jawabnya menahan kesal meski ingin memukul kepala gurunya Bamantara Putra.

KESAYANGAN GURU BAMANTARA (22+)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang