• Chapter 45 - Dandelions

1.2K 44 13
                                    

HAPPY READING
VOTE














•••

Tepat hari ini, hari dimana semua keinginan Veen akan segera terwujud. Hari dimana semua dendam yang ada pada dirinya akan segera terbalaskan, pria itu dan Brako pasti sudah sangat menunggu lama untuk ini. Harusnya seperti itu, bagi Veen. Tangan kekar dari pria dingin tersebut tengah melihat lekat lekat satu buah pistol digengamannya.

Brako datang menuju ruang tamu dengan tawa yang mengelegar, bahkan tawanya berhasil memenuhi satu ruangan. Brako kembali duduk disamping Veen setelah tadi pria tua itu memerintahkan para bawahannya untuk berjaga disekitar mansion.

Tawanya terhenti sejenak, saat pria itu melihat raut wajah aneh dari Veen. Ia memicingkan alisnya keatas.

"Ada apa Veen?."

Tanya Brako pada sang ponakan, Veen yang mendengar itu reflek memasukan pistol tersebut pada saku belakangnya. Lalu meraih gelas teh dihadapannya.

"Saya hanya tidak sabar untuk ini."

Jawabnya dengan singkat.

"Haha. Baguslah Veen. Aku salah mengartikan ekpresimu tadi. Kalau begitu bersiaplah, sebentar lagi malam akan tiba, kita akan melakukannya dimalam hari."

"Hmm."








"KALIAN SEMUA, JAGA DIRUANGAN TENGAH DAN HALAMAN MANSION."

Teriak Brako memerintah para pengawalnya, hampir sekitar 300 pengawal diturunkan oleh Brako untuk menjaga mansion ini. Belum lagi beberapa cadangan pengawal ia siapkan, Pria tua itu memang seniat itu. Bahkan Veen terkejut dengan banyaknya jumlah pengawal disana, semua ini diluar ekspetasinya.

"Aku akan memanggilmu kembali nanti."

Ucap Brako sebelum akhirnya pergi meninggalkan ruangan tersebut.

"Hmm."

Mata hazel pria itu terus melirik pergerakan dari Brako yang semakin menjauh, dadanya terasa naik turun. Bahkan wajahnya kian memucat. Pria itu berusaha berdiri dari posisi duduknya, lalu berjalan kearah ruang tengah dan halaman mansion."



Suara langkah kaki mengema, memenuhi ruangan dengan kadar pencahayaan minim itu. Dua wanita yang sedang ketakutan tersebut memberontak, berteriak memaki seseorang yang datang menghampiri mereka. Brako datang dengan satu pistol ditangannya, pria itu tertawa remeh pada keduanya.

"Selamat malam."

"LEPASKAN CLARA!!."

Teriak Gema pada sang pelaku.

"Kenapa aku harus melepaskan anakmu Gema?."

Balas Brako dengan nada yang remeh.

"Aku mohon padamu, lepaskan Clara. Kau boleh membunuhku Brako, tapi tolong lepaskan anakku."

"JANGAN DENGARKAN DIA!!."

Saut Clara, gadis itu tidak rela jika ibunya harus berkorban untuknya.

Pandangan pria itu teralihkan pada suara Clara yang mulai serak, rupanya gadis itu terus menangis disepanjang hari.  Kedua matanya yang bengkak itu sebagai bukti, Brako tertawa menghampiri Clara. Tanganya menyentuh pipi mulus dari gadis tersebut, Gema yang melihat tindakan Brako, tak terima.

Stepfather|| END ✔️Where stories live. Discover now