11. SAKIT YANG TERPENDAM

Začít od začátku
                                    

Terlalu takut dan tegang, Nur hanya bisa melawan sebisanya. Tak bisa apa-apa, akhirnya Nur pura-pura pingsan tidak bergerak sedikitpun.

Setelah tertipu oleh Nur, Jelita menata bantal seperti di awal, tidak mau Bamantara Putra curiga.

Sementara Nur menahan sakit mendapat perlakuan kasar dari Jelita. Namun, meski demikian Nur tidak berani bergerak. Jika tidak! Maka Jelita akan menyakitinya lagi dan lagi.

"Mati, Kamu! Tidak tahu diuntung! Wanita pengadu domba sepertimu pantasnya dihancurkan!" Jelita meremas mulut Nur hingga dalamnya mungkin berdarah. Sangat kuat sebab penuh kebencian. Andai tidak takut Bamantara Putra, Noor Dina Asikin kemungkinan dibunuh.

Setelah menendang perut Nur, menjambak rambut Nur dan meremas mulut Nur kuat-kuat, Jelita lari ke bawah takut ketahuan oleh Bamantara Putra. "Mengadu domba lagi sana jika berani. Kau akan mati!" ancam Jelita sebelum akhirnya pergi meninggalkan kamar. Kakinya yang sakit hanya pura-pura.

Sementara Nur tidur sambil menangis setelah dianiaya oleh Jelita. Badannya sakit semua. Mengadu pada suaminya juga percuma. Bamantara tidak mau percaya. Pria itu lebih percaya pada Jelita sebab semua bukti memang mengarah pada Nur. Nur yang terlihat buruk dan bukan Jelita.

Waktu terus berlalu dan hari pun beranjak pagi. Rupanya setelah membelikan pembalut, Bamantara masih diminta buatkan bubur oleh Jelita. Jelita bilang perutnya sakit.

Intinya Bamantara sengaja dibuat sibuk agar Nur di atas sana beranggapan suaminya tidur dengan wanita lain. Sedang wanita lain itu adalah Jelita. Jelita memang sengaja.

Saat Bamantara masuk ke kamarnya sendiri, istrinya sudah tertidur lelap sebab capai menahan sakit juga lelah karena banyak menangis. Bamantara sampai heran mendapati mata istrinya bengkak. Makanan hasil dari pembeliannya dengan Jelita tidak disentuh sedikitpun.

"Benar-benar keras kepala," pikir Bamantara Putra tentang istrinya.

***

Jam enam pagi Nur dan Bamantara duduk di meja makan. Sedangkan Jelita sibuk menyiapkan sarapan. Intinya dia berusaha jadi Nyonya rumah yang baik untuk Bamantara Putra.

Bamantara yang tidak tahu niat buruk Jelita, menganggap Jelita baik hati dan tidak mau menyusahkan Nur. Itulah sebabnya ia bangun pagi sengaja memasakkan sesuatu yang enak untuk sarapan dirinya dengan Nur Asikin. Bamantara makin percaya Jelita tidak mungkin jahat pada Nur istrinya.

Seragam yang rupanya dipakai Nur berkali-kali kemaren, dicuci dan dikeringkan oleh Bamantara Putra, terlihat dari baunya yang harum dan bersih tidak seperti kemaren pas pulang dari sekolah.

Nur sendiri terus diam membisu sebab lidahnya sakit, mulut bagian pinggir miliknya juga sakit hasil diremas oleh Jelita tadi malam.

Badan Nur bagian dalam membiru memang sengaja Jelita menendang di bagian yang tidak mungkin dilihat Bamantara Putra. Sebab Nur tidak melepaskan pakaiannya terbukti dari saat ini yang tenang-tenang saja seolah tak terjadi apa-apa tadi malam.

"Sudah selesai. Mari sarapan!" Jelita penuh semangat mengambilkan makanan untuk Bamantara Putra.

Sementara Nur diam saja takut disakiti oleh Jelita jika ikut makan.

"Nur, kau tidak makan?" Bamantara menekan.

"T-tidak," lirih Nur hampir tidak terdengar. Wajahnya terlihat muram sementara badannya bergetar hebat. Masih ketakutan dengan ulah Jelita tadi malam.

"Makanlah, Nur. Aku tahu kau membenci Bamantara, tapi tidak seperti ini caranya. Kau bisa sakit. Fatal bagaimana kalau keluargamu di Malaysia sana menyalahkan Tara? Tara bisa gila. Sebab apa? Mereka pasti akan menuduh Bamantara tidak memberi makan istrinya dengan baik." Jelita sengaja memprovokasi antara Bamantara Putra dan Nur.

"Makan, Nur. Setelahnya baru aku antar kau ke sekolah. Jangan membantah!" perintah Bamantara merasa ucapan Jelita ada benarnya. Jika Nur tidak makan dengan baik, dirinya akan disalahkan oleh keluarga Nur. Akan tetapi di atas itu semua! Bamantara tidak ingin istrinya sakit sebab tidak makan.

"T-tidak, Pak. Aku tidak lapar," ucap Nur berusaha menahan sakit sebab lidahnya terluka. Tiap kali berbicara, lidahnya terasa perih.

"Baiklah. Aku akan pergi dan setelah kalian selesai makan, akan kesini lagi. Rupanya Nur tidak suka dengan kehadiranku di meja makan, Tara." Jelita menyalakan api pertengkaran antara Bamantara Putra dan istrinya.

"Tidak. Kau tetap di sini. Jika pun ada yang harus pergi, itu Nur." Bamantara hilang kesabaran menatap istrinya. Segala cara ia lakukan agar Nur senang hasilnya sama, manja dan tidak mau melunak.

Nur sendiri langsung pergi merasa jika tetap di meja makan, pertengkaran hebat pasti akan terjadi. Antara dirinya dan suaminya sebab Jelita sengaja memanas-manasi hati sang suami. Nur memilih pergi tidak ingin sarapan dengan Jelita dan Bamantara Putra.

"Nur!" bentak Bamantara menatap kesal punggung istrinya. Istri yang saat ini berjalan keluar menunggu di taman.

Bapak penjaga yang baru datang dari rumahnya, lemah lembut menatap Nur. "Selamat pagi, Nyonya cantik," sapanya sebab Nur seusia dengan anaknya yang masih sekolah.

"Selamat pagi, Pak," jawab Nur dengan mata membengkak. Pak penjaga jadi curiga barangkali saja tuannya menyakiti istrinya.

"Oh, ya! Di mana, Pak Bamantara Putra?" Sangat penasaran bapak penjaga bertanya.

"Di dalam, Pak. Sarapan dengan Kak Jelita." Nur tanpa ekspresi menjelaskan pada Bapak penjaga.

Bapak penjaga jadi heran kenapa bosnya lebih suka makan dengan wanita lain ketimbang istrinya. Hal itu membuat bapak penjaga paham kenapa wajah juragan wanitanya tampak sedih. Suaminya memperhatikan wanita lain.

"Pak, boleh bukakan gerbang sebentar? Saya ingin jajan di warung depan." Nur melihat ada penjual gorengan di seberang jalan. Hal itu ia gunakan sebagai alasan agar tidak berangkat sekolah dengan Bamantara Putra.

"Oh! Di sana? Biar saya yang belikan saja, Nyonya." Bapak penjaga menawarkan dirinya.

"Tidak usah, Pak. Saya sekalian ingin menghirup udara segar di luar gerbang." Nur memberikan alasan hingga mau tidak mau Bapak penjaga membuka pintu gerbang untuknya.

Nur segera berjalan keluar dan setelah tiba di luar gerbang, pamitan pada Bapak penjaga sekalian ingin berangkat sekolah duluan. Meminta bapak penjaga menjelaskan pada Bamantara Putra jika bertanya nantinya, bersyukur uang jajannya masih ada kemaren, jika tidak! Pastilah dirinya akan kesusahan minta uang jajan pada Bamantara Putra. Terlebih ada Jelita, Nur makin enggan.

"Tapi, Nak." Bapak penjaga agak keberatan tapi Nur berlari meninggalkan rumah tidak mau satu mobil dengan Bamantara Putra dan Jelita.

Bamantara yang melihat istrinya kabur, membanting sendok karena saking kesalnya. Jelita sontak menyudahi makannya dan bersiap-siap ingin berangkat kerja dengan Bamantara Putra.

SELENGKAPNYA BISA KALIAN BACA DI APLIKASI: KARYA KARSA, KBM, MS Stories. Nama pena Dilla909.

Judul : KESAYANGAN GURU BAMANTARA.

THANKS, ALL ....

KESAYANGAN GURU BAMANTARA (22+)Kde žijí příběhy. Začni objevovat