Daisy ❁

1K 128 22
                                    

'dia ada di New Zealand, bersama seorang pria, haruskah aku mencari tahu tentang siapa pria yang bersamanya?'







Kini Namjoon hanya mampu memandang penuh penghakiman pada pemandangan di luar jendela ruang kerjanya. Beberapa saat lalu, sang sekretaris membawa kabar yang sangat tidak ingin Namjoon dengar. Agaknya pria itu lupa dengan ucapan Namjoon beberapa waktu lalu, yang pada akhirnya berakhir dengan perkataan Namjoon yang sedikit keras pada Baekhyun agar dia benar-benar mendengarnya kali ini.

Namjoon tidak bercanda saat dirinya bilang dia tidak ingin mendengar apapun soal pria yang tengah jauh disana.

Bak barisan pin di arena bowling, yang akan selalu jatuh berantakan tiap kali bola datang menghantam. Namjoon tidak baik-baik saja setiap dia mengingat Jimin.

Bak arwah penasaran yang mati dengan begitu banyak hal yang belum terselesaikan, Namjoon masih terus bertanya-tanya, mengapa orang yang disayanginya bisa begitu tega?

Apakah ucapannya selama ini hanya seperti angin lalu? Apakah keinginan Namjoon untuk mempertahankan hubungannya dengan Jimin tak pernah di tanggapi serius? Satu yang mungkin Jimin lupa bahwa, Namjoon tidak pernah main-main dengan perkataannya. Ya, dia melupakan itu.

Dan sayangnya kini semua sia-sia, ucapan orang-orang soal tidak ada hasil yang mengkhianati usaha hanyalah omong kosong.

Namjoon membiarkan dirinya terjerat pada janji yang dia buatnya pada Jimin, sekaligus hubungan atas dasar tanggung jawab yang harus di jalaninya bersama Seokjin. Pada akhirnya, dia hancur dalam jerat yang dibuatnya sendiri

Ditinggalkan dengan cara yang tidak pernah Namjoon bayangkan akan di lakukan oleh kesayangannya. Namjoon begitu memuja Jimin sampai beberapa waktu lalu, sampai kenyataan pahit itu dengan paksa di cekoki padanya.

Kini, yang ada dalam batinnya kala mengingat sang mantan kekasih hanyalah amarah, sesal dan rasa penasaran yang hampir bisa membunuhnya.

Apa yang tidak Namjoon lakukan sampai Jimin sebegitu meragukan dan tak menghargainya? Namjoon bahkan melukai Seokjin terang-terangan hanya untuk mempertahankan Jimin.

Agaknya semua ini hampir membuat Namjoon hilang waras, jika saja Seokjin tak disini bersamanya, jika saja Seokjin tak disini dan menjadi pelampiasan rasa.


Telepon internal di atas meja kerjanya berdering, mengaburkan lamunan bak kabel semwarut dalam pikiran Namjoon.

"Ya?" Jawabnya setelah menekan salah satu tombol yang berkedip.

"Tuan, ada tamu untuk anda." Itu Baekhyun, dia yang akan selalu menerima tamu untuk Namjoon sebelum di teruskan.

"Siapa?" Alis Namjoon bertaut penasaran.

"Tuan Han, Han Seokjin."

Sedikit terkejut, tapi pada akhirnya Namjoon membiarkan tamunya masuk.





Tak lama dari diputusnya sambungan, pintu ruang kerjanya terbuka, Namjoon berbalik menatap pintu dan mendapati Seokjin yang masuk mengekori Baekhyun dengan canggung. Setelahnya Namjoon meminta Baekhyun untuk meninggalkan mereka berdua.

"Ada apa? Kamu tidak mengabari jika ingin kemari?" Namjoon bertanya, berjalan memutar dari meja kerjanya menuju Seokjin yang masih berdiri dekat pintu.

"Aku hanya mampir untuk mengantarkan makan siang." Seokjin tersenyum kikuk, pasalnya sejak dirumah tadi dia terus menimbang, haruskah dirinya melakukan ini? Akankan Namjoon suka jika Seokjin mendatanginya ke tempat kerja seperti ini?

"Makan siang?" Tanya Namjoon lagi, kini dahinya berkerut penasaran.

"Eoh.. Aku juga membawakan apel untuk cuci mulut." Seokjin tidak tahu apa yang di katakannya. Berhadapan dengan Namjoon seperti ini selalu membuatnya gugup.

Nikah Siri [Namjin]Where stories live. Discover now