Visitor

1.3K 129 22
                                    

Dering nyaring ponselnya membuat Jimin kembali terbangun, sejak kepergian Yoongi pagi tadi, pria itu memilih untuk kembali tidur kebanding melakukan kegiatan bermanfaat lain, oh, hey, bagi Jimin tidur itu juga bermanfaat.

'Baby is Calling.. 📲'

Untuk sesaat Jimin menimbang apakah harus menerima panggilan itu atau pura-pura tak tahu saja. Namun pada akhirnya, dengan helaan nafas, pria itu menerimanya.

"Hum?" Gumamnya malas, masih sedikit terasa sisa kantuk.

"Sayang, kamu masih tidur?" Tanya suara dari seberang sana, begitu lembut, penuh perhatian. Namun Jimin hanya menyahut sekenanya.

"Hum."

"Oh, astaga, kapan mau bangun? Ini sudah siang. Kamu harus makan."

"Eoh, sebentar lagi aku akan bangun dan makan."

"Kamu terdengar lelah, semalam tidur jam berapa? Tidak bergadang kan?"

"Entahlah, aku lupa. Tidak, aku tidak bergadang." Tentu saja dia berbohong.

"Sayang, kau masih marah padaku?"

"Ani-ya."

"Ji-"

"Ah, hyung, tolong biarkan aku menyelesaikan tidur ku dulu, eoh? Sungguh, aku hanya butuh beberapa jam lagi. Nanti aku akan menghubungi mu, hm?" Jimin bisa mendengar helaan nagas dari seberang sambungan sebelum si penelepon menyahut.

"Baiklah, tolong segera hubungi aku setelah kamu bangun, hm? Aku sangat merindukan mu." Tersirat permohonan dalam nads suaranya.

"Hum."

Klik.

Kini giliran Jimin yang menghela, matanya menolak untuk kembali tertutup, kantuknya hilang membayangkan betapa kecewanya Namjoon yang secara tak langsung di tolak olehnya. Jimin mencintai Namjoon, tentu saja. Namun kini hatinya tengah gundah, tak karuan. Jimin merasa hidupnya begitu berantakan. Dia bahkan tak yakin dengan apa yang kini tengah benar-benar dirasakan, yang jelas Jimin merasa lelah.

Tiga tahun bersama Namjoon bukanlah waktu yang sebentar. Jimin pikir hubungan mereka baik-baik saja sampai satu tahun terakhir, Jimin mendapat kabar bahwa mendiang ayah Namjoon menginginkan kekasihnya menikah dengan orang lain. Sakit hati, tentu saja, sedih, kecewa, tapi Jimin merasa dia tak berhak untuk marah. Itu karena Namjoon adalah seorang anak, bagaimana pun seorang anak adalah hak orang tuanya, dan seorang anak wajib mentaati orang tuanya. Setidaknya, begitulah yang Jimin dapatkan dari pelajaran di keluarganya selama ini.

Jimin tidak benci pada Namjoon terlebih Seokjin, bahkan mendiang ayah Namjoon sekalipun. Dia hanya menyayangkan takdir yang mengikat jiwa mereka dengan begitu rumit. Ya, Jimin menyayangkan hal itu, disaat takdir tak merestui keinginan hati.

Pria bertubuh mungil itu bangkit dari tidurnya, merenung sebentar di tepi kasur sebelum berlalu masuk ke dalam kamar mandi.

💍💍💍

Di ruang kerjanya Namjoon tengah sibuk menelusuri laman online toko baju favorit sang kekasih, pria itu tengah berencana membelikan pria manisnya itu sesuatu untuk memperbaiki mood, Namjoon tahu Jimin dilanda perasaan gusar akibat status barunya yang kini adalah suami orang, tapi Namjoon tentu tak lelah untuk meyakinkan Jimin bahwa hatinya hanya untuk dirinya, bahwa perasaan nya takkan pernah berubah sekalipun status tak bisa dibohongi, Namjoon bersikeras bahwa hubungan mereka akan baik-baik saja.

Awalnya Jimin selalu luluh dengan janji itu, awalnya Jimin terlihat yakin, hingga saat dimana semuanya berubah setelah kepergian ayah Namjoon. Ditambah dengan realisasi pernikahan yang Jimin pikir hanya akan menjadi mimpi buruknya. Karena jika Namjoon menikah, itu tandanya satu saat pria itu harus memilih, mempertahankan rumah tangganya atau hubungan mereka. Meski jawaban Namjoon selalu lah sama, dia akan tetap memilih Jimin meski tanpa restu keluarga.

Nikah Siri [Namjin]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang