20

15 0 0
                                    

"Jadi nanti lo bakal sering bolak balik ke Jakarta?"

Keduanya hanya duduk santai di bangku kantin. Jam pulang sekolah sudah lewat sedari tadi. Berhubung  jemputan Haruna belum kunjung datang, Putri yang tidak sedang terburu-buru pulang pun memilih untuk menemani teman sebangkunya itu di kantin.

"Enggak sih, kan tetep harus sekolah. Bunda bilang, nanti malah capek di jalan," jawab Putri.

"Terus lo bakal sering sendirian di rumah?"

Putri mengangguk. Bagaimana lagi? Beberapa waktu lalu, kecelakaan yang menimpa ayahnya di luar kota tentu mengharuskan beliau untuk segera dilarikan ke rumah sakit terdekat. Mau tidak mau, bundanya yang harus bolak-balik Bandung-Jakarta tanpa mengajak putrinya.

Tidak terlalu banyak yang berubah. Waktunya bersama kedua orang tua di rumah memang tidak terlalu banyak sebelumnya. Jadi harusnya, kali ini tidak akan jauh berbeda.

Masih ada seorang yang masih bisa terus menemaninya. Harusnya.

"Mput?"

Seseorang menyapanya.

"Kak Satria? Belum pulang kak?"

"Abis ngerjain tugas kelompok. Kamu belum pulang juga? Udah lumayan sore loh ini"

"Lagi sibuk merhatiin yang lagi main basket kayaknya kak. Gak tau tuh yang mana satu, yang pake kacamata atau si merah, Put?" sela Haruna yang baru datang setelah membayar makanannya.

Sontak Putri memberontak. Asumsi dari mana? Ia kan hanya iseng menatap lapangan basket. Mana tahu ada Theo dan Arjuna yang sedang berlatih disana.

"Dih, ngaco banget ngomongnya. Gak dua duanya."

"Uluh ditolak mentah-mentah."

"Tapi... Kalo Kak Satria mah gak akan nolak kali ya?" bisik Haruna pelan.

Lagi-lagi dibuat kikuk setengah mati. Untung saja Satria tidak dapat mendengar yang terakhir.

"Eh Kak, gue duluan ya, jemputannya udah dateng," pamit Haruna.

"Loh? Gue juga-/"

"Kak Satrianya temenin dulu lah...masa lo tinggalin? Atau mendingan kalian bareng ke parkiran sekalian sih kata gue mah, ya ga kak? Iya dong. Biar efektif efisien, cocok lah pokonya, gas ngeng. Bye, Put!"

Bersama-sama, dua yang tersisa menyaksikan tas ransel biru pastel itu semakin menjauh, perlahan menghilang dari jangkauan mereka.

Haruna benar-benar. Ia selalu bisa membuat teman sebangkunya itu tidak berani menghadap sosok tinggi di sebelahnya.

"Boleh juga kata Haruna. Kita bisa ke parkiran sama-sama," ujar Satria.

"Tapi, ada yang perlu diomongin dulu sama Arjuna," sambungnya.

"Aku tunggu disini aja. M-maksudnya, kalau emang mau bareng ke parkirannya, Kak Satria temuin aja dulu Arjuna nya."

"Kantin udah mulai pada tutup. Masa ditinggal sendirian disini? Ayo, ikut aja."

Tidak tahu. Kenapa rasanya ia cukup malas bertemu kedua manusia yang tengah berlatih untuk turnamen basket itu?

Tapi tidak ada alasan untuk menentang ajakan Satria. Benar, apalagi anak itu sudah mengulurkan tangannya.

"Ayo!"

📖

Dug! Dug! Dug!

Theo pernah ngasih tau cara dribble bola basket yang bener beberapa kali. Gue rasa, cara gue ngedribble sekarang juga gak salah. Entah berapa kali anak itu ngelirik gue yang terus diem di tempat. Mungkin dia nungguin kapan waktunya gue bakal masukin bola basketnya ke dalam ring.

Dear You [TXT fanfict]Where stories live. Discover now