2

55 8 0
                                    

Dingin angin malam kala itu terasa menusuk kulit. Bahkan sang bunda sudah beberapa kali memperingatkan anak perempuannya untuk menutup jendela kamar rapat-rapat. Nanti bisa masuk angin katanya.

Tapi entahlah, gadis itu tidak peduli. Alih-alih merasa dingin, ia malah merasakan hawa panas disekitarnya. Meski sudah hampir jam setengah sebelas malam, Putri tidak kunjung mengantuk seperti dimalam-malam biasanya- dimana sebelum pukul sembilan malam pasti tubuhnya sudah meringkuk dibawah selimut dan pergi memasuki alam mimpi.

Kali itu, dia membuka jendela kamarnya lebar-lebar. Sesekali mondar-mandir kesana-kemari, memikirkan hal yang itu-itu saja tanpa kunjung mendapat tenang. Sesekali dilihatnya rumah bernuansa coklat disebrang sana yang kini sudah terasa sunyi tanpa suara sedikitpun. Mungkin penghuninya sudah pergi beristirahat.

Apa yang Putri harapkan dengan terus mengecek layar handphone-nya yang tidak menunjukan adanya perubahan sedari tadi?

THEO

Udah tidur kah?|
Gak bisa tidur masa|
THEOOOO|

Sungguh, perempuan itu tidak akan mudah melupakan hari ini begitu saja. Atau mungkin kejadian itu akan terus diingatnya selama satu tahun, dua belas bulan, tiga ratus enam puluh lima hari.

Semua berawal sejak pagi hari yang sudah dimulai dengan tanda-tanda ke-chaos-an.

"Bun, atasan sama rok samping aku dimana ya? Yang waktu itu dipake tampil padus pas perpisahan kelas dua belas."

Bunda-nya sudah menduga hal ini akan terjadi. Dengan sepercik omelan, akhirnya Putri menemukan barang cariannya didalam keranjang tumpukan baju yang sudah disetrika.

"Makanya, siapin dari semalem dong biar pagi-pagi gak riweuh," omel bunda-nya lagi.

Putri hanya lupa. Kemarin dia ikut latihan paduan suara sampai sore. Di rumah, tubuhnya langsung ia rebahkan di sofa depan TV setelah berganti baju dan sholat maghrib. Mungkin karena faktor kelelahan juga makanya ia tidak sempat menyiapkan kostum untuk tampil di demo ekskul hari ini -meski sebenarnya rasa malas lebih mendominasi.

Tanpa berlama-lama, gadis itu segera berangkat ke sekolah setelah merasa semua list barang bawaannya lengkap.

Pukul tujuh hingga sembilan pagi dirinya masih standby di balkon depan kelas sambil menonton acara demo eskul yang sedang diselenggarakan dibawah. Hingga saat tiba giliran untuk segera berganti baju dan bersiap-siap, barulah Putri pergi menemui teman-teman ekskul nya.

"Put, kok atasannya putih?"

Putri mengerutkan dahinya. "Eh? Bukannya emang putih?"

Beberapa anggota di ruangan itu saling bertukar pandang, saling memperhatikan kostum satu sama lain. Sedetik kemudian, jantungnya berdetak lebih cepat.

"Eh iya! Harusnya item ya?! Aduh, gue salah kostum gimana dong?!"

Kali ini ia benar-benar merutuki dirinya yang tidak mempersiapkan semuanya dari semalam. Kalau sudah begini, apa yang bisa dilakukan? Kalau kembali ke rumah untuk mengambil atasan yang seharusnya, tentu waktunya tidak cukup. Tidak ada anggota lain yang membawa pakaian hitam lain selain yang sedang mereka kenakan. Lagipula logikanya untuk apa mereka membawa kostum banyak-banyak?

Dengan cepat gadis itu berlari menuju kelas. Siapa tahu ada yang bisa membantunya disana. Tapi sayang, yang ia dapat hanya kelas dalam keadaan kosong. Hanya terdapat beberapa ransel tanpa pemilik yang tersebar di kursi kursi kelasnya, termasuk meja Theo. Kenapa anak itu selalu menghilang disaat genting seperti ini?

Untung, sesuatu berwarna hitam yang tergeletak begitu saja diatas meja laki-laki itu segera menarik perhatian tepat sebelum Putri hendak pergi meninggalkan kelas.

Dear You [TXT fanfict]Where stories live. Discover now