13

15 2 0
                                    

"Iya Umi, nanti Putri ingetin kok biar pulangnya gak kemaleman," tutur gadis itu saat menerima telepon. "Waalaikum salam."

Tut!
Panggilan terputus.

Ajaibnya, belum sampai sepuluh detik layar handphone Theo dimatikan, sekarang justru nada dering handphone Putri yang berbunyi.

Dan siapa lagi kalau bukan nama kontak Bunda yang tertera dilayar.

Putri menghela napas. Tadi kan sudah izin lewat chat, apa masih kurang bukti kalau dirinya telat pulang untuk menjenguk teman yang sakit?

"Angkat atuh," ujar Theo.

Bukannya menggeser icon hijau tersebut, perempuan berambut sepundak itu malah memberikan handphonenya pada seseorang yang mengenakan kacamata.

"Ku kamu ah, paling juga nanyain 'Theo mana'."

"Yaudah, itu angkat dulu bisi keburu mati telponnya."

Giliran Theo yang diintrogasi sekarang. Ironisnya, nada-nada suara yang keluar dari telepon itu justru terkesan lemah lembut. Pasti beda cerita bila gadis itu sendiri yang mengangkatnya.

"Iya tante, sama Theo kok," ujar si mata empat. Butuh beberapa kali ia harus berkata iya sebelum saluran telepon itu benar-benar terputus. "Nih," katanya sambil mengembalikan benda tipis berbentuk persegi panjang pada pemiliknya.

"Udah dibilangin juga, masih aja gak percaya," gerutu Putri.

"Yeh... Itu khawatir namanya. Beda sama Umi yang nyuruh jangan kelamaan,"bbalas Theo.

"Kenapa??"

"Kalo itu biar pulangnya gak keduluan bapak."

"Lah. Tapi katanya bapak kamu lagi keluar kota?"

"Emang. Makanya santai aja."

"Dasar. Tau gitu gue gak wajib juga ikut kesini."

"Engga dong, Umi tetap perlu bukti," finalnya sambil mencomot beberapa buah keripik yang ada didalam toples.

"Kalian pacaran?" ceplos Arjuna yang polos disela-selanya mengunyah permen jelly yang juga tersedia diatas meja tamu.

Spontan keduanya menolak. "Enggak! Enak aja."

Seketika pula keduanya saling menjauh, padahal itu tidak merubah apapun. Satria yang tengah damai mengunyah keripik sambil bersandar dibahu laki-laki berambut merah itu ikut menoleh. "Agak sweet ya Jun?"

"Iya kak, tar kita gitu juga yuk? Kalo ada  yang nelpon kita tukeran hape. Biar gak keliatan jomblo-jomblo amat," ucap Arjuna tanpa gairah.

"Ayo. Tapi masalahnya kita sama-sama cowok."

"Udah segender... Yang nelpon kitanya juga gak ada lagi! Meuni sedih," gerutunya.

"Heh, kok jadi kemana mana sih? Kita kesini kan mau nengok Kai," tegur Theo.

Benar juga. Tak dirasa mereka sudah menghabiskan lima belas menit disana, menunggu tuan rumah yang belum juga menampakkan diri.

"Eh iya, si Kai mana sih?"

Satria mengernyit. "Kan tadi lo yang nge-PC dia, ya mana kita tau, paboo?"

"Oh iya, kalem, gue cek HP dulu," kata Arjuna kemudian. Dasar, dirinya malah keterusan mengunyah permen jelly.

"Teh, gomong-ngomong, rumahnya Kai emang biasa se-sepi ini?" bisik Putri, mengingat rumah yang terbilang cukup besar itu tidak terlihat penghuninya.

Theo mengangguk pelan. "Kayaknya sih iya. Mamanya Kai sering gak ada di rumah, kerja ke luar kota. Tapi disini dia ditemenin ade nya-/"

Dear You [TXT fanfict]Waar verhalen tot leven komen. Ontdek het nu