7

22 3 0
                                    

"Put, kata ayah."

Selepas sholat subuh tadi gadis itu kembali tidur di atas kasurnya, meski harusnya tidak boleh. Tapi karena ini hari sabtu dan... Ya, ia hanya ingin mengisi energi.

Lagi-lagi, seperti sabtu biasanya pasti bundanya akan memanggilnya dikisaran pukul setengah delapan pagi. Biasanya minta dibelikan nasi kuning, atau bubur ayam ke depan komplek. Entah apa lagi hari ini. Yang pasti Putri segera bangun.

Karena dia anak berbakti, aku-nya. Padahal nyatanya karena sang bunda tidak berhenti memanggil, maka dari itu rasa kantuk nya berangsur-angsur hilang.

Putri terheran. Untuk apa sang ayah memintanya membawakan kunci motor? Bukannya tidak ada jadwal pergi pagi ini?

"Motor nya cuci gih. Tuh liat Theo, ayah liat dia stand by di teras sejak pulang dari masjid. Nyiramin bunga, bersihin kandang kucing, sekarang cuci motor. Anak perempuan jangan mau kalah dong," kata beliau sambil menyeruput kopi panas disela fokus pada layar laptop yang menyala.

Putri mendenghus pelan. Sudah menjadi hal biasa bila sang ayah membandingkannya dengan seorang 'Theo'. Sungguh, Putri mungkin tidak keberatan bila yang dijadikan perbandingan adalah anak tetangga lainnya.

Tapi ini Theo! Dia itu kelewat rajin. Ini tidak adil!

Kembali lagi, apa yang bisa dilakukannya selain menurut?

"Baru bangun neng?"

"Anak rajin diem aja dehh," ujar Putri sebal.

Semua peralatan untuk memandikan motornya itu sudah siap. Dari mulai membasuhnya dengan air, membasahi spons dan menambahkan sabun dilanjutkan dengan menggosok bagian kotor dari motornya, semua itu dilakukannya seperti yang dilakukan dua bulan terakhir.

Iya, ternyata sudah dua bulan motornya itu tidak mandi. Memang pantas ayahnya mengomel akan ke-misstreat-an Putri pada motornya, berbeda dengan Theo yang istiqomah mencuci motor setiap seminggu sekali.

"Masih belum bersih itu, tuh... Aduh... Mesinnya masih kotor ituu."

Putri menutup telinganya rapat rapat, semakin sebal dengan si tetangga yang terus berkomentar. Bagian situ belum bersih lah, bagian ini terlewat lah, ia terus saja mencari celah. Padahal motor miliknya sendiri seperti belum seluruhnya bersih dari sabun.

Theo tersenyum penuh arti. Kapan lagi ia bisa menambah kekusutan wajah gadis itu? Tapi yang namanya Theo, anak itu tau batas. Ada masanya dia akan berhenti dan melanjutkan kerjaannya.

Tidak berselang lama, justru Putri yang kemudian datang menghampiri laki-laki itu dengan wajah yang mengundang tanya.

"Teh... Ada cacing, takut." Ia meminta pertolongan supaya hewan menggelikan itu segera disingkirkan.

"Angger."

Ini juga bukan hal baru. Waktu itu ulat bulu, atau keong, dan sekarang giliran cacing. Lagi-lagi berhasil Theo singkirkan dengan mudahnya.

" Wah... Theo, Apa sih yang lu gak bisa?"

Laki-laki itu berfikir cukup lama, memikirkan apa yang tidak bisa dilakukannya. Masalahnya Umi-nya selalu bilang, segala sesuatu bisa dilakukan asalkan niat, berusaha dan berdoa.

"...Jadi member TXT?" 

Putri mendenghus pelan. " Ish, yang realistis dikit kek, siram nih lama-lama."

Padahal niatnya hanya bercanda, tapi malah dia juga yang terkena cipratan air dari selang yang Theo raih dengan cepat.

Akhirnya terjadilah perang kecil-kecilan disana.

Dear You [TXT fanfict]Onde as histórias ganham vida. Descobre agora