11

13 1 0
                                    

Pukul delapan lebih lima puluh menit. Nyaris pukul sembilan pas. Malam itu seharusnya menjadi malam yang tenang seperti dihari-hari sebelumnya. Namun entah sejak kapan, kedatangan seseorang sambil membawa buku catatannya itu malah membuat remaja yang sebelumnya tengah berbaring santai sambil menonton TV merasa terganggu.

"Jadi kalau definisi atom menurut Dalton itu adalah-/"

"Ck, berisik. Bisa gak jangan keras-keras ngomongnya? Itu spongebob ngomong jadi gak kedengeran, " protes sang kakak.

"Ih! Kakak yang harusnya kecilin suara TV. Lagi belajar loh ini," balas sang adik.

"Loh? Belajar ya dimeja belajar lah?"

"Ya tapi aku lagi mau belajar di sofa. Ga boleh?? Kayak ruang tengah punya kakak aja."

"Kakak yang duluan nyampe sini. Berarti kakak yang berkuasa sekarang."

"Enggak lah!-/"

"Ehh, malem malem waktunya tidur. Bukan berantem, " lerai sang ibu yang datang membawa sebuah tempat berisi obat-obatan.

"Maaah, itu kakaknya ngajak berantem!"

"Loh? Kok kakak?! Kamu yang gak mau mempergunakan meja belajar."

"ish!"

"Udah-udah..." Akhirnya wanita paruh baya itu yang melerai keduanya. "Adek belajarnya dikamar dulu ya? Tapi jangan kemaleman, udah mau jam sembilan, siap-siap tidur biar besok bangunnya gak kesiangan."

Pasti ucapan mamanya tidak berani ia bantah. Namun bukan berarti urusannya dengan si kakak yang masih terus memasang ekspresi menyebalkan bisa selesai begitu saja.

"Awas ya lu kak, kalo kaki lu udah sembuh pokoknya sofa ini milik gue."

"Eits, tidak bisa~ Tetap siapa cepat dia dapat," kata si kakak, puas menertawakan adiknya yang berlari masuk kedalam kamar dengan bibir cemberut.

Hingga akhirnya anak pertama itu sadar, beberapa butir obat beserta segelas air sudah ibunya siapkan. Maka tugasnya sekarang adalah untuk menghabiskannya.

"Kakinya udah mendingan?"

Sambil mengembalikan gelas bening itu, dirinya mengangguk. Meski belum pulih sepenuhnya, setidaknya ia mulai bisa berjalan selangkah demi selangkah tanpa alat bantu.

"Adik kamu itu jangan mulu diusilin. Jangan diusir kalau mau ikut belajar disini. Diem-diem dia pingin nemenin kakaknya loh..," ujar sang ibu.

Laki-laki itu tahu. Siapapun yang dekat dengannya pasti tahu. Kakak adik itu saling menyayangi meski terkadang keduanya sama-sama usil. Justru karena ia menyayangi adiknya yang terus belajar sejak jam lima sore tadi. Bukankah belajar di sofa dengan posisi duduk yang tidak betul bisa membuat tubuhnya sakit nanti?

"Mah,"

"Iya?"

"Sejak kapan papa pulang?"

Meski terkesan pelan, ibunya pasti bisa mendengar pertanyaan itu dengan jelas. Hanya saja jawabannya terlihat enggan untuk keluar.

"Kemarin-kemarin mama ketemu papa, kan? Kai tau, Mah.."

"Kamu mau ketemu papa?"

"Enggak.", jawab Kai langsung tanpa ragu.

"Kai cuma pingin tau. Papa ngomong apa aja ke Mama?"

📖



"Yah... Penuh semua, Na."

Keduanya sama-sama memicingkan mata ke seluruh penjuru kantin. Putri sudah menyerah duluan. Ia membiarkan Haruna yang berjinjit-jinjit diantara segerombolan manusia yang berjalan kesana kemari.

Dear You [TXT fanfict]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang