1

163 12 0
                                    

Drap! Drap! Drap!

Kala itu, matahari belum berada tepat di atas kepala. Cahayanya masih terasa hangat. Hari memang belum menjelang siang, tapi bukan berarti siswa perempuan itu tidak datang kesiangan. Terhitung sudah hampir satu jam sejak bel masuk berbunyi, seharusnya.

Bukannya bergegas menuju kelas, dirinya malah berjalan santai melewati koridor sambil melihat ke sebelah kanan. Samar-samar terdengar perintah beberapa anggota OSIS yang sedang mengatur barisan sekumpulan siswa-siswi berseragam putih-biru.

Tapi cerobohnya yang tidak memperhatikan jalan pada akhirnya membuat siswa perempuan itu merasakan tubuhnya menabrak sesuatu.

Tepatnya seseorang, yang ternyata memasang ekspresi meminta penjelasan tanpa melengkungkan senyum sedikitpun. "Kalau jalan itu pake-/"

"Pake mata," sela si perempuan tanpa membiarkan 'partner tabrakannya' menyelesaikan kalimatnya terlebih dahulu.

"Pake kaki.. Tapi matanya dipake liat kedepan, bukan malah liat kemana-mana," koreksi si mata empat yang membuat lawan bicaranya menghela napas dan terpaksa mengaku kalah. Perkataannya barusan memang benar.

"Dari mana aja? Udah jam delapan kok baru sampe?"

Siswa perempuan itu melengkungkan senyum ter-niatnya, sampai-sampai bola matanya nyaris tidak terlihat. Tangan kanannya menunjuk kearah kumpulan siswa yang tengah berbaris, dipandu oleh beberapa anggota OSIS di lapang itu.

"Lihat, masa-masa MPLS siswa baru itu harus dimanfaatkan dengan baik. Gak usahlah terlalu rajin," ucapnya dengan bangga. Ia ramal bel sekolah pun tidak berbunyi pagi tadi. Ruang guru saja nyaris kosong. Bahkan sepertinya hanya sebagian siswa kelas sebelas dan dua belas yang datang kesekolah hari ini. Itu semua karena pihak yang bersangkutan sedang menyibukkan diri dengan Masa Pengenalan Siswa Baru di sekolah mereka. "Gausah galak gitu deh mukanya, kamu itu harusnya bersyukur karena saya masih me-rajinkan diri untuk hadir ke sekolah hari ini", tambahnya.

Bola mata dibalik kacamata itu terputar dengan malas. Pemiliknya berkata, "Terserah. Dah ya, mau kumpul dulu." Setelah itu kedua kakinya kembali bergerak melewati si perempuan.

"Theo, tunggu!"

Dua kata itu tentu membuat kedua kakinya berhenti bergerak. Ia kembali menoleh kebelakang. "Apa?"

"Kamu sakit? Kok pake jaket?"

Keduanya jelas tahu bahwa aturan di sekolah mereka salah satunya itu adalah dilarang menggunakan jaket atau sweater di dalam lingkungan sekolah jika belum meminta ijin ke petugas piket karena sakit. Kalau tidak, kesiswaan akan memberikan poin minus tentunya.

Kali itu, barulah senyumnya terangkat. "Masa-masa MPLS siswa baru itu harus dimanfaatkan dengan baik," katanya copy paste dan kembali melangkah pergi sambil berlari-lari kecil.

Perempuan itu tertawa kecil. Serajin-rajinnya Theo, laki-laki itu juga masih manusia. Biarlah anak itu sedikit merasakan bagaimana rasanya melanggar aturan meski dilakukan di hari kebebasan. Meski begitu jiwa rajinnya tidak berarti pergi begitu saja. Yah... Theo masih rajin, dan akan selalu menjadi rajin seperti sekarang ini. Tadi dia bilang apa? Kumpul?

Kumpul apapun itu, yang jelas bukan kumpul anggota geng. Itu tidak pernah ada dalam kamusnya.

"Eh Astagfirullah! Theo, kelas kita dimana?!"

Sayang, laki-laki itu sudah berada jauh disana. Padahal tadi niat si perempuan adalah mencari sumber informasi perihal lokasi kelas yang sebelumnya diacak kembali oleh pihak sekolah. Giliran sudah bertemu bahkan tidak sengaja bertabrakan, dirinya malah lupa. Dasar Putri.

Sudahlah, batinnya. Mengejar Theo itu sangat menguras tenaga. Mencari lokasi kelasnya juga terlalu melelahkan untuk remaja jompo seperti-nya. Niatnya kan hanya ingin berleha-leha dihari pertama sekolah. Maka dari itu, Putri memilih untuk pindah haluan menuju tempat lain yang lokasinya lebih dekat dengan posisinya berdiri sekarang.

Dear You [TXT fanfict]Dove le storie prendono vita. Scoprilo ora