18

18 1 0
                                    

"Umi, umi tau gak keluarganya Putri lagi pergi kemana?"

Sang ibu yang sedang membereskan piring bekas makan malam mendadak heran. "Loh, justru umi juga mau tanya. Putri gak ngasih kabar emangnya?"

".... Enggak, umi."

Chatnya belum dibaca sampai sekarang. Lebih tepatnya gadis itu mendadak tidak bisa dihubungi. Rumahnya kosong sejak kemarin.

Hari ini, anak itu juga absen. Untungnya sekolah masih dalam rangka merayakan kemerdekaan. Padahal yang Theo tau, Putri ingin sekali melihat Bella melakukan story telling di lomba hari kedua tadi. Bella sedikit kecewa karena supporter terdepan nya tidak hadir. Tapi lagi-lagi, Theo tidak bisa membantu.

"Gak lagi marahan kan, kang?"

Theo menepis nya dengan menggeleng cepat. Mereka baik-baik saja.

Iya kan?

📖

Drap!drap!drap!

Langkah kakinya semakin lama semakin melambat. Nyatanya mau jalan terburu-buru atau tidak, matahari sudah terlanjur naik. Keadaan gerbang sekolah yang bisa dibilang sangat sepi dari biasanya, adalah sesuatu yang ia belum pernah rasakan.

Ternyata seperti ini rasanya baru sampai di sekolah setelah jam masuk sudah berlalu jauh.

Dan sepertinya, dia menjadi yang paling akhir dari antara segelintir siswa yang melakukan pelanggaran tersebut.

Pak satpam memang membukakan gerbang supaya ia bisa melangkah masuk. Tapi tidak lama setelah itu, matanya bisa langsung menangkap seseorang yang dikenal, sedang mengawasi siswa-siswa yang tengah menjalani hukuman.

Dari mulai memungut sampah, lari mengitari lapangan, sampai olahraga fisik lainnya harus dilakukan supaya mereka bisa lanjut masuk ke kelas.

Dan ya, mereka telah menyelesaikan hukumannya.

Yang tersisa hanya tinggal Putri, yang keberadaannya belum disadari oleh sesosok yang bertubuh lumayan tinggi itu sejak tadi, terkecuali setelah si gadis  berdeham pelan.

Meski merasa heran pada awalnya, namun anak itu tetap berbicara santai seperti biasa. "Eh? Abis dari negeri mana nih?"

"Sorry, hari ini gue telat."

"Santai, gue tau kok tiap manusia ga luput dari kesalahan, " katanya sambil membuka buku keramat itu kembali. "Udah siap lari?"

"Hah?.... Beneran harus lari?"

"Iya lah, aturannya kan gitu."

"Bukannya lari itu hukuman buat-/"

"Lima keliling dimulai dari sekarang, Go! Kalo berhenti gue tambahin lagi kelilingnya, plus gue laporin pak Yanto."

Gadis itu menekuk wajahnya, tidak bisa menolak. Segera menyimpan tasnya di pinggir lapang, gadis itu kemudian mulai berlari.

Seperempat lapangan, setengah lapangan, ia terus berlari tanpa mengurangi kecepatan.

Arjuna tersenyum simpul. Dilihatnya jam ditangan yang menunjukan pukul delapan pas. "Pak," ujarnya memberi kode supaya pak satpam segera mengunci gerbang. Artinya sekarang sudah tidak ada lagi toleransi bagi siswa yang telat.

"Siap!" jawab pak satpam, tidak peduli jika ada siswa lain yang baru datang, sama seperti Arjuna. Fokusnya kembali ke sesuatu yang terus bergerak mengitari lapang.

"Satu!" hitungnya.

Terkesan jahat bukan?

Tapi nyatanya, anak itu malah ikut menyusul si gadis dari belakang.

Dear You [TXT fanfict]Where stories live. Discover now