16

20 1 0
                                    

"Put, beliin amplop ke warung gih!" suruh sang bunda dari ruang keluarga.

Putri baru saja selesai menyisir rambut basahnya selepas mandi. Belum sempat ia menggenggam hairdryer, bundanya sudah memanggil lebih dulu. Katanya stok amplop dirumah sudah habis.

Entahlah, mungkin karena undangan yang akan dihadiri oleh kedua orang tua gadis itu merupakan undangan pernikahan teman dekat bundanya, maka jangan heran mereka sudah siap berangkat dari pagi.

"Mo kemana?" tanya seseorang di seberang rumah. Seperti biasa, Theo sedang mencuci motornya di minggu pagi.

"Warung," jawab Putri singkat.

"Tutup warung Bu Yani mah," ujar anak itu.

Sudah berjalan kurang lebih lima langkah, gadis itu putar balik. "Masa?"

Theo mengangguk. "Suaminya kan lagi di rawat di rumah sakit. Kamu nyari apa emang?"

"Bunda minta dibeliin amplop."

"Oh, umi punya kayaknya," kiranya. "Bentar."

Setelah itu Theo pergi masuk kedalam rumahnya. Selama beberapa saat gadis itu menunggu, dirinya ditemani Labu yang tengah asyik goleran di tanah halaman rumah. Diperhatikan perut kucing itu semakin lama semakin besar.

"Nih," ucapnya sambil menyodorkan selembar amplop.

"Beneran gapapa nih? Thankyou. Eh Teh, kayaknya bentar lagi Labu lahiran ya?"

"Mungkin? Kayaknya sebulanan lagi." jawab Theo yang kemudian Putri angguki.

Keduanya terhipnotis oleh Labu yang berbaring menggeliat menikmati cahaya matahari, lupa dengan seseorang yang sedari tadi menunggu benda persegi panjang tipis sampai dihadapannya.

Hingga akhirnya pagar rumah terbuka, disusul dengan mobil hitam yang keluar dari halaman rumah baru bisa membuat gadis itu tersadar.

"Warungnya tutup, bun. Ini dari Theo."

"Aduh, ngerepotin. Padahal biarin aja Theo, biar Putri nyari ke warung luar komplek," kata bundanya.

Mendengar itu Theo menggeleng ramah. "Gapapa, tante. Lagian kasian nanti otot ototnya bisi kaget kalo disuruh jalan keluar komplek."

"Hehh, aku gak selemah itu yah! Enak aja," protes Putri.

Sebal, batinnya. Mentang-mentang gadis itu jarang berolahraga bukan berarti jalan sedikit saja tubuhnya akan tumbang.

"Yaudah, bunda berangkat dulu ya? Kamu bener gak akan ikut?"

Putri menggeleng mantap. Keputusannya sudah bulat dari awal.

"Theo mau ikut kondangan? Biar Putri ada temen katanya," ujar bundanya.

Theo melihat raut wajah teman kecilnya yang terbelalak menatapnya sambil menggelengkan kepala berulang kali. Lagi-lagi laki-laki itu tersenyum ramah, "Engga, tante, makasih."

Kalau dikira basa-basi, sebetulnya juga bukan. Hal itu bisa saja terjadi. Dulu waktu keduanya masih kecil, Theo pernah beberapa kali diajak bundanya Putri untuk ikut ke undangan pernikahan. Tentu alasan utamanya supaya anak perempuannya itu punya teman diacara nanti. Theo selalu dikira kakaknya, dan terkadang Putri kecil merasa sebal karena anak laki-laki itu lebih terkenal ketimbang dirinya.

Ngomong-ngomong, itu sudah lama sekali.

Dan sekarang mobil hitam ayahnya sudah mulai melaju meninggalkan jalanan komplek.

"Kamu kenapa gak ikut, put?"

"Ada janji mau main ke rumah Kak Rina," jawab Putri.

"Hafal jalan ke rumahnya?"

Dear You [TXT fanfict]Where stories live. Discover now