10 | Gagal Dan Gagal

886 92 0
                                    

Setelah Mika berhasil memberi pengertian untuk Rasyid, Ziva pun segera duduk di pinggir teras rumah nomor 9F tersebut. Raja mengikutinya dan memilih duduk di hadapan Ziva agar bisa merekam percobaan yang akan Ziva lakukan. Ziva kini mengambil sedikit tanah kuburan yang ada di permukaan salah satu pot bunga menggunakan sekop kecil. Ia kemudian meletakkan tanah kuburan itu di tengah-tengah antara dirinya dan Raja. Setelah meletakkan tanah kuburan itu di tempat yang ia inginkan, Ziva pun menarik pot bunga yang tadi agar bisa berada tepat di samping tanah kuburan yang sudah ia pisahkan.


"Oke, sekarang sebaiknya kamu fokuskan kamera pada pot bunga dan juga tanah kuburan yang sudah aku pisahkan," pinta Ziva kepada Raja.

"Ya, akan aku fokuskan kepada dua hal itu," jawab Raja.

"Ras ... Mik ... kalian berdua siap-siap, ya," Ziva kembali berkoordinasi dengan Rasyid dan Mika.

"Siap, Ziv," balas Mika.

"Aku juga siap di posisi," tambah Rasyid.

Ziva pun membuka botol kecil yang tadi ia keluarkan dari dalam saku jaketnya. Raja memperhatikan hal tersebut, namun tidak bertanya-tanya mengenai botol apa itu kepada Ziva.

"Bismillahirrahmanirrahim, A'udzubikalimatillahi taammati min syarri maa khalaq," lirih Ziva.

Wanita itu kemudian menuangkan air yang ada di dalam botol kecil tadi ke atas tanah kuburan yang masih berada di pot bunga.

"ARRRGGGHHH!!! PANAS!!! PANAS!!! AMPUN!!!" jerit korban wanita yang ada di dalam rumah nomor 9F itu.

Suaranya benar-benar terdengar sampai keluar, sehingga Raja dan Ziva sempat terdiam selama beberapa saat.

"Ziva ... korban wanita di rumah nomor 7F ini mendadak berteriak dan mengaku merasakan hawa yang sangat panas di sekitarnya," lapor Rasyid.

"Iya, Ziv. Korban wanita di rumah nomor 8F pun begitu," tambah Mika.

"Segera beri mereka minum dengan air yang sudah kalian doakan agar rasa panasnya segera berhenti," titah Ziva.

Raja pun segera menyerahkan ponselnya ke tangan Ziva. Pria itu kemudian berlari ke dalam rumah untuk mengambil air yang akan didoakan lebih dulu sebelum diberikan kepada korban wanita di rumah tersebut. Teriakan korban di rumah itu berhenti perlahan setelah meminum air yang Raja berikan. Korban pun kembali tenang sehingga Raja bisa kembali keluar tak lama kemudian.

"Ziv, apakah menurutmu artinya cara yang pertama tadi kamu lakukan itu gagal?" tanya Mika.

"Sudah jelas gagal namanya kalau korban sampai berteriak-teriak begitu, Mik. Itulah yang sedang Ziva coba untuk hindari. Korban akan merasa sangat tersiksa jika kita memaksakan untuk tetap memakai cara yang pertama Ziva coba," jawab Tari, yang sudah tahu jawabannya meski Ziva tak mengatakan apa-apa.

"Akan aku coba cara yang kedua. Kalian tenang saja dulu," balas Ziva, singkat.

Ziva kini tengah bersiap untuk mencoba cara kedua, setelah cara pertama yang ia lakukan tadi gagal. Korban mendadak berteriak dan merasakan panas, yang artinya si pengirim teluh memang ingin membuat korban tersiksa dengan rasa panas tersebut seumur hidup mereka. Dia ingin membuat korban merasa dirinya selalu terbakar oleh sesuatu yang tidak bisa ditemukan sumbernya.

"Itukah alasannya mengapa kamu memisahkan tanah ini dari pot bunga itu sebelum mencoba cara yang pertama? Karena kamu mengantisipasi adanya kegagalan?" tanya Raja.

"Ya, kamu benar. Aku sedang mengantisipasi kegagalan. Maka dari itu tanah kuburan dari pot ini segera aku pisah-pisahkan. Bahkan jika percobaan kedua ini juga gagal, maka aku akan mencoba lagi dengan percobaan ketiga. Intinya ... kita tidak boleh gegabah, atau para korban akan menjadi sangat tersiksa meski teluh tanah kubur ini sudah kita patahkan," jawab Ziva.

Raja bisa melihat melalui wajah Ziva, bahwa saat itu Ziva sedang berusaha menutupi beban yang sangat berat. Kemungkinan, Ziva masih terus memikirkan hasil yang terjadi setelah dirinya mematahkan teluh tanah kubur dua tahun lalu. Ziva jelas masih kepikiran soal kondisi korban yang terus merasa tersiksa pada akhirnya, meski teluh tanah kubur itu sudah dipatahkan. Raja kini menjadi penasaran dan sangat ingin tahu mengenai kasus serupa yang ditangani oleh Ziva dua tahun lalu. Hanya saja, ia belum berani bertanya sama sekali mengenai persoalan itu. Ia takut membuat konsentrasi Ziva terpecah, sehingga semuanya akan menjadi berantakan.

"Bismillahirrahmanirrahim, A'udzubikalimatillahi taammati min syarri maa khalaq," lirih Ziva untuk yang kedua kalinya.

Air dari dalam botol kecil itu ia tuangkan ke atas tanah kuburan yang sudah ia pisahkan tadi. Sesaat kemudian terdengarlah erangan yang begitu mendadak, namun bukan erangan kesakitan seperti yang seharusnya terjadi.

"Ziva! Korban pria di rumah nomor 8F ini mendadak kejang dan tampak seperti sedang dicekik oleh hal yang tidak terlihat!" panik Mika.

"Ziv! Kami harus melakukan apa?" Rasyid juga ikut panik.

Ziva pun memberi tanda pada Raja untuk masuk kembali ke dalam rumah nomor 9F itu.

"Siram bagian leher korban dengan sisa air minum yang tadi sudah kalian doakan! Siram secepatnya!" perintah Ziva, sangat tegas.

Tari merasa cemas saat mendengar kepanikan itu melalui earbuds yang sejak tadi tidak pernah lepas dari telinganya. Sudah dua kali Ziva melakukan percobaan dan sudah dua kali pula percobaan itu mengalami kegagalan. Para korban selalu saja merasa tersiksa dengan cara apa pun yang dilakukan.

"Ziv, apakah menurut kamu masih ada cara lain?" tanya Tari.

"Aku masih berpikir, Tar. Aku tahu kasus kali ini berat. Tapi kita tidak punya jalan lain, selain mencoba berbagai cara agar tidak ada satu pun korban yang dihantui oleh rasa tersiksa. Sampai saat ini aku masih dihantui oleh rasa sesal, Tari. Aku menyesal karena tidak peka dan tidak terpikirkan soal keadaan korban setelah mematahkan teluh tanah kubur dua tahun lalu. Aku ... perasaanku terasa sakit saat mendengar kepasrahan yang terucap dari mulut kedua orangtua korban. Kamu masih ingat mereka bilang apa waktu itu, 'kan?"

"Mm ... aku masih ingat, Ziv. Aku tidak mungkin lupa."

"Mereka bilang, 'tidak apa-apa kalau pada akhirnya anak kami akan dihantui oleh rasa tersiksa seperti itu, setidaknya dia tetap hidup'. Aku tidak bisa lupa dengan kata-kata itu, Tar. Anak mereka jadi seperti orang gila sampai sekarang akibat dihantui oleh rasa tersiksa setelah aku mematahkan teluh tanah kubur itu dengan cara yang salah," Ziva menangis pelan.

Raja mendengarkan sejak tadi dari ambang pintu rumah. Untuk pertama kalinya, ia melihat sisi paling rapuh dari Ziva. Ia tidak pernah menduga kalau Ziva memiliki sisi paling rapuh, karena selama ini Ziva selalu terlihat tenang meski masalah besar sedang menghampirinya.

"Untuk apa hidup, kalau pada akhirnya tidak bisa kembali normal seperti sediakala? Maka dari itulah kali ini aku berusaha mencari cara agar para korban tidak lagi merasa tersiksa ketika teluh tanah kubur itu aku patahkan," tekan Ziva, belum mau menyerah.

* * *

TELUH TANAH KUBURWhere stories live. Discover now