1 | Hadiah Misterius

1.1K 124 5
                                    

Raja keluar dari kamar setelah selesai mandi. Waktu shalat subuh akan segera tiba, membuat dirinya segera mencari keberadaan Ziva yang sudah bangun lebih awal. Suara Retno terdengar begitu jelas dari arah dapur dan tampaknya sedang mencoba menasehati seseorang. Raja beranjak mendekat ke sana dan mendapati kalau Ibu dan Istrinya sedang bicara berdua.


"Ja ... coba nasehati Istrimu. Ini tuh masih subuh, kok bisa-bisanya dia sudah selesai mencuci piring dan memasak? Ibu sudah berusaha ingin mengeluarkan dia dari sini, tapi nyatanya Ibu gagal. Padahal Ibu sudah diberi peringatan oleh Tari soal Ziva yang hobi sekali menguasai dapur, kenapa Ibu malah lupa tidak memberi gembok pada pintu dapurnya," keluh Retno, panjang lebar.

Keluhan yang keluar dari mulut Retno pagi itu sukses membuat Raja tertawa terbahak-bahak. Bahkan Ziva sendiri pun kini sedang mencoba bertahan agar tidak ada tawa yang lolos dari mulutnya.

"Bu ... Ibu harusnya bersyukur karena Istriku hobi menguasai dapur. Kalau dia sampai hobi menguasai air, api, dan udara ... maka jelas akan berbahaya untukku, karena Ziva pasti akan memaksa aku untuk menjadi avatar," ujar Raja, dengan ekspresi yang sangat tenang.

Retno pun langsung menoleh ke arah Ziva yang tampaknya sudah tidak akan bisa bertahan lebih lama lagi untuk menahan tawanya.

"Nak ... tolong jangan lupa buatkan Raja obat tradisional, ya. Tampaknya dia sedang kumat dan butuh obat pagi ini," pinta Retno, yang kemudian segera beranjak meninggalkan dapur.

Raja pun segera mendekat pada Ziva dan memeluknya dari belakang dengan penuh perasaan. Ziva membiarkan Raja bermanja-manja pagi itu sambil tetap meneruskan kegiatannya mencuci piring.

"Lama-lama akan aku jahit mulutnya Tari. Bisa-bisanya dia memberi peringatan pada Ibu soal hobiku menguasai dapur. Kalau Ibu benar-benar memutuskan untuk memasang gembok pada pintu dapur, bagaimana? Aku jelas akan mendapat pekerjaan tambahan karena harus membongkar gembok yang Ibu pasang," ujar Ziva, mengadu soal embernya mulut Tari.

Raja kembali tertawa saat mendengar aduan tersebut. Ia mulai memberi kecupan di pipi kiri Ziva beberapa kali akibat merasa gemas.

"Di mana-mana, seharusnya wanita akan merasa senang kalau dilarang memasak oleh Ibu mertuanya. Mereka akan merasa bebas dan akan memanfaatkan hal tersebut karena tahu bahwa di rumah akan disediakan asisten rumah tangga oleh Ibu mertuanya tersebut. Kamu kok beda, sih? Kok malah kamu enggak mau kalau sampai Ibu menyuruhmu diam-diam saja di rumah?" heran Raja.

"Kakanda Rajaku tersayang ... kalau aku malas-malasan saat di rumah, kamu dan Ibu nanti mau makan apa? Siapa yang akan menjamin kesehatan kamu dan Ibu kalau sampai harus menikmati makanan yang dibeli atau dimasak oleh orang lain? Menurutmu, aku senang kalau akan ada asisten rumah tangga di rumah kita? Enggak, aku enggak akan merasa senang. Selain karena aku tidak merasa bebas melakukan apa saja akibat dari adanya orang asing di dalam rumah, aku juga akan mengurangi pahala yang seharusnya aku terima setelah mengurus Suami dan Ibu mertuaku. Jadi, tidak boleh ada perdebatan soal asisten rumah tangga di antara kita berdua. Karena aku enggak akan pernah mau disaingi sama asisten rumah tangga," jelas Ziva, terdengar tak ingin dibantah.

Pelukan Raja terasa semakin erat dan hangat. Ziva akhirnya selesai mencuci piring dan mulai mengeringkan kedua tangannya. Wanita itu pun berbalik dan mengalungkan kedua tangannya pada leher Raja. Ia tersenyum begitu cantik di hadapan Raja, membuat Raja langsung mengecup singkat bibirnya yang mungil.

"Kalau kamu memang tidak mau ada asisten rumah tangga, aku akan ikuti apa yang kamu mau. Tapi ... kalau kamu akhirnya membutuhkan bantuan setelah merasa terlalu capek mengerjakan semuanya sendiri di rumah kita, maka kamu harus membicarakannya dengan jujur kepadaku," pinta Raja.

"Insya Allah aku tidak akan pernah membicarakan soal asisten rumah tangga kepadamu. Insya Allah aku juga tidak akan pernah mengeluh soal capek. Pokoknya kamu percayakan saja semua padaku. Aku enggak akan mengecewakan kamu dan Ibu," janji Ziva.

Raja pun menganggukkan kepalanya, pertanda bahwa ia memang percaya pada Ziva tentang janji yang baru saja terucap tersebut. Mereka berdua kemudian beranjak ke kamar untuk shalat subuh berjamaah. Setelah selesai shalat subuh, mereka kembali keluar dari kamar dan mendapati kalau Retno sudah lebih dulu mencicipi semua makanan yang Ziva masak tadi.

"Wah, Ibu sepertinya sudah tidak sabar sekali ingin sarapan, sampai-sampai tidak menunggu kami berdua," goda Raja dengan sengaja.

"Itulah alasannya mengapa Ibu meminta padamu agar kamu menasehati Ziva supaya tidak menguasai dapur. Bayangkan, dari jam empat subuh Ibu terbangun karena mencium aroma sedap dari semua masakan yang dia masak. Dan baru pukul setengah enam Ibu bisa mencicipi semuanya. Apakah kamu tidak terbayang dengan perasaan tertahan yang Ibu rasakan, Nak?" adu Retno, tampak dramatis.

Ziva kini mulai menyajikan jus yang tadi dibuatnya dan sudah didinginkan di kulkas selama satu jam.

"Diminum jusnya, ya, Bu. Itu jus campuran, isinya apel, wortel, dan tomat. Ibu harus minum sampai habis agar Ibu selalu sehat. Kalau Ibu selalu sehat, kami berdua akan merasa sangat bahagia," ujar Ziva, sambil merebahkan kepalanya di pundak Retno.

Retno pun langsung memeluk Ziva sebagai balasan betapa romantis dan perhatian menantunya tersebut.

"Ibu akan lebih bahagia lagi jika kamu bisa diam saja di rumah dan menemani Ibu mengobrol, Sayang," bujuk Retno.

"Ibu mau aku minta seseorang membuatkan meja dengan model mini bar untuk di dapur? Dulu Ibuku juga sering mengeluh soal aku yang hobi sekali menghabiskan waktu di dapur sejak bisa memasak untuk keluarga kami. Tapi setelah aku meminta meja model mini bar dibuat di dapur, Ibuku akhirnya tidak pernah kekurangan waktu mengobrol denganku. Dia duduk sepanjang waktu di dapur sambil melihat aku memasak, mencuci piring, atau bahkan ketika aku bereksperimen mencoba resep kue terbaru. Bagaimana? Ibu mau kusediakan meja berbentuk mini bar di dapur?" tawar Ziva.

Retno pun langsung memukul-mukul lengan Raja sambil menahan jeritan bahagianya, usai mendapat tawaran dari Ziva.

"Segera buatkan meja seperti yang ada di rumah Ayah dan Ibu mertuamu! Ibu mau menghabiskan waktu di dapur bersama Ziva meski Ibu tidak akan memasak sama sekali!" pinta Retno--lebih tepatnya memaksa.

"Iya, Bu. Iya. Nanti siang aku akan minta pada pemilik toko furniture untuk membuat meja yang Ibu inginkan," Raja benar-benar memberi kepastian.

Satpam yang bekerja untuk Keluarga Wiratama masuk tak lama kemudian ke rumah itu, sambil membawa sebuah kotak berbungkus kertas kado dan berhias pita yang cantik. Raja menerima kotak tersebut, sementara Ziva dan Retno hanya memperhatikan saja dalam diam.

"Mas Raja, itu ada titipan hadiah pernikahan untuk Mas Raja dan Mbak Ziva," ujar Sarmin.

"Hadiahnya dari siapa, Pak Sarmin?" tanya Raja.

"Kurang tahu, Mas Raja. Tadi hadiahnya diantar oleh kurir."

"Diantar oleh kurir, Pak Sarmin? Pagi-pagi buta begini?" heran Ziva.

"Saya juga agak curiga awalnya, Mbak Ziva. Tapi setelah saya guncang beberapa kali, tampaknya isi hadiah itu bukanlah barang berbahaya. Jadi saya terima saja," jelas Sarmin.

Setelah Sarmin pergi, Raja pun menatap ke arah Ziva.

"Mau dibuka sekarang?" tanyanya.

"Jangan. Simpan saja dulu dan mari lanjutkan sarapan kita pagi ini. Kita akan buka setelah selesai sarapan," jawab Ziva, yang perasaannya mulai sedikit tidak enak.

* * *

TELUH TANAH KUBURМесто, где живут истории. Откройте их для себя