21 | Bekerja Sama

865 83 5
                                    

Tari dan Rasyid kini bekerja sama untuk menyediakan air minum yang sudah didoakan. Air yang tadi sudah didoakan oleh Raja dan Ziva tampaknya masih kurang jika untuk dipakai meruqyah sembilan orang korban dalam tiga keluarga yang mereka tangani. Raja dan Ziva berada di luar rumah nomor 7F dan 8F. Mereka sedang mengumpulkan tanah kuburan yang disebar oleh Heri pada pot-pot bunga dan halaman berumput. Mereka mengumpulkan tanah kuburan itu agar nanti bisa disatukan pada wadah yang sudah disediakan oleh Rasyid.


Mika tiba tak lama kemudian. Raja melihat kedatangannya karena Mika langsung masuk ke area rumah nomor 7F.

"Assalamu'alaikum. Mana yang lainnya, Ja?" tanya Mika.

"Wa'alaikumsalam, Mik. Rasyid sama Tari lagi menyiapkan air untuk ruqyah di rumah kosong seberang sana. Kalau Istriku ada di rumah sebelah, dia sedang melakukan hal yang sama dengan yang aku lakukan saat ini. Mengumpulkan tanah kuburan yang disebar oleh rekannya Pak Ardit," jawab Raja.

"Berarti sekarang tanah kuburan yang belum dikumpulkan hanya yang terdapat di rumah nomor 9F?"

"Iya, Mik."

"Oke, kalau begitu akan aku kerjakan bagian di rumah nomor 9F," ujar Mika.

"Jangan lupa pakai sarung tangan dan juga pakai sekop untuk mengambil tanahnya. Kata Ziva tanah kuburan itu tidak boleh tersentuh secara langsung oleh tangan," saran Raja.

"Siap," sahut Mika.

Mika melintas di depan rumah nomor 8F dan Ziva melihat sosoknya. Ziva langsung berlari dan berhenti di pagar rumah nomor 8F tersebut.

"Mika! Sini dulu!" panggil Ziva.

Mika pun bergegas memutar arah langkahnya dan mendekat pada Ziva.

"Kenapa, Ziv? Butuh bantuan?" tanya Mika.

"Aku cuma mau kasih tahu sama kamu untuk jaga emosi selama aku belum mematahkan teluh tanah kubur. Di rumah nomor 9F itu ada Pak Ardit yang sedang tertidur akibat obat tidur yang kami campurkan dalam minumannya. Jangan pedulikan dia. Lakukan saja yang akan kamu lakukan, dan tetap jaga emosi jika aku belum memberimu izin," jelas Ziva.

Ziva jelas tahu kalau Mika akan melampiaskan amarahnya jika sampai melihat Ardit di rumah nomor 9F. Saat ini Mika sedang emosi-emosinya, akibat hal yang terjadi pada Hani. Maka dari itu ia harus mengantisipasi luapan emosi pria itu agar tetap terkendali.

"Insya Allah aku akan menahannya untuk saat ini, Ziv. Aku baru akan meluapkan jika memang waktunya sudah tiba. Kamu tenang saja," janji Mika.

"Ya sudah, pergilah ke rumah sebelah jika memang kamu sudah paham dengan apa yang aku maksud."

Mika pun akhirnya kembali melanjutkan tujuannya menuju rumah nomor 9F. Pria itu segera melakukan apa yang tadi ia lihat sedang dilakukan oleh Raja. Sosok Ardit sempat terlihat olehnya dari arah pintu rumah yang terbuka. Tampaknya pria itu benar-benar tertidur pulas akibat efek obat tidur yang Ziva dan Raja berikan. Mika segera mengabaikannya dan langsung mengerjakan tugasnya untuk mengumpulkan tanah kuburan yang disebar di rumah itu.

Rasyid menghampiri Mika setelah selesai menyiapkan air bersama Tari. Pria itu berdiri di pagar sambil mengawasi situasi, agar ia bisa melihat jika Aksan mungkin akan mendekat padanya.

"Mik, kamu akan ada di luar bersama Ziva hari ini. Tandanya kamu akan melihat laki-laki bernama Heri itu datang ke sini saat teluh tanah kubur yang dia kirim hendak dipatahkan oleh Ziva," ujar Rasyid.

"Iya, aku tahu itu Ras. Aku tidak akan menyia-nyiakan kesempatan itu untuk membuatnya membayar yang sudah terjadi pada Hani. Aku tidak akan berbelas kasih hari ini pada orang yang sudah melakukan kekerasan pada sahabat kita," tanggap Mika.

"Aku cuma mau bilang satu hal sama kamu. Tolong jangan segan-segan saat menyerangnya. Serang dia seakan kamu memang harus melawannya mati-matian agar tidak menghalangi pekerjaan kita. Kamu harus gunakan momen itu untuk menutupi cara kita membalas perbuatannya pada Hani," pinta Rasyid.

"Kamu tenang saja, Ras. Tadi sudah kubilang, bukan, bahwa aku tidak akan segan-segan saat meyerangnya?"

Tari tahu bahwa mungkin Rasyid sedang membicarakan sebuah rencana bersama Mika. Seharusnya ia mencegah dua pria itu membuat rencana apa pun, namun kali itu entah mengapa ia sama sekali tidak ingin mencegah sama sekali. Tari jelas merasa sakit hati atas apa yang terjadi pada Hani. Sejak dulu sampai sekarang, dirinya dan Ziva sama-sama tidak pernah menyakiti Hani dan justru terus berupaya melindunginya jika ada orang yang ingin menjahatinya. Tapi tadi, saat Hani sedang dalam kondisi sendirian, Heri dengan tega melakukan tendangan berulang-ulang pada perut dan tubuh Hani hingga wanita itu kesakitan. Tari bahkan tahu kalau Ziva saat ini juga sedang merasa marah atas hal itu. Namun karena tuntutan pekerjaan yang harus diselesaikan, maka Ziva mencoba menekan dalam-dalam emosinya dan lebih memilih diam saja serta tidak membahas. Jika emosi itu dikeluarkan olehnya, entah apa yang akan terjadi pada Ardit saat ini. Ziva adalah sosok yang paling menyayangi semua sahabatnya. Dia tidak akan pernah bisa menerima jika terjadi sesuatu pada salah satu di antara mereka.

"Mau dibantu, Ziv?" tawar Tari.

"Tidak usah, Tar. Kamu persiapkan saja diri dan tenaga untuk meruqyah para korban. Kali ini kamu harus meruqyah tiga orang sekaligus, Tar. Maka dari itu sebaiknya kamu menghemat tenaga mulai dari sekarang," ujar Ziva.

"Ziv ... kita belum membicarakan soal Hani," ungkit Tari.

"Mari jangan bicarakan sekarang, Tar. Tolong bantu aku untuk mempertahankan kesabaranku kali ini. Karena jika sampai kita membahasnya sekarang, aku mungkin akan lepas kendali dan marah tanpa peduli dengan pekerjaan kita yang belum tuntas. Ada tanggung jawab yang aku pegang di antara kita saat ini, Tar, dan tanggung jawab itu harus kupenuhi agar tim kita selalu dipercaya oleh siapa pun yang ingin meminta bantuan mengenai menghadapi hal-hal gaib. Jika tanggung jawab itu kuabaikan hanya karena perkara emosi yang tidak bisa kutahan, maka tim kita akan diragukan oleh banyak orang."

Tari pun mengangguk-anggukkan kepalanya. Ia paham dengan apa yang menjadi bahan pertimbangan Ziva sehingga memilih untuk mempertahankan kesabarannya. Ziva memang sulit ditebak, namun dia selalu jujur jika sedang memikirkan atau mempertimbangkan sesuatu. Dia akan selalu mengungkapkannya dan tidak memendam sendirian.

"Pak Aksan tampak sibuk sekali. Dia belum selesai menelepon sejak selesai shalat dzuhur, 'kan?" tanya Ziva.

"Ya, dia memang belum selesai menelepon sejak selesai shalat dzuhur. Entah apa yang dia bicarakan dengan Sekretarisnya. Tampaknya itu mungkin menyangkut soal perkara yang saat ini sedang kita hadapi," jawab Tari.

"Atau bisa jadi dia sedang membicarakan soal Heri secara diam-diam," Ziva membuat dugaan lain.

* * *

TELUH TANAH KUBUROnde histórias criam vida. Descubra agora