PROLOG

480 102 25
                                    

Badai di malam buta menerjang objek penyejuk bumi di dalam gulita. Lebatnya hujan yang turun beserta tiupan sang bayu menabrak onggokan pohon pinus yang berdiri dengan angkuh. Melawan dam tetap bertahan untuk tetap melekat pada media kehidupanya, tanah. Meski begitu, tidak menyurutkan niat seorang wanita untuk berhenti dan bernaung. Berlari-lari dengan perasaan takut dan khawatir. Merengkuh seorang bayi kecil di alam dekapannya dengan erat di bawah murka semesta. Jauh dari pemukiman, jauh pula di dalam hutan wanita itu terus berlari hingga membuat pakaiannya sobek di beberapa bagian.

Hutan Grivil tempat mereka berada. Hutan yang letaknya amat jauh dari ibukota Eunoia. Berada di hutan Grivil memerlukan usaha ekstra untuk tetap bertahan dan melindungi diri dari kemungkinan besar bertemu dengan kelompok serigala dan hewan buas lainnya.

"Bertahanlah ..." Nyaris seperti merintih. Ditengah-tengah ayunan kencang kedua pasang kaki, dia tersenyum getir. Entah meratapi nasib malang yang telah terjadi, atau malah mengasihani si jabang bayi.

Wanita itu terus melongok kesana-kemari, berharap menemukan tempat bernaung. Perlahan kakinya berjalan, merasakan dingin yang begitu menusuk kulit, bajunya yang basah kuyup menjadikannya semakin menggigil. Lelah semakin ia rasakan.

Bangunan kecil seperti rumah berhasil ia temukan. Tempatnya untuk bernaung selanjutnya. Rumah dari bebatuan dan kayu. Meskipun ukurannya kecil, tapi rumah itu cukup hangat untuk ditempati. Membuka pintu usang yang sudah tua serta merebahkan si bayi di atas kursi——di depan perapian. Wanita itu segera menyalakan api di dalam perapian guna menghangatkan keduanya.

Dia duduk bersimpuh di samping kursi, mengelus rambut putih si bayi seraya menerbitkan senyum tulus.

"Mulai sekarang kau sudah menjadi keluargaku."

Si bayi kecil, balas menatap si wanita lekat-lekat dan sedikit terbatuk-batuk.

"Oh, sepertinya kau sakit." Wanita itu menyabet sebuah kain untuk mengganti bedong yang digunakan si bayi. Dia mengelus surai rambut tipis nan putih si bayi dengan perasaan tulus layaknya seorang putri.

"Maaf," tampaknya hanya itu yang mampu dia katakan. Meskipun kelahirannya tidak direstui oleh semesta, setidaknya mereka masih membiarkannya hidup hingga apa yang dilakukannya diketahui oleh mereka. Tentunya masihlah ada harapan lagi untuknya dapat melihat hari esok.

Wanita itu duduk termenung menatap jendela, melihat raungan-raungan badai yang masih terus menggerus alam dan seisinya dengan tatapan kosong. Dia menggenggam erat sebuah kunci yang dijadikan bandul kalungnya. Terbuat dari batu granit putih dan memiliki permata jingga di ujung kunci——dia mulai memejamkan mata sembari merapalkan kalimat asing.

"*Fairy King vƏ onun nƏslini qoruyun."

Permata jingga di ujung kunci menjadi bersinar redup. Wanita itu beralih mencium kening si bayi sembari tersenyum. "Kau akan baik-baik saja."

~•~

———————
*Lindungi Raja Peri dan keturunannya

THE LEXINE : Forbidden Love
©2023flyandhini

THE LEXINE : Forbidden Love [REVISI]Where stories live. Discover now