13. koma

8 2 9
                                    

Kamis.

Ujian harian ke tiga sudah di mulai sejak tadi pagi, dan kini dua remaja itu yang tadi konsisten dalam pelajarannya kini tengah berada di lapangan, keduanya tengah memainkan basket dengan begitu lihai.

"Parah, otak gue meledak nih sebentar lagi."ucap Rangga yang duduk lesehan di lapangan SMA kencana.

Sedangkan yang sekarang memainkan basket hanya Matteo saja.

Matteo hanya fokus memainkan basket itu dan keringatnya sudah bercucuran di keningnya.

"Over yo, over!"heboh Rangga dan kini basket itu sudah berada di tangan rangga, teman sekelasnya.

Kini Rangga lah yang fokus memainkan bola basket tersebut.

Beberapa menit kemudian, keduanya beristirahat di kursi kayu yang berjejeran di sudut lapangan.

Namun saat matteo akan meneguk air mineral itu terhenti, karena kepalanya terasa sakit, bahkan sakitnya lebih dari semalam.

Lalu Rangga pun menoleh, menata temannya, wajah Matteo pucat dan Rangga melihat nya dengan jelas.

"Yo! Lo gak papa?"tanya Rangga panik.

Matteo menggeleng pelan."g-gue ga–"

Belum saja melanjutkan perkataannya, Matteo sudah ambruk dan untungnya saja Rangga dengan sigap menahan tubuhnya.

"Yo!"

°°°

Karena di UKS tidak ada peralatan lengkap untuk memeriksa nya, rangga–temannya membawa Matteo ke rumah sakit dan akhirnya Matteo sudah di tangani oleh dokter.

Rumah sakit belintang.

"Rangga, mana hatta?!"ucap seseorang wanita yang baru saja datang ke rumah sakit, siapa lagi kalau bukan–tia bundanya, dirinya kini tengah khawatir ke pada Matteo, takut terjadi hal yang tak diinginkan.

"Tante tenang dulu ya, Matteo lagi di tangani sama dokter,"balas Rangga, sedangkan Tia hanya memainkan jari-jemarinya cemas.

"Bun, gimana, gimana keadaan hattala?"kini di susul oleh irhan–ayahnya Matteo.

Tia pun menoleh."lagi di tangani."balas Tia sedangkan Irhan terdiam dengan pikiran-pikiran nya.

Engsel pintu itu terdengar jelas di telinga ketiga orang yang sedang menunggu kabar dari salah satu dokter yang tengah menangani Matteo.

"Dok, gimana keadaan anak saya?"tanya Tia.

"Apa anak saya baik-baik aja dok?"sambung Irhan.

"Temen saya sakit apa dok?"ujar Rangga.

Dokter itu menatap kedua orang tuanya dari salah satu pasien, dirinya ada sedikit keraguan untuk menyatakan yang sebenarnya terjadi, tapi mau bagaimana manapun ini tentang keadaannya, keadaan yang sebenarnya.

"Mari ikut saya, kita bicarakan di ruangan saya."ucap dokter itu yang langsung di Angguki oleh ketiganya.

"dia koma,"ucap Kelvin–dokter rumah sakit belintang.

"Apa kalian tidak mengetahui penyakitnya?"tanya Kelvin, bahkan kedua orangtuanya berpikir keras bahwa keduanya tidak tau tentang anaknya.

Keduanya menggelengkan kepalanya.

Dan Kelvin paham akan situasi, pasti anak itu tak ingin merepotkan kedua orangtuanya atau bahkan tak ingin untuk di ketahui nya.

"Apa saya boleh jujur? sebelum saya terlambat untuk mengatakannya?"ucap Kelvin, ketiganya mengangguk dengan sedikit ragu.

Kelvin menghela nafas dalam-dalam, lalu."anak kalian memiliki penyakit leukimia kanker, kalian tau penyakit itu sangat mematikan? Bahkan anak kalian sudah memasuki kanker stadium akhir."

Deg.

"Gak mungkin dok, dokter jangan bercanda deh!"

"Mas? gak mungkin kan?!"sambung Tia, hatinya sekarang terasa di tusuk oleh benda tajam saat dokternya mengatakan hal seperti ini, hal yang tidak dirinya duga.

"DOKTER, LO BOHONG KAN?!"teriak Rangga, emosinya sudah naik pitam.

Sedangkan dokter kelvin hanya terdiam, Dirinya tidak bisa mengatakan apa-apa lagi kepada mereka, ini adalah nyata dan mereka harus menerima kenyataan nya itu.

"AKKHH!"

"KENAPA LO GAK BILANG YO! KENAPA LO GAK BILANG KALAU LO SAKIT!teriak Rangga rasanya dirinya hancur saat sudah mengetahui itu Semua, dan dirinya tidak terima sama sekali dengan keadaan seperti ini, dirinya sama sekali tidak terima.

"Hatta, kenapa kamu gak bilang sama bunda sayang."Isaknya, tak bisa di pungkiri jika anak semata wayangnya memiliki penyakit mematikan seperti ini.

"Kenapa kamu menyembunyikan hal ini dari kita nak."gumam Irhan bahkan Irhan juga tak menyangka anak semata wayangnya nya mempunyai penyakit mematikan seperti ini.

Dan yang ketiganya inginkan sekarang adalah kesembuhan dari laki-laki itu, namun mustahil bukan? Bahkan penyakit yang di deritakan oleh seorang Matteo adalah penyakit mematikan.

Sedangkan dokter kelvin yang mengetahuinya merasa bersalah, sejujurnya dirinya tidak ingin mengatakan hal ini, namun dirinya seorang dokter dan harus mempunyai rasa kejujuran dan bertanggung jawaban, tapi itu semua terlambat, karena Matteo Hattala sudah memasuki stadium akhir.

Dan mereka hanya perlu untuk mendoakannya agar semua baik-baik saja.

°°°

"Nanti cita-cita kamu mau jadi apa sayang?"tanya seseorang wanita itu yang kini tengah memangku Anak kecil yang masih berusia 7 tahun itu.

Anak kecil itu berpikir sejenak, lalu."aku mau jadi dokter, biar bisa sembuhin ayah sama bunda kalau lagi sakit."balas Matteo kecil.

Tia hanya tertawa pelan mendengarkan perkataan yang di lontarkan oleh anaknya."kalau kamu sakit, nanti ayah sama bunda yang bakal jadi dokter kamu."ujar Tia, sedangkan Matteo kecil hanya tertawa pelan mendengarkan perkataan dari bundanya.

Mata Matteo tertutup rapat, bahkan yang dulu nya selalu tertawa kini hanya keheningan yang mereka dapatkan.

Kini Tia dan irhan juga Rangga sudah berada di ruangan Matteo yang tengah di rawat di sana.

Sekencang mungkin tangan Matteo di genggam oleh Tia–bundanya.

Isakan tangisnya masih mengalir deras bagaikan hujan yang tak pernah reda.

Tia masih ingat masa lalu dirinya bersama Matteo yang dulunya masih berumur 7 tahun dan dirinya masih ingat akan masa lalu itu, Dimana Matteo yang ingin bercita-cita sebagai dokter agar bisa menyembuhkan kedua orangtuanya.

Irhan dirinya hanya diam.

"Mau ayah beliin apa kalau Ayah udah pulang ke Jakarta?"tanya Irhan kepada Matteo kecil itu.

Matteo mengulum senyum tipis lalu tangannya menunjuk ke atas awan.

"Atta mau naik pesawat, atta mau ngerasain ketinggian."balas Matteo kecil, lalu kepala Irhan mendongak menatap ke atas awan.

Dan dirinya pun menoleh kembali kepada anaknya."siap laksanakan."

Memories itu masih terpikir oleh Irhan, dulu Matteo selalu saja ingin menaiki pesawat karena dirinya suka melihat hotel-hotel yang menjulang tinggi ketika dirinya berada di dalam pesawat.

Sedangkan Rangga–temannya dirinya juga terdiam.

"Sante dong big bos."ujar Rangga.

"Big bos, big bos, pala Lo peang."sarkas Matteo sedangkan Rangga tertawa pelan saat melihat reaksi wajah Matteo yang menyebalkan nya itu.

Perkataan itu masih membekas di dalam dirinya, lucu saja jika dirinya sudah menjaili Matteo, atau bahkan mengompori amarahnya,

Namun itu semua yang terjadi bisa saja hanya untuk di kenang bukan?

°°°

RAIN [sudah Terbit]Where stories live. Discover now