08. kebahagiaan rain

6 3 3
                                    

Jujur saja saat mengatakan hal itu ke bundanya dirinya merasa ragu apalagi raut wajah bunda nya tidak bisa untuk ia Artikan.

Tia menghela nafas lalu mengusap pundak Matteo dengan lembut. Dan mengangguk menyetujui perkataan Matteo.

"Bunda izinin kalau itu yang kamu mau."balas Tia membuat Matteo menatap nanar ke arah Tia.

"Bun, b-beneran?"ucapnya terbata-bata, Tia pun mengangguk mengiyakannya, yang di rasakan oleh dirinya sekarang adalah senang.

Seorang paruh baya itu tersenyum kala mendapati anaknya yang tengah senang karena dirinya mengizinkan Matteo untuk membawa perempuan ke rumahnya.

"Yaudah sana, siap-siap dulu, kita makan malem bersama, besok malam kamu bawa perempuan itu untuk makan malam bersama."ucap Tia–bunda nya.

Wanita itupun melenggang pergi saat sudah mengatakan seperti itu, sedangkan Matteo yang tengah berada di ambang pintu tengah merasakan kesenangan yang mendalam.

°°°

"Yo, Lo udah gak papa?"tanya seorang laki-laki yang kini tengah berada di kursi, keduanya kini sedang berada di kelasnya, jam istirahat baru saja berbunyi beberapa menit lalu dan mereka berdua hanya menyempatkan untuk diam di kelas Saja.

Sedangkan yang di tanya pun hanya menggeleng saja.

"Gue gak papa kok rang, jijik banget gue di khawatirin sama Lo."balas Matteo kepada rangga—teman sekelasnya.

"Anjir, siapa juga yang khawatirin Lo."ujar Rangga.

"Lah! Terus itu apa namanya? Kalau gak khawatir."kesal Matteo temannya ini hanya bisa menguras kekesalannya.

"Meleketehe."balasnya membuat Matteo semakin geram di buatnya.

Dasar teman gak ada akhlak memang.

°°°

Malam ini Matteo Hattala akan menjemput perempuan yang dirinya sudah kenal lama, hadirnya perempuan itu membuatnya semakin lebih baik dari sebelumnya, begitu pun sebaliknya.

"Bun! Yah!"

Kedua orang tua itu datang menghampiri ruangan tengah.

"Cie, udah siap aja nih anak bunda."ucap Tia sambil menggoda anaknya.

Sedangkan seorang pria yang ada di sebelah Tia hanya terkekeh, dia suami dan ayah dari Matteo hattala.

"Yaudah sana, jemput,"ujar irhan kepada anak laki-lakinya itu, Matteo pun menepuk pundak ayahnya.

"Siap yah!"

Irhan hanya membalas dengan senyuman.

Lalu Matteo pun berjalan untuk keluar rumahnya dan akan menjemput perempuan itu mengunakan mobil.

°°°

Suasana rumahnya hening, hanya dentingan sendok yang beradu dengan piring berwarna putih yang sudah tertata rapi di meja makannya, hidangan-hidangan yang di sajikan oleh Tia sangat begitu banyak.

Tia menatap perempuan itu dengan takjub, ia tak menyangka jika sosok perempuan yang selalu di ceritakan oleh anaknya begitu cantik dan baik hatinya.

Seorang tuna netra yang penuh dengan luka namun selalu kuat untuk menghadapi segalanya.

Wanita itu mendekati perempuan itu itu, lalu memberikan roti coklat kepada perempuan itu, dengan ke lembutannya.

"Di makan ya,"ucap Tia dengan penuh kelembutan membuat rain Casandra–mengangguk mengiyakan, dirinya sekarang malu, Apalagi dirinya tengah berhadapan dengan orang tua dari laki-laki yang sudah di kenali nya sejak hari sore lalu.

"Makasih, Tante."balas rain, Tia mengangguk walaupun sama sekali tidak bisa di lihat oleh rain.

"Kalau kamu butuh sesuatu, bisa minta tolong Tante ya."peringatnya membuat rain mengangguk pelan.

Tadinya Matteo merasa ragu, takut-takut kedua orang tuanya tidak menerima akan keadaan perempuan itu, namun nyatanya kedua orangtuanya tidak seperti itu, malah kedua orang tuanya takjub dengan kebaikan dan kesopanan dari seorang rain Casandra.

Tia juga seorang perempuan yang jauh dari kata sempurna, maka dari itu sesama perempuan ia juga akan menghargainya sama seperti Irhan akan jauh lebih menghargai sosok perempuan itu yang selalu di ceritakan oleh Matteo Hattala–anaknya.

Matteo yang sedari tadi diam, ia pun lalu menoleh menatap rain yang tengah melahap roti coklat kesukaannya, bagi Matteo, rain hanya lah seorang anak kecil yang harus mendapatkan penuh kasih sayang, sebisa mungkin ia akan membahagiakan nya dengan cara dirinya Walaupun seujung helai pun Rain tak bisa melihat sosoknya.

"Lahap banget, suka ya?"tanya Matteo, membuat rain terhenti dengan aktivitas nya.

Matteo terkekeh dibuatnya."udah makan lagi, gak usah sungkan."ejeknya membuat rain ter diam malu, sedangkan kedua orangtuanya hanya tertawa pelan melihat reaksi dua remaja itu.

°°°

Sejak makan malam itu sudah di selesaikan, Matteo kini mengantarkan perempuan itu untuk pulang, dalam perjalanan mereka hanya terdiam membisu tak ada kata-kata Satupun yang ingin mereka lontarkan.

Matteo menghela nafas, lalu menatap rain dengan penuh tanda tanya.

"Senang?"tanya Matteo, sontak membuat rain mengerjapkan matanya.

"Banget."sambung rain.

"Gue ikut bahagia kalau Lo bahagia, terus kayak gini ya rain? gue gak mau liat Lo sedih, gue gak mau liat Lo terluka, kalaupun itu terjadi, biar gue aja, biar gue aja yang menanggung semuanya rain."ucapan Matteo membuat rain terdiam membisu, ucapan Matteo selalu membuat hatinya tenang, bahkan ucapan laki-laki itu selalu menjadi penyemangat bagi rain kala rain sedang terjadi sesuatu yang tak di inginkan.

Semua orang akan mendapatkan kebahagia dengan porsinya masing-masing kan? maka itu kebahagiaan rain hanya Matteo saja, penenang rain hanya Matteo saja.

Matteo, Matteo. Itu adalah sosok ketenangan untuk dirinya.

"Terimakasih Matteo, kalaupun aku gak kenal sama kamu, aku gak tau, gimana hidup aku nantinya jika tidak mengenal mu."balas rain.

"Gue juga rain, jika gue tak mengenal Lo, mungkin gue akan selalu menjadi manusia paling nakal dan sangat keras kepala."balasnya, memang dulu saat dirinya sejak SMP sampai kelas 1 SMA sering berbuat ulah yang mungkin saja semua orang akan risih pada sosok Matteo, namun saat dirinya sudah menginjak kelas 2 SMA dirinya kini di pertemukan oleh rain, rain yang di temui sore lalu, Rain sosok perempuan baru di dalam hidupnya, maka dari itu ia sangat bahagia mengenal perempuan baik seperti rain Casandra begitu pun sebaliknya dengan Rain.

"Terus sekarang? apa kamu masih keras kepala?"tanya rain, dirinya hanya penasaran saja.

"Gak sih, cuman keras batu aja."balas Matteo tak jelas.

Rain langsung mengelakkan tawanya, bisa-bisanya Matteo berkomedi di malam hari, membuat perut dirinya keram karena tawa nya yang menggelegar.

Laki-laki itu terkekeh, akhirnya ia bisa melihat tawa perempuan itu yang sudah menjadi candunya.

"Mario, Mario, kamu cosplay jadi seorang pelawak ya?"tanya rain.

"Gak lah, gue gak mau jadi seorang pelawak."ujar Matteo, membuat rain mengerutkan keningnya.

"Terus apa dong?"

"Gue mau jadi kodok aja."ucap Matteo.

Lagi-lagi rain tertawa karena ulahnya.

Matteo benar-benar kebahagiaannya, kebahagiaan untuk rain.

°°°

RAIN [sudah Terbit]Where stories live. Discover now