・༓☾ 37. Ikhlas? ☽༓・

25 4 0
                                    

Hai, Camaraderie Gengs🌞🌻💛

Absen dulu. Hari favorit kamu apa👉

Vote dan penuhi komentar di setiap paragraf juga, Gengs🙌

Happy reading🥰
.

.
.
・༓☾ ☽༓・

"Menurut kamu ayam atau telur duluan, Fi?" tanya Selatan random sembari menaruh satu telur rebus ke kotak bekal Alfi sekaligus dengan ayam goreng yang tadi dibelinya di kantin

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Menurut kamu ayam atau telur duluan, Fi?" tanya Selatan random sembari menaruh satu telur rebus ke kotak bekal Alfi sekaligus dengan ayam goreng yang tadi dibelinya di kantin.

"Ayam mungkin?" sahut Alfi, ekspresi wajahnya terlihat benar-benar seperti tengah berpikir keras. "Kalau nggak ada ayam, kan, nggak bakalan ada telur, Tan."

"Ayam juga nggak bakalan ada tanpa telur, Fi." Selatan menjawab, mengulas senyum tipis pada gadis itu.

"Dahlah, bingung. Mau ayam atau telur duluan, yang penting aku bisa makan dua-duanya," jawab Alfi yang tak ingin memperdebatkan hal semacam itu lagi. Bisa makan ayam dan telurnya itu sudah cukup tanpa harus mempertanyakan mana yang lebih dulu ada di antara keduanya.

Sontak keduanya pun tertawa. Menertawakan sesuatu yang keduanya ciptakan sendiri. Guratan bahagia itu jelas kentara di wajah mereka meskipun hanya dari candaan semacam tadi.

Keduanya kini tengah duduk beralaskan rumput, tepat di bawah pohon mangga taman sekolah yang tidak berbuah. Suasananya nampak lenggang sekaligus sejuk dengan angin yang bertiup sepoi-sepoi. Suasana yang terasa nyaman dan menenangkan.

Melihat rambut Alfi yang tertiup angin, seperti menganggu aktivitas makan gadis itu, tangan Selatan tergerak merapikan rambut Alfi, menaruhnya di belakang telinga. "Biar makannya nggak risih," katanya, kemudian melanjutkan kembali sesi makannya tadi.

Alfi yang mendapat sentuhan mendadak seperti itu terdiam. Jantungnya berdegup kencang seperti baru saja menyelesaikan marathon berkilo-kilo meter, perasaan nyaman sekaligus juga takut. Apalagi setelah tahu perasaan Selatan padanya selama ini.

"Selatan benaran suka aku nggak, ya? Atau aku tanya aja? Nggak-nggak, nggak boleh! Nggak mungkin aku tanyain itu," batin Alfi dilema, penasaran namun juga takut.

"Fi," panggil Selatan, kali ini wajahnya berubah serius. Menatap lekat ke arah Alfi yang kini juga sedang menatapnya, menunggu kelanjutannya berbicara.

"Maaf," kata Selatan. Wajahnya kali ini menunduk, seperti enggan menatap ke arah Alfi lagi.

"Maaf buat apa, Tan?"

Camaraderie | EndTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang