・༓☾ 01. Ryan Alfarellza ☽༓・

56 8 1
                                    

Hello! Welcome, yeorobun👋

Udah siap untuk baca kisah mereka?

Mari, taburkan banyak-banyak cinta untuk cerita Iyan dan Aya❣️

Happy reading😊
.
.
.

・༓☾ ☽༓・

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

・༓☾ ☽༓・

Buru-buru Ryan meletakkan bukunya ketika mendengar suara batuk dari arah kamar orang tuanya. Ryan keluar dari kamar yang berukuran tiga kali tiga menuju sebuah ruangan yang berada tepat di dekat ruang tamu.

“Ayah,” ucap Ryan. Tangannya yang masih mungil itu membantu ayahnya mengambil segelas air putih di samping tempat tidur, mengarahkan ke ayahnya untuk memudahkan pria yang hampir memasuki usia kepala empat itu meneguknya. “Pelan-pelan, Yah.”

“Terima kasih, Nak,” lirih Alan. Jari-jemarinya yang sedikit nampak keriput itu mengusap lembut pipi Ryan. Sembari tersenyum lembut, Alan berkata, “Nak Ryan, Ayah sayang sama kamu. Sayang sama Bunda dan adikmu. Maafin Ayah sering merepotkanmu bahkan sejak kamu masih kecil seperti ini.”

Ryan yang masih kecil itu hanya menatap polos ke arah ayahnya, matanya yang bulat nampak berkedip-kedip, menambah kepolosan wajah anak kecil tersebut.

“Ayah mau minum lagi?” tawar Ryan ketika ayahnya itu batuk-batuk kembali. Ryan tidak mengerti tentang kondisi ayahnya, anak lelaki itu hanya tahu jika ayahnya sedang sakit dan sering batuk-batuk.

Alan mengeleng. Tangannya yang sempat memegangi dadanya itu kembali mengusap pipi dan pucuk kepala Ryan secara bergantian. Tatapannya begitu teduh menatap anak lelakinya yang masih berusia tujuh tahun tersebut. “Nak, kalau Ayah nanti pergi, tolong jagain Bunda sama adik, ya?” pinta Alan, sorot matanya begitu menyiratkan permohonan dan harapan yang mendalam.

“Ayah mau pergi ke mana memangnya?”
Suara dan tatapan lucu yang ditunjukkan oleh Ryan sempat membuat Alan tertawa kecil.

“Udah mau jam tujuh, nih. Ryan berangkat sekolah dulu sana!” ujar Alan.

Ryan mengangguk kecil, tangan mungilnya mengambil tangan milik Alan, mengecupnya singkat. “Ryan pamit sekolah dulu, ya, Yah.”

“Iya, jagoan Ayah yang pintar. Semangat belajarnya," kata Alan, mengacak singkat rambut anak sulungnya tersebut.

Shalom, Ayah,” pamit Ryan dan keluar dari kamar ayahnya usai menutup pintu.

Setelahnya, anak lelaki itu kembali ke kamarnya untuk mengambil tas dan buku yang beberapa saat lalu dia letakkan di atas meja, memasukkannya ke dalam tas.

Camaraderie | EndWhere stories live. Discover now