・༓☾ 16. Kekhawatiran Iyan ☽༓・

14 2 0
                                    

Hai, Camaraderie Gengs🌞🌻💛

Di sini lagi hujan, di tempat kalian juga, nggak?

Udah siap untuk baca kelanjutan kisah mereka? Taburkan dulu banyak-banyak cinta untuk Camaraderie, Gengs🧚‍♀️🧚‍♂️🌬

Vote dan ramaikan setiap paragraf dengan komentar kalian, yukk! Karena itu sangat-sangat berharga untuk aku dan cerita ini, Gengs💛

Selamat membaca dan semoga suka. Aamiin
.
.
.
・༓☾ ☽༓・

"Minum dulu obatnya, Bun

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Minum dulu obatnya, Bun." Ryan menyerahkan obat pereda sakit kepala dan segelas air putih yang langsung disambut oleh bunda, meminum obat dan air tersebut hingga tersisa setengah.

"Makasih, Sayang," ucap bunda, mengusap pelan pucuk kepala anak sulungnya tersebut sembari tersenyum.

"Bunda hari ini istirahat aja, nggak usah kerja dulu, Bun," saran Ryan. Anak lelaki itu terlihat sangat khawatir. Dia hanya tidak ingin kejadian lalu terulang, seperti saat dia kehilangan sosok ayah. Cukup ayah, bundanya jangan ikut-ikutan.

Bunda tersenyum lagi, terlihat menenangkan. "Bunda baik-baik aja, Sayang. Bunda cuma pusing biasa, nanti juga hilang sakitnya," katanya, mencoba meyakinkan anak sulungnya itu terkait kondisinya.

Dan pada akhirnya, Ryan hanya mengangguk pasrah. Mengenggam tangan bundanya dan mengusapnya dengan lembut. "Tapi Bunda harus janji sama Iyan, ya? Bunda jangan sampai kelelahan kerjanya, Iyan nggak mau Bunda sakit," pintanya.

Ela terharu mendengar penuturan sang putra, matanya bahkan sampai berkaca-kaca. Namun, tidak sampai mengeluarkan air mata karena tak ingin terlihat menangis oleh anaknya itu. "Iya, Bunda janji, Sayang," jawabnya. Dan hal itu membuat Ryan yang mendengarnya lega.

Ryan tersenyum, memeluk bundanya singkat. "Kalau gitu, Iyan pamit ke sekolah dulu, ya, Bun," pamitnya, menyalami tangan bunda yang terasa sedikit kasar. Membuat hati Ryan mencelos seketika. Bundanya terlalu berkerja keras selama ini, tanpa lelah dan tak pernah terlihat mengeluh sama sekali.

Dan karena hal itu, Ryan semakin membulatkan niatnya dengan sangat untuk membuat bunda serta adiknya bahagia.

"Shalom, Bun."

Dan setelahnya, cowok itu keluar dari kamar bunda, menghampiri sepeda hitamnya. Sang adik, Bintang, sudah lebih dulu berangkat sekolah bersama teman sekolahnya tadi. Adik kecilnya itu kini sudah duduk di bangku kelas lima sekolah dasar.

Sepeninggal Ryan, Ela kemudian bersiap-siap, mengemasi seragam kerjanya dan memasukkannya dalam tas. Sudah beberapa bulan belakangan ini, dia berkerja sebagai tukang sapu jalanan. Dan ketika malam, dia akan melakukan pekerjaan sebagai pelayan di salah satu kedai makanan. Semua dia lakukan untuk memenuhi kebutuhan hidup keluarganya, sebagai tulang punggung setelah suaminya tiada.

Camaraderie | EndTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang