Chapter 15

234 22 0
                                    

Untungnya, sepertinya tak sesakit itu karena terlindungi sepatu juga. Huhu.

"Uncle!" Tanaya memanggilnya. Eko dengan agak malas berdiri dan menghampiri sang keponakan sambil permisi. Dia langsung menggendong Tanaya.

"Uh, kamu makin gendut aja."

"Ih, mana ada Uncle, aku nambah berat karena aku tambah gede!" Tanaya menggembungkan pipi, Eko mencubitnya dengan gemas. "Eh, Uncle, pipi Uncle kenapa? Merah cap tangan!"

"Oh, ini ...." Tak mungkin Eko menjelaskan kalau dia mukul diri sendiri. "Gak papa, cuman abis nampar nyamuk aja, udah Uncle gak papa. Kamu mau jajan apa nih?" Dia memilih mengalihkan topik. "Ambil semua yang kamu mau, tapi inget pesan Bu Dokter!"

"Oke!" kata Tanaya tersenyum, dan mulai memilih makanan yang dia mau di sana. Sebanyak mungkin. Setelah selesai, Eko pun membayar.

Mereka datang kembali ke kursi Rachita dan Xena bersama bingkisan di tangan, tampak makan siang mereka sudah sampai juga. Saat sampai di kursi mereka, dia turunkan Tanaya yang segera mendekat ke sang ibu.

"Mommy, liat aku dijajanin banyak banget sama Uncle!" kata Tanaya ceria.

"Aduh, kurang banyak nih, harusnya kamu minta satu kedainya sama Uncle Eko!" kata Rachita bercanda.

"Hadeh, tekor aku, Mbak." Eko menjawab sambil tertawa, tapi sebenarnya dia tak masalah demi keponakan kesayangannya. "Jangan lupa itu bagi-bagi buat Banyu dan Hansel."

Hansel usianya sudah setengah tahun, jadi dia bisa mpasi.

"Siap, Uncle!"

"Eh, Mbak, kok aku dipesenin juga? Aku udah makan siang tadi," kata Eko, melihat ada makanan di hadapannya saat ini.

"Itu bukan buat kamu, Eko. Itu punya Tanaya. Tempat duduk kamu kan di sana." Eko terkejut, baru sadar dia menduduki tempat Tanaya, bukannya duduk di samping Xena tadi.

"Oh, iya, hehe." Eko cengengesan, dia berdiri dan berjalan ke arah kursi tersebut, siap duduk.

Namun, saat mau duduk, tangannya bergerak sendiri mendorong bangku ke belakang, dan alhasil ....

"Waduh!" Eko terjengkang begitu saja dengan tak elitenya.

"Ya Tuhan, Eko!"

"Uncle!" Eko mengaduh kesakitan, memegang pantatnya, tetapi jauh lebih menyakitkan bagian malunya. Semua mata kini tertuju padanya, bahkan ada yang ketawa. Semua yang ada di meja itu langsung membantunya berdiri.

Termasuk, Xena.

Dan tak disangka, saat Xena membantu Eko berdiri, Eko menarik tangannya dengan kasar. Namun, bukannya pegangan terlepas, ia malah membuat Xena terjerembab ke arahnya, dan kini posisi mereka ala-ala FTV romantis, pose mesra sehabis jatuh. Tanaya berwow ria melihat keduanya. "Mommy, Aunty aku nanti Aunty Valerie atau Aunty Xena?"

"Sayang, sssttt, jangan mikirin itu." Rachita berbisik menegur.

"Maaf, maaf, saya tidak bermaksud." Xena tersadar, segera menjauhkan badannya.

"Tidak, saya yang harusnya minta maaf, Bu Dokter." Namun, keduanya berpikir, bukan Eko menarik, tetapi karena keberatan tak bisa mengangkat jadi Xena malah tertarik.

Kini, Rachita dan Tanaya membantu Eko berdiri, kedua pipi Eko memerah, kontras dengan cetakan merah tangan di pipinya tadi.

"Eko, kamu gak papa?"

Eko menggeleng, menepuk pantatnya. "Gak, gak papa, Mbak. Gak papa." Ia lalu menatap kursi tersebut.

Kok bisa dia terjengkang seperti tadi, apa ada orang iseng menariknya? Sial banget hari ini. Malunya juga tak ketolongan.

"Mm, Mbak, Tanaya, Bu Dokter, keknya aku harus pergi, ada urusan. Da-dah!" Eko memilih kabur dari sana.

"Dadah, Uncle Eko! Hati-hati jatuh lagi." Tanaya memperingatkan, dan dia masih membuat Rachita bertanya-tanya.

Ipar suaminya itu kenapa?

Kini, Eko keluar area rumah sakit, menuju parkiran dan langsung masuk ke sana. Segera, dia menghentakkan kepala ke kemudi.

"Kenapa, sih?" Eko bangkit, memijat kening, kemudian menatap ke spion di atas kepalanya.

Maksud hati ingin melihat keadaan pipi, dia malah menemukan sosok yang tak terduga.

BERSAMBUNG ....

•••

Cerita An Urie yang lain bisa kalian temukan di
Karyakarsa: anurie
Playstore: An Urie

Masuk, Mas Eko! ✅Where stories live. Discover now