Chapter 07

337 31 3
                                    

"Sepertinya, kamu punya masalah dalam hal ... entahlah, wanita? Percintaan?" tanyanya tiba-tiba.

Eko mendengkus, berdiri seraya merapikan sedikit pakaian dan menyeka tubuhnya. Sepertinya dia tak pergi jauh tadi, entah sembunyi di mana, dan dia rasa dia mendengarkan percakapan Eko dan Adnan.

Eko memutar bola mata malas, berjalan mengabaikan orang asing itu.

"Ei, kamu itu tampan dan kelihatan seperti pria baik-baik, kalau kamu berusaha lebih keras mungkin wanita yang kamu incar akan mau bersamamu. Dan kalau dia wanita dengan masa lalu, kamu tak perlu menjadi masa lalunya, jadilah diri sendiri, dan tentu berusaha menjadi pria terbaik untuknya sebagai diri kamu sendiri." Eko terdiam akan ungkapan tersebut. Si pria tersenyum merasa apa yang dikatakannya sepertinya akan Eko pikirkan.

Namun, siapa sangka, Eko malah berbalik dengan wajah garang, dia berjalan cepat ke arah pria asing itu dan tanpa pikir panjang melayangkan sebuah pukulan. Siapa sangka, dengan cepat dia bisa menghindar. Eko badannya memang besar, tetapi sepertinya badannya tak diolah dengan baik.

Sebenarnya, tak menghindar juga, belum tentu Eko bisa kena, paling menembus. Cuma, kalau sampai tembus, kan berabe.

"Hei, hei, tahan emosi kamu, Kawan."

Kedua pipi Eko memerah, antara emosi marah dan malu karena lepas memukul orang asing itu yang gerakannya sangat luwes. "Diem, lo diem!" Ia murka. "Lo siapa, sih? Lo gak tau apa-apa, diem!" Kali ini Eko benar-benar marah.

Baru kali ini sang pria mendapati Eko begini.

Sebenarnya, dia tahu cukup baik, hubungan Eko dan Valerie, tetapi kalau tahu terlalu banyak kan mencurigakan jadi dia sedikit menutup informasi dan memilih hal yang baru saja dia dengar dan Eko tahu. Namun, siapa sangka, kesalahpahaman ini makin menjadi.

"Maaf, saya tidak bermaksud sok tahu, tapi saya hanya ... mau membantu membuat perasaan kamu lebih baik, tak bermaksud apa pun."

Mendengarnya, Eko menghela napas, dia terlalu emosi karena muak mendengar ungkapan yang membuatnya merasa semakin tertekan, di sela ia sudah sangat tertekan. Sampai-sampai ingin memukul seorang pria asing, stranger, yang hanya bermaksud membantunya meski terkesan sok tahu.

Eko, mendengkus pelan, pun duduk lagi. Dia jadi bingung kenapa Eko sangat sulit diprediksi.

"Maaf, saya nyaris memukul Anda." Eko mengatur napasnya. "Tapi gak usah mengatakan itu, ini hal yang jauh lebih rumit kebanding sekadar kata-kata." Ya, dia juga tahu. "Bukan tanpa alasan saya mundur."

Eko memejamkan mata, mendongak seakan menikmati angin semilir yang hadir menerpa tubuhnya. Dan siapa sangka, pria tersebut ikut duduk bersama Eko.

"Saya yang harusnya minta maaf soal kelancangan mulut saya tadi. Omong-omong, nama saya ...." Sejenak, dia berpikir, nama yang cocok untuknya, nama samaran karena merasa nama asli pasti kacau. "Willy."

"Saya Eko." Eko menjawab seadanya. "Omong-omong, kenapa kamu di rumah sakit ini?" Eko mulai basa-basi, dia mau melupakan hal tadi dan mengganti topik, setidaknya berbicara pada pria ini yang sepertinya bukan pasien juga bukan pekerja, orang lewat atau hal lain entahlah. Dia bicara apa ajalah yang penting bukan personal.

"Yah, keluarga saya ada di sini." Willy menjawab seadanya, tak spesifik karena tak mungkin dia jawab karena Valerie.

Willy sadar Eko tengah mengubah topik, mungkin dia juga harus pelan-pelan melemahkan hati Eko dengan ini.

"Begitu, semoga keluargamu cepat sembut." Ya, sembuh dari trauma dan sakit hatinya.

Eko lalu membuka mata, dia melihat jam tangannya. "Sepertinya, saya terpaksa pergi karena ada urusan. Saya permisi dulu, Willy."

Eko menepuk bahu Willy, dan peristiwa tak disangka terjadi ....

BERSAMBUNG ....

•••

Cerita An Urie yang lain bisa kalian temukan di
Karyakarsa: anurie
Playstore: An Urie

Masuk, Mas Eko! ✅Onde histórias criam vida. Descubra agora