Chapter 06

341 33 0
                                    

Saat ingin mematik ujung rokok yang mengapit di bibir dengan api, ponsel Eko tiba-tiba berbunyi. Pria itu spontan mendengkus dan mengeluarkan ponsel dari saku.

Matanya membulat sempurna.

Eko segera meletakkan rokok ke kotak lagi, memasukkannya ke saku, sebelum akhirnya menggeser ponselnya. Awalnya pria di hadapannya bingung dengan perubahan tiba-tiba Eko, tetapi nyatanya dia mendapat panggilan video dan kini menjawabnya.

"Mas Adnan, ada apa Mas?" tanya Eko, ada senyum manis di bibir pria tersebut, dan yang di seberang sana tampak tak menjawab.

Adnan, malah memicingkan mata pada Eko dengan curiga.

"Ko, ngapain kamu di area bebas merokok?" tanya Adnan to the point, Eko sedikit terperanjat, dia baru sadar kalau di samping belakangnya terpampang tanda tersebut dengan jelas. "Kamu merokok?"

"Eng-enggak, Mas. Enggak. Aku ... ketemu teman tadi yang merokok di sini. I-ini teman--" Eko menatap sekitaran.

Lho, ke mana pria tadi? Kepergiannya mendadak. Sial, Eko tak bisa berdalih, dia buruk dalam berbohong, dan oh kalaupun minta bantuan pria tadi ... bisa saja dia cepu ke Adnan. Ini maju kena mundur kena.

Namun yang pasti, sepertinya Eko memang sudah kena.

"Cuman sebatang, Mas. Buat nenangin diri." Mendengar jawaban jujur Eko tersebut, Adnan menghela napas panjang.

"Sudah, kan?" tanya Adnan lagi, Eko mengangguk, walau dia mau satu lagi sih. "Hentikan itu, dan fokus. Bukannya kamu mau bertemu Valerie seperti biasa?"

Wajah Eko memurung. "Mungkin nanti dulu, Mas. Aku merasa masih ... gak enak," jawab pria itu sendu.

"Yah, Mas ngerti, ini complicated memang." Adnan mengakui.

"Omong-omong, Mas ngapain vidcall aku tetiba begini? Bukan cuman buat nanya aku ke rumah sakit sini, kan?" Eko yakin pasti ada hal lebih meyakinkan kebanding itu.

"Sebenarnya, Mas sudah tau apa yang kamu lakuin, temen Mas di rumah sakit bilang ini. Mas mau memastikannya sendiri dan ternyata bener." Eko agak cengengesan menanggapinya. "Jangan merokok, selain paru-paru kamu itu lemah, Valerie juga enggak suka perokok."

Eko memurung sejenak. "Maaf, Mas."

"Dan um ...." Eko bergumam sejenak. "Aku berhenti bukan karena berusaha jadi tipe Valerie."

"Jadi, kamu menyerah?" tanya Adnan.

"Aku gak tau, Mas. Kepalaku pusing." Eko duduk di tepian pagar, bersandar di sana. "Mas gak perlu ambil pusing sama urusan ini, maaf udah bikin Mas ikut campur, tapi keknya ... aku ini pria yang dewasa dan bisa mengambil keputusan sendiri. Mungkin."

"Gak ada salahnya meminta bantuan, Eric." Adnan tersenyum tulus pada adik iparnya itu. "Mas doakan semoga kamu segera mendapatkan jodoh terbaik untukmu."

"Aamiin, Mas. Makasih."

"Mas tutup dulu panggilannya." Panggilan pun terputus sepihak.

Eko menengadah seraya memejamkan mata erat-erat. "Maaf, Mas." Dia jadi teringat perjuangan Adnan kemarin yang rela cari info soal Valerie agar Eko bisa mendekatinya dengan pelan tetapi pasti.

Bahkan, dia juga memperlihatkan potret Valerie dan pasangannya, foto lama sepasang muda-mudi berpenampilan culun dengan gaya agak udik mereka. Menyamakan sikap dengan pria yang dulu disukai Valerie, kayaknya hanya menyakiti wanita itu dengan kenangan pahit.

Itulah kenapa, maju mundur. Awalnya yakin tak yakin, sekarang tak yakin sama sekali.

Bahkan menemui Valerie atas dasar teman saja, sepertinya akan sangat sulit.

Eko membuka mata kembali.

"Hah?!" Dia terperanjat kaget tiba-tiba, karena sekelebat wajah pria bermata abu-abu tiba-tiba ada di depan mata, padahal tak ada suara langkah mendekat. "Apa-apaan kamu natap saya begitu? Kamu juga dari mana tadi kok tiba-tiba ilang?" Eko menjauhkan diri dari pria yang gesturnya kelihatan aneh saat ini.

Eko jadi agak seram, dia mencurigakan.

BERSAMBUNG ....

•••

Cerita An Urie yang lain bisa kalian temukan di
Karyakarsa: anurie
Playstore: An Urie

Masuk, Mas Eko! ✅Where stories live. Discover now