LIMA BELAS

477 94 5
                                    

Gimana puasanya sampai hari ini? Kepanasan nggak di siang hari? Baca cerita Bangkit aja biar adem hehehe. Oh iya, ini fun fact, Bangkit adalah nama sepupuku. Dia nggak tahu namanya kupakai buat tokoh utama cerita hahaha.

Jangan lupa tinggalkan komentar untukku ya. Aku belum balas-balas lagi karena aku masih merevisi naskah novel yang kutulis. Huhuhu, nggak selesai-selesai. karena menulis novel itu syusyah dan perlu waktu lama :-)

Have a nice weekend.

***

"Kenapa memangnya? Jangan bilang kamu belum pernah ciuman sama Bangkit."

Ciuman Bangkit malam itu benar-benar mengubah hidupku. Ke arah yang lebih baik. Luka di hatiku yang timbul akibat dicampakkan Darwin langsung sirna sepenuhnya. Rasa takut akan patah hati terhapus seluruhnya. Aku menerima ciuman itu dengan kurang percaya diri. Sebab aku tidak terlalu berpengalaman.

Tetapi Bangkit benar-benar membimbingku, mengajak bibirku berdansa dengan bibirnya. Perlahan-lahan, aku bisa membalas ciumannya dengan sepenuh hati dan jiwaku. Seperti hidupku bergantung pada ciuman itu. Kalau saat itu aku tidak melakukannya dengan baik dan benar, maka aku akan mati. Keberadaan Bangkit terpatri selamanya di dalam diriku, di dalam hidupku, tepat saat dia menciumku dalam dan lama. Jika sampai terjadi sesuatu yang tidak kuinginkan pada hubungan kami, melupakan Bangkit akan sangat sulit.

"Mati aku," gumamku. "Kalau ikut teorimu itu, aku sudah jatuh cinta sama Bangkit. Padahal kami belum kenal lama. Ketemu juga baru berapa kali." Ditambah aku belum lama sembuh dari patah hati. "Gimana mungkin ini terjadi?"

"People say you know as soon as you meet the right one." Santai saja Sali menjawab. "Nggak ada hubungan berapa lama seseorang kenal dengan orang lain untuk jatuh cinta. Cinta nggak bisa kamu atur-atur sesuka hatimu. Ada yang langsung jatuh cinta dalam sekali lihat. Ada yang baru jatuh cinta setelah bertahun-tahun berteman.

"Aku dan Hannes sudah kenal sejak aku masih puber. Aku jatuh cinta padanya hari itu. Tapi bertepuk sebelah tangan. Hannes punya pacar. Tapi lihat sekarang lebih dari sepuluh tahun kemudian, dia baru sadar kalau aku ada di dunia ini. Bahkan kami sudah membicarakan pernikahan. Kami yakin dengan cinta kami...."

"What?!" Tanpa sadar aku berteriak. "Sali! Kamu ... menikah?"

"Kenapa bisa begitu? Kenapa Hannes nggak tahu aku menyukainya?" Sali mengabaikan pertanyaanku. "Karena aku nggak pernah menunjukkan ketertarikanku padanya. Karena aku mencintainya dalam diam. Coba kalau aku lebih berani, nggak takut abangku murka, nggak takut ditolak, mungkin aku nggak perlu menunggu selama ini untuk bisa bersamanya.

"Makanya, Ela, sebagai sahabat terbaikmu, aku mau kasih kamu pesan. Kalau kamu mencintai seseorang, beranilah mengambil risiko. Tunjukkan saja, atau kalau kamu lebih berani, sampaikan. Hal terburuk yang bisa terjadi adalah ... ditolak. Tapi menurutku itu lebih baik daripada bertanya-tanya terus selama bertahun-tahun."

"Gimana caranya supaya kita tahu apakah orang yang kita cintai mencintai kita?" Tidak akan pernah terjadi dalam hidupku, aku turun ke medan peperangan tanpa tahu seperti apa kondisi musuh.

"Itu lebih gampang lagi. Kamu tanya saja padanya. Dia mencintaimu atau nggak."

Aku melempar tisu ke arah Sali. "Apaan sih, Sali. Kan seharusnya kita bisa hitung dulu kan, peluang ditolak seberapa besar. Kalau besar banget ya nggak usah nyatain."

"Ya pilihanmu hanya dua. Segera tahu apa pun kenyataannya atau hidup dalam imajinasi bertahun-tahun, sepertiku dulu. Eh, Ela, kalau kamu menikah sama Bangkit, hidupku akan menyenangkan. Kita bisa bersama-sama tersiksa di setiap pertemuan keluarga. Kamu tahu sendiri, keluarga besar kami hobi banget berkumpul. Ada saja acara dibikin. Makan siang bersama dua mingguan, arisan keluarga bulanan, reuni keluarga besar setiap habis lebaran.

Unexpectedly in LoveWhere stories live. Discover now