7. Jayden Tanaka

54 20 6
                                    

Brakk, terdengar bunyi barang berjatuhan ketika kakinya baru saja menapaki rumah besar itu. Mata Jayden membuat melihat pemandangan didepannya. Seketika dengan cepat kakinya berlari menghampiri si pelaku yang mungkin sekarang paling dibenci olehnya.

"PAPAHH APA-APAAN INI,," teriak cowok itu dengan menatap tak percaya, sekarang semua miliknya telah hancur. Semua gitar koleksi berserakan hancur dilantai, kepala Jayden menggeleng tidak percaya.

"Kenapa anda menghancukan semua barang di studio saya." Cowok itu mendekat menarik kuat kerah jas yang dipakai pria paruh baya itu.

"Itu barang berharga saya, bahkan satu-satunya gitar favorit saya anda banting." Sorot mata tajam penuh luka itu menatap nyalang kearah Riza. Dengan sekali hentakan Jayden mendorong tubuh itu. Kemudian kakinya melangkah memunguti potongan barang-barang miliknya.

Setelah semuanya terkumpul cowok itu membawanya kembali ke atas, langkah kakinya membawa cowok itu ke pintu yang berada disamping kamarnya.

"Arghh..." Kedua tangannya menarik kuat rambut hitam miliknya. Memejamkan mata menahan sesuatu yang bergejolak disekitar dadanya.

"Kenapa, kenapa papah gak pernah ijinin gue buat gapai mimpi itu."

Kalian tau, sungguh Jayden sangat menyesal terlahir dari keluarga serba berada ini. Bukannya cowok itu tidak bersyukur. Tapi banyak sekali orang-orang yang mengira jika menjadi anak orang kaya itu apa yang ia inginkan bisa terwujud, jelas itu salah. Mereka yang berada dibawahnya mungkin iri pada Jayden, astaga bukan cowok itu merendahkan mereka. Tetapi pada kenyataannya, Jayden lah yang iri pada mereka. Walaupun hidup mereka sederhana, dan hanya cukup untuk makan saja. Tapi mereka begitu cukup mendapat kasih sayang dari orang terdekat nya, sedangkan Jayden setelah menerima sebuah keterpurukan beberapa tahun lalu. Harus dihadapkan dengan keegoisan papahnya.

Cowok berumur 18 tahun itu tidak bisa bebas, akses nya terbatas. Dirinya ditekan dari sudut manapun oleh Riza. Bagaimana mimpinya bisa tercapai, jika penghalang terbesarnya adalah orang tuanya sendiri.

Andai saja ia dilahirkan dari keluarga seperti Cello, dengan kehangatan yang begitu membuat nya iri. Tapi Jayden sangat beruntung bisa mempunyai mamah seperti Mita, hanya saja Tuhan mungkin lebih sayang mamahnya. Sehingga ia mengambilnya lebih dulu agar kembali ke pelukannya. Jayden juga bersyukur, bukan cowok itu ingin Mita meninggal lebih dulu. Tetapi dengan perginya mamah, akhirnya wanita itu tidak merasakan kekasaran dari seorang Riza lagi.

Sudah cukup, sekarang biar saja Jayden yang akan merubah segalanya menjadi sebuah mimpi yang ia inginkan. Bukan hanya mimpi saat ia tertidur.

"Gak ada satu orangpun yang bisa patahin mimpi gue."

****

"O M G AMIRAA,, lo ketemu mereka dimana?" Histeris gadis dihadapannya setelah mendengar pertanyaan yang tadi Amira ajukan. Gadis itu memutar bola matanya malas mendengar teriakkan Kencana yang membuat semua mata dikelasnya melihat kearah mereka.

"Turunin suara lo," desis Amira dengan mata melotot kearah temannya itu.

"So-sorry gue kan refleks." Gadis itu mengibas-ngibaskan tangannya didepan wajah Amira, setelah nya mendekatkan diri.

"Jadi, lo mau tau soal Acropolis?" lanjut Kencana sembari menaik turunkan alisnya.

"Naksir sama ketuanya yah." Wajah menggoda muncul pada gadis itu, dengan telunjuk yang sekarang menusuk-nusuk pipi berisi miliknya.

Ngomong-ngomong walaupun Amira terlihat kurus, tetapi kedua pipi gadis itu begitu kenyal dan berisi. Entahlah, seperti ini karena ulah Lili. Mamahnya itu memang memiliki pipi yang begitu chubby walaupun dengan tubuh kurusnya.

Kembali ke topik, sekarang Amira mendengus sebal menatap gadis dihadapannya ini. Enak saja Kencana asal menyimpulkan seperti itu. Padahal Amira hanya kepo saja, kenapa tiba-tiba kemarin ketua geng Acropolis itu menceritakan tentang mimpinya. Dan juga ketiga temannya ada di Kafe itu, ya kemarin Amira sempat sekilas melihat teman-teman cowok itu.

"Ck, berisik lo. Tinggal ceritain aja."

"Duhh,, oke-oke Amira sayang. Jadi gini..." Dengan tangannya yang bergerak kesana-kemari Kencana menjelaskan sedetail mungkin tentang apa yang ia ketahui.

"Pantes aja,," gumamnya pelan setelah mendengar cerita dari mulut gadis itu.

Ternyata mereka adalah satu-satunya band yang lumayan populer di SMA Merpati. Mengapa Amira tidak mengetahui? Astaga mungkin selama ini gadis itu kudet sekali.
Amira sempat mendengar bahwa mereka pernah mengikuti berbagai audisi pencarian bakat, walaupun sempat beberapa kali gagal dan tak mendapatkan juara. Tetapi band itu tetap dikenal banyak oleh warga sekolah nya.

Dan juga bicara soal geng Acropolis yang tadi Kencana bilang. Mereka adalah salah satu geng motor yang terkenal di Jakarta. Hanya saja pernah terjadi kasus kekerasan beberapa kali yang menyudutkan geng Acropolis dipangdang buruk oleh masyarakat. Tapi kata Kencana tadi, Acropolis adalah geng motor baik-baik.

Amira agak ragu dengan opini itu, apakah benar yang namanya geng memiliki tujuan baik-baik. Ah sudahlah, dari pada memikirkan nya begitu keras. Lebih baik gadis itu segera belajar, tangannya meraih buku tebal yang biasa ia taruh dibawah laci.

"Setelah gue cerita panjang lebar, respon lo gitu doang?" ujar Kencana dengan nada sedikit keras. Bibir gadis itu merenggut menatap sinis kearah Amira.

"Makasih.."

Langsung pote dan komen gess

Two Dreams✓Where stories live. Discover now