28. Belajar Jalan

2.5K 103 2
                                    

♡♡♡♡♡


Pada pagi hari saat matahari baru menunjukan sinarnya. Tiba-tiba saja seorang wanita menerobos masuk kedalam ruangan rawat inap Fawnia tanpa mengetuk terlebih dahulu.

"FAWNIA!!" Penampilam wanita itu cukup berantakan. Rambutnya acak-acakan, nafasnya terengah-engah.

Mendengar suara teriakan wanita itu mampu membuat Fawnia terbangun dari mimpi indahnya.

"Lo kenapa bisa jadi gini, sih?" Wanita itu melangkah mendekat. Itu adalah Caitlyn. "Lo punya musuh?" tanyanya mencurigai.

Fawnia baru setengah sadar menatap malas sang kakak. "Engga."

"Terus? Lo kena tembak! Bisa-bisanya lo masih santai." Caitlyn frustasi. Dia melakukan segala cara agar bisa secepatnya sampai jakarta. "Kata Arza lo lumpuh sementara?"

"Duh kak, kalau kakak terus ngoceh-ngoceh nggak jelas kayak gini, gue bisa tiduran di kasur selamanya." Fawnia menarik selimut berbalik badan membelakangi Caitlyn untuk kembali melanjutkan tidurnya.

Satu pukulan melayang mengenai lengan Fawnia. "Mulut lo!"

Fawnia mengusap-usap lengannya. "Ya habisnya dateng-dateng langsung merepet nggak jelas. Udah mirip kak Ros."

Kakak mana yang tidak khawatir saat melihat Adiknya di kabarkan tertembak. Begitu mendengar kabar itu, Caitlyn mencari jadwal keberangkatan pesawat yang paling cepat untuk tiba di Jakarta. "Ini ngga boleh di biarin, gue harus sewa body guard," ucapnya sebelum melangkah keluar dari ruangan.

"Tunggu, apa?! Kak!!"

Punggung Caitlyn sudah menghilang di balik pintu tertutup. Siapa yang bisa menghentikan Caitlyn kalau dia sudah bertindak seperti ini? Bahkan Mamanya saja tidak dapat menahannya. Fawnia menggeleng pasrah dengan tindakan Caitlyn.

Dia melirik jam dinding yang menunjukan pukul 8 pagi. Wanita itu sudah tidak bisa untuk melanjutkan tidurnya lagi. Dia menoleh ke nakas sampingnya, sudah ada bekal makanan dan sepucuk kertas di atasnya. Perlahan Fawnia meraih kertas itu. Membuka perlahan, membaca tulisan di dalamnya.

Good morning. Ini bubur ayam buat sarapan kamu. Aku tinggal dulu ya. Tiba-tiba ada urusan di kantor. Nanti siang aku ke sana lagi. I love you.

Tuan Arsitek

Fawnia terkekeh pelan. Marva ada-ada saja. Lihatlah tingkahnya seperti anak SMA yang sedang jatuh cinta. Padahal umurnya hampir memasuki kepala 3.

°~°~°~°~°

"Marv, ada yang menawarkan pembangunan Coffe Shop." Jigel meletakan berkas-berkas di atas meja kerja Marva.

"Coffe Shop?" Marva menaikan satu alisnya.

"Iya, lo tau? Seorang Nenek asal Korea menawarkan kerja sama. Dia ingin membangun Coffe Shop. Namun, menginginkan bangunannya itu bernuansa luxurious dan hitam emas." Jigel menjelaskan. Sesekali tangannya bergerak mengikuti irama bicaranya.

"Lo menyetujui tawaran itu?"

"Belum sih. Gue nunggu lo. Lo tertarik nggak?"

"Gue kayaknya nggak akan nerima kerja sama untuk saat ini. Gue harus berada di sisi Fawnia," pungkas Marva. Mengingat wanita itu sedang dalam pemulihan membuat Marva berpikir untuk tidak terlalu sibuk saat ini.

"Sadar bucin!" Jigel melangkah menuju sofa, menjatuhkan bokongnya di sana. "Sejujurnya gue lebih tertarik dengan rumah impian lo itu."

Mendengar ucapan Jigel barusan Marva sudah bisa menebaknya. "Terus?"

DOCTOR ARCHITECT [END]Where stories live. Discover now