#03

122 30 12
                                    

  Matahari kian tenggelam, cahaya kuning jingga menjadi satu-satunya cahaya terang yang terlukis di kaki langit

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

Matahari kian tenggelam, cahaya kuning jingga menjadi satu-satunya cahaya terang yang terlukis di kaki langit. Kedua mata mahkluk lemah seperti Wedelia dan Rivajun menatap senja ini, dua-duanya saling diam. Yang satu melukis yang satu lagi sekali-sekali menatap ke bawah, menatap air sejuk yang mencerminkan dirinya berdiri, juga langit yang menggelap diikuti satu dua bintang yang timbul di atas langit sana.

Rivajun terlihat masih sibuk namun wajahnya selalu tenang melukis, celemek putih yang digunakannya sudah belepotan cat, seperti yang dikatakannya, Rivajun masih belajar dan coba-coba melukis mengunakan cat.

Wedelia memeriksa teleponnya yang bergetar karena notifikasi chat dari seseorang, setelahnya memeriksa kedua sudut bibirnya ditarik. Melahirkan senyuman paling bahagia, dia berbalik badan melihat Rivajun yang masih sibuk melukis.

"Kamu beneran suka lukis ya?" tanyanya sambil melangkah mendekati Rivajun, duduk di trotoar sambil memandangi wajah Rivajun yang tertimpa cahaya senja. Membuatnya terlihat lebih bersinar dari hari biasanya, siang tadi Wedelia melihat wajah Rivajun nampak pucat namun tenang. Rivajun mengangguk menjawab pertanyaan Wedelia.

"Bulan depan ada lomba melukis antar sekolah, kamu ikut?" Wedelia sangat bersemangat membagi berita bahagia itu padanya. Ternyata, notifikasi itu dari Bu Wati juga bosnya kerja paruh waktu. Hari ini Wedelia libur, dan Bu Wati bilang kalau lomba lukis ini akan menjadi jembatan bagi mereka untuk mengembalikan ekskul seni di sekolah.

Raut wajah Rivajun tidak bisa ditebak, senang atau tidak. Benar-benar tidak tergambar jelas diwajahnya yang tenang, apakah orang pendiam memang seperti ini? Setelah lama menunggu, Rivajun mengangguk semangat menerima tawaran Wedelia untuk mengikuti lomba lukis antar sekolah.

"Yes!!" Wedelia meninju udara, dalam diam dia adalah satu-satunya gadis yang tidak bisa melukis, tidak ada seni yang mengalir di darahnya, namun ada kesenangan di dalamnya. Melihat Rivajun yang berpotensi membuatnya ikut membuat langkah awal menuntun Rivajun menuju ke level yang lebih tinggi, mungkin dengan usahanya ini, Rivajun menjadi orang yang lebih terbuka karena berbaur dengan banyak orang untuk menyalurkan semua imajinasi serta pikirannya dalam sebuah lukisan, dan Wedelia yakin suatu saat nanti Rivajun pasti akan bercerita padanya, entah itu tentang apa.

Suara berdebum dari air tenang yang tiba-tiba membuat Rivajun segera melepas kuasnya, matanya membelalak terkejut dan di wajahnya terlihat sedikit gurat khawatir. Wedelia yang tiba-tiba jatuh dari jembatan karena tidak hati-hati membuat jantung Rivajun benar-benar tidak tenang.

Rivajun menelan saliva, memejamkan matanya dan memberanikan diri menaiki pagar jembatan yang tidak tinggi. Rivajun benar-benar mengumpulkan keberanian, dan tanpa ragu lagi dia melompat menjatuhkan dirinya, jatuh berdebum membelah air tenang di hari senja. Tak lama, kepalanya timbul ke permukaan dan Rivajun belum melihat kehadiran Wedelia kembali ke permukaan.

"Wedelia!" panggilnya pelan, sekarang pikirannya kacau. Menduga-duga kalau Wedelia tidak bisa berenang, dan Rivajun yakin Wedelia pasti tenggelam.

Rivajun kembali menyelam, penglihatannya sedikit terganggu karena berada di dalam air. Rivajun kehabisan napas dan dia kembali ke permukaan.

RIVAJUN  (On Going)Where stories live. Discover now