CHAPTER 23

154 6 0
                                    

CHOICE

"Menunggu kamu jatuh cinta padaku membutuhkan perjuangan yang besar. Selain jatuh cinta sendiri, aku juga menerima risiko terluka sendiri."

✿✿✿

Risa berdiri di depan jendela usai mendengar suara mobil. Sebuah mobil hitam baru saja masuk ke dalam pekarangan rumahnya. Mobil itu berhenti saat bersebelahan dengan teras rumah. Seorang lelaki dengan perut buncit keluar dari mobil menjinjing tas laptop. Ia tak pernah lepas dari laptop itu bak pasangan hidupnya.

Raut wajah Risa sontak berubah melihat lelaki itu. Keningnya banyak dijumpai kerutan tipis. Bahkan tatapan matanya pun menunjukkan bila ia tak senang dengan kehadiran lelaki itu.

"Males banget ada Papa," dengkus Risa.

Risa menghampiri ranjang untuk mengambil ponsel. Ia duduk di pinggiran ranjang sembari memainkan ponselnya. Layar ponsel menampilkan ia sedang membuka salah satu kontak. Kontak yang seringkali ia hubungi di malam hari.

Ponsel itu ia rekatkan di samping telinga. Setelah lama menunggu panggilan itu pun diterima oleh seseorang di seberang sana.

"Tan, clubbing yuk malem ini."

"Lo kek orang banyak duit ngajak club hampir tiap hari. Kemarin udah, malem ini lo ngajak lagi. Lo dapat duit dari mana, sih?"

"Banyak dong. Secara gue jadi simpanan om pengusaha," guyon Risa tertawa kecil.

"Anjir. Beneran lo jadi simpanan?"

"Nggak, lah. Gue masih waras. Mana mau juga gue jadi simpanan."

"Kali aja sekarang standar lo om-om perut buncit."

"Banyak omong lo. Mana mau gue," hardik Risa. "Udah, pokoknya lo nanti jemput gue, ya."

Risa melihat benda bulat yang terpajang di dinding depannya. Benda itu menunjukkan waktu saat ini, pukul delapan malam. "Jemput gue jam sembilan."

"Iya," pungkas Tristan mengakhiri panggilan sepihak.

Risa berdiri di depan lemari dengan sepasang mata menilik sejumlah pakaian yang tersusun rapi. Ia tak segan membongkar pakaiannya hingga terlihat cukup berantakan. Ia tak merasa terbebani karena ia tahu Mona yang akan merapikannya. Ia menaruh mantel bulu, singlet putih crop top, serta jeans high waist di atas ranjang untuk ia pakai nanti.

Risa melirik benda bulat yang baru saja ia pakai di pergelangan tangannya. Waktu menunjukkan pukul sembilan malam. Saat itu juga ia mendengar klakson mobil di depan rumahnya. Ia tidak perlu memastikan karena sudah pasti mobil itu dikemudikan Tristan.

Risa pun keluar dari kamarnya dengan tampilan cantik nan wangi. Pakaiannya pula terbilang cukup seksi karena memperlihatkan lekuk tubuhnya yang proporsional. Ia berjalan menuju lantai bawah dengan melewati satu persatu anak tangga. Setiap ia melangkah terdengar bunyi yang berasal dari hentakan heels yang ia pakai dengan permukaan lantai.

Suara itu menarik perhatian orang yang berada di lantai dasar. Sepasang suami istri yang sedang menonton teve rela berbalik badan untuk mengetahui sumber suara.

"Mau kemana kamu, Risa?" tanya Ikhsan. Manik matanya menilik penampilan Risa dari atas kepala sampai bawah kaki.

"Bukan urusan Papa," jawab Risa acuh tak acuh. Begitu bencinya ia dengan Ikhsan hingga cara bicaranya ternilai kurang sopan. Ia bahkan berbicara tanpa menatap lawan bicara.

"Risa! Jaga bicara kamu! Saya ini papa kamu," bentak Ikhsan pada Risa yang sudah berjalan menjauhinya. Perempuan itu sudah sampai di depan pintu rumah.

"Sudah, Mas. Jangan memarahi Risa. Takutnya Risa nanti akan semakin membenci Mas," lerai Mona mengusap lembut lengan lelaki itu. Ia tak ingin ada pertikaian lagi antara ayah dan anak di dalam rumah ini.

She's Dating a Cold BoyWhere stories live. Discover now