51. Berpikir Ulang

4.7K 958 97
                                    

Bingung mau pembukaan pake apa😩

🤼🤼

Salsa telah menumbuhkan rasa ikhlas yang sangat besar akan kepergian papanya. Pernah ada sesal kenapa sempat membenci sosok pria yang bahkan tidak pernah ia lihat secara langsung sebelum kenyataan itu mamanya ceritakan.

Tapi detik saat mengetahui bahwa kepergian papanya sama sekali bukan karena kecelakaan, melainkan sengaja dihilangkan nyawa, Salsa rasakan sebagian hatinya ikut pergi juga. Seperti ada bagian dirinya yang dicabut secara paksa, meninggalkan luka baru yang rasanya sangat menyakitkan.

"Sal."

Panggilan itu sudah berkali-kali Salsa dengar sejak ia mendapatkan kesadarannya kembali belasan menit lalu. Pusingnya sudah mereda. Tapi sekujur tubuh terasa lemas luar biasa. Ia tidak bisa apa-apa selain berbaring di ruangan mamanya.

Pelan sekali Salsa menggerakkan tangan. Diamnya sedari tadi ia sengaja, demi mengumpulkan kekuatan untuk membalikkan tubuh ke arah kanan. Iya, Albert ada di sisi kanannya. Sendiri. Yang lain di sisi yang berseberangan.

"Al," gumam Salsa. Satu ucapan itu sudah menguras banyak tenaga.

"Iya?" Albert menunduk. Perlahan duduk di lantai agar posisinya sejajar dengan Salsa.

Tangan kiri Salsa menyentuh lengan kemeja Albert, menjadikannya tumpuan agar ia bisa berbalik ke kanan lebih mudah. Albert sepertinya paham dan menarik lembut bahu Salsa agar menghadapnya.

"Tante ...," panggil Albert. Niatnya agar Widya berpindah ke sisi yang sama dengannya. Ia pikir Salsa terlalu lemas dan hanya bisa menghadap ke kanan.

"Al," lirih Salsa. Ia menggeleng lemah dengan tatapan memohon. Ia bahkan mencengkeram lengan kemeja Albert erat, meminta tolong agar tidak melanjutkan apa pun niat Albert yang memanggil mamanya tadi.

Rupanya Widya tahu penolakan Salsa. Jadi diulurkan tangannya untuk mengusap lembut helai rambut Salsa yang membelakanginya, sebelum tersenyum kecil ke Albert. "Tante keluar dulu aja," katanya.

Albert tidak enak hati. Ia tahu sejak dapat telepon dari Widya dengan tangisan beberapa saat lalu, sampai detik ini bahkan, raut kesedihan Widya belum berkurang. Malah memuncak saat sadar penolakan Salsa barusan.

"Aku nggak mau di sini," gumam Salsa setelah hanya ada mereka berdua. Suaranya terdengar serak dan lirih.

Albert menatap ke arah kemejanya yang dicengkeram Salsa. Ia kecup punggung tangan itu sebelum melepaskannya pelan-pelan. Ia lalu beranjak duduk di tepi tempat tidur, agar bisa mendekap tubuh Salsa dalam kedua lengannya.

Salsa yang belum sepenuhnya memulihkan tenaga, pada akhirnya tidak menolak saat sebagian tubuh atasnya sudah dipeluk erat. Tangannya balas melingkari pinggang Albert.

"Kamu harus bicara sama Mama kamu dulu ya." Albert mengucapkannya tepat di dahi Salsa, sebelum memberi kecupan di sana.

"Nggak mau." Salsa menggeleng.

Albert tahu, berat menerima kenyataan ini. Adanya Ningrum di sini—saat Albert baru sampai—sudah bisa ia simpulkan apa yang terjadi.

"Bu Ningrum udah nggak di sini," ujar Albert lagi. Ia mengusap anak rambut yang jatuh di sekitar kelopak mata Salsa. Anehnya, Salsa tidak menangis. Meski kedua mata sembap karena tangisan sebelum pingsan, tapi sejak sadar tadi sama sekali tidak ada air mata.

Salsa memejam. Susah rasanya mengucapkan ini. Tapi harus. Salsa tidak mau jadi gila dengan menyimpan asumsinya sendiri. "Kamu pernah bilang Bu Ningrum bunuh menantunya, biar anak dan cucunya balik ke rumah."

Terjebak Ex ZoneTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang