14. Ngobrol

6.3K 1.1K 158
                                    

Ngobrolin Joko mungkin 😖

🤼‍♂️🤼‍♂️

"Maafin saya, Mas Albert. Maafin saya."

Albert tidak menjawab ucapan Joko yang entah sudah keberapa kalinya. Ia membuka mulut saat ada sesendok nasi terarah padanya. Ia bahkan tahu mamanya yang sedang menyuapi sekarang hanya bisa menahan senyum saat Joko tidak henti meminta maaf.

"Kalau aja waktu itu nggak ada cewek cantik tanya-tanya arah jalan waktu saya mau nyusulin masuk, mungkin Mas Albert nggak akan luka kayak gini." Joko masih saja berceloteh, bahkan membungkukkan setengah badannya ke arah Albert berbaring. "Mungkin juga Mas Albert nggak akan pingsan di mobil begitu saya gas ngeng belum ada semenit."

"Itu jebakan, Jok," kata Valencia mendapati raut bersalah sopir keluarganya.

"Iya, Nyonya." Joko menangkupkan kedua tangan, kali ini ke arah bos besarnya. Wajahnya penuh sesal. "Saya mengecewakan kepercayaan Nyonya sama Tuan. Saya minta maaf."

"Nggak apa-apa, saya maaf—"

"Jangan dimaafin, Ma," ketus Albert. Ia kembali membuka mulut dan mengunyah saat sesuap makanan disodorkan depan mulutnya lagi.

"Nggak baik kalau nggak dimaafin, Al."

Albert cemberut. Ia berusaha bangkit duduk. Saat berhasil, tatapannya tertuju ke Joko yang berdiri sembari menunduk dalam-dalam di samping tempat tidurnya. "Kamu mau saya maafin?"

Joko mengangguk semangat. Rautnya mendadak berbinar seolah ucapan Albert adalah hal yang paling ditunggu. "Saya terima apa pun perintah Mas Albert sebagai sanksi untuk saya, asalkan saya bisa dimaafin."

"Pantau tokonya Salsa 24 jam nonstop selama saya nggak bisa ke sana."

"Baik. Saya lakukan." Joko mengangguk patuh. Ia benar-benar merasa bersalah. Baginya, Albert masih terlalu baik hati jika syarat yang ditimpakan padanya bukan dipecat.

"Beneran 24 jam." Albert menekankan kalimatnya.

"Iya, Bos. Dua puluh empat jam." Joko mengangguk sebagai jawaban, tanda bahwa ia mengerti perintah Albert.

"Soalnya besok saya ke sana," lanjut Albert.

Tidak hanya Joko yang menatap heran ke Albert, Valencia juga sama. Bahkan mendekat ke anaknya dengan raut khawatir. "Kamu masih sakit begini, Al. Tadi pagi maksa pulang dari rumah sakit. Belum ada sehari, dan besok kamu udah berniat keluar rumah?"

Albert mencoba memberi pengertian ke mamanya. "Cuma liat Salsa bentar, Ma. Aku diantar Joko juga. Nggak lama langsung pulang. Naik mobil nggak beda kayak di rumah yang cuma tiduran gini."

"Jelas beda." Valencia menghela napas lelah menghadapi anaknya yang terkadang keras kepala kalau ada maunya.

"Iya, beda Mas Albert." Joko mencoba menambahkan. "Saya berpendapat dari sisi sopir, kalo naik mobil itu goyang kanan goyang kiri. Belum lagi polisi tidur, jalanan berlubang, apalagi kalo ada kebrutalan para jamet di jalan raya yang bikin harus rem mendadak. Bahaya buat tangannya Mas Albert."

"Bahaya apanya? Sok tau kamu, Jok. Yang ngerasain kan saya," gerutu Albert.

"Mau saya senggol, Bos?" tanya Joko.

Albert sontak berjengit karena merasakan Joko sedikit mendekat. Gerakan kecilnya itu membuat ia mengerang cukup keras. Kepalanya refleks tersandar di kepala ranjang dan ia mendongak, meringis kesakitan. Sialan Joko!

"Iya bener, saya sok tau ternyata," kata Joko.

Valencia justru tertawa mendengar sindiran sopirnya ke Albert. "Bener yang dibilang Joko, Al. Kamu jangan pergi-pergi dulu seminggu ini."

Terjebak Ex ZoneTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang