20. Surat Terbuka

8 7 0
                                    

Pov ketiga lagi, wkwk.

Segala bentuk kurangnya tanda baca, kata ataupun kalimat yang rancu. Tolong untuk berkomentar, ya! Aku ingin memperbaikinya sedikit demi sedikit. Terima kasih. ^•_•^

***

Chandra terdiam menatap bulan yang belum bulat secara sempurna itu. Ia duduk di teras kamar kosnya. Sementara Brandon yang duduk di sebelahnya mulai mengepulkan asap ke udara. Setelah benda kecil itu mulai habis ia isap, dilemparkannya ke tanah dan dia injak. Puntung rokok itu sudah terkoyak, kotor dan tak menimbulkan asap lagi. Chandra yang memperhatikan kegiatan Brandon hanya terdiam dan tak ingin bersuara.

"Jadi, apa yang akan kau lakukan?"

Chandra terdiam mendapati pertanyaan seperti itu. Brandon mengikuti arah pandang Chandra yang menatap bulan. Ia sedikit tersenyum.

"Bulan memang selalu membutuhkan matahari untuk bersinar, Chan. Namun, bulan dan matahari tak bisa berada pada satu waktu."

Chandra melirik ke arah Brandon. Kata-katanya mirip dengan surat ungu yang dia dapatkan di ruang kerja Moon. Surat yang penulisnya adalah Sunny, gadis yang membuatnya tertarik.

"Gerhana bisa, hanya saja ... siapa yang akan tahu itu terjadi? Itu hanya bisa jika kamu memang secara khusus mengkajinya. Namun, untuk orang awam, akan sulit. Dan saat kamu menyaksikan gerhana, itu hanya terjadi beberapa saat."

"Aku sudah tahu, itu hanya pelajaran umum," sahut Chandra pelan dengan netra yang belum lepas dari bulan di langit.

"Kau benar, tetapi ini tentangmu. Kau dan kakakmu menyukai gadis yang sama. Jika gadis itu memilih, maka akan terjadi gerhana. Namun, kau yakin dia akan memilih, Chan? Bulan yang mana?"

"Aku menyukainya," sela Chandra cepat.

"Hal umum lainnya, perempuan lebih perasa dibanding laki-laki. Sejauh yang kulihat, dia adalah gadis yang ramah dan tak banyak menimbulkan masalah. Dia tampak hati-hati, tetapi kau tidak akan tahu kapan dia menggunakan hati. Sekarang, pilihan yang ia dapati. Kau harus mengamati, karena mungkin ia akan menghormati."

"Jangan memamerkan diksimu, Bran! Katakanlah secara u !" protes Chandra, ia tak suka bagaimana caranya Brandon berpendapat. Terlebih perkataannya yang berbelit membuatnya makin tak suka.

Brandon sedikit tersenyum dan berkata, "Menghormati segala yang telah terjadi. Mungkin saja dia mencoba memperbaiki."

"Perempuan itu perasa, terlebih gadis hati-hati seperti Sunny."

Chandra memperhatikan Brandon yang bangkitdari duduknya. Sedikit tepukan pada pantatnya demi menghilangkan debu, Brandon lakukan. Chandra merasa perkataan temannya itu menggantung, ada sesuatu yang seharusnya ia ucapkan dan ada sesuatu yang seharusnya ia dengar.

"Menurutmu, kenapa gadis mataharimu selalu ada di UKS setiap hari Senin? Aku yakin itu bukan karenamu. Jika dia memang akan menjadi gadismu, seharusnya tak ada alasan lagi."

Brandon melangkahkan kakinya meninggalkan Chandra yang masih terdiam duduk di teras. Ia baru teringat akan kebiasaan Sunny yang selalu berada di UKS. Bukan hanya hari Senin, kadang dia melihat Sunny di sana pada hari yang lain. Ia percaya dengan apa gadis itu katakan, tanpa curiga sedikit pun.

***






"Apa yang harus aku lakukan?" gumam Sunny sambil menatap buku di depannya.

Dia mencoret-coret kembali selembar kertas yang ia tulis. Sebuah lembaran berwarna ungu yang biasanya dia bentuk seperti amplop. Sekarang kertas itu ditimpa garis hitam tak beraturan seperti pemikiran rumitnya.

The Thing He Has: A Purple Letter [END]Where stories live. Discover now