17. Sebuah Rumor

10 7 0
                                    

Ini khusus POV ketiga, ya^^

Segala bentuk kurangnya tanda baca, kata ataupun kalimat yang rancu. Tolong untuk berkomentar, ya! Aku ingin memperbaikinya sedikit demi sedikit. Terimakasih. ^•_•^

***

Suara pintu yang meminta Sunny untuk bangun tak ia pedulikan. Sunny sedang duduk di tepi ranjang. Dia sudah siap dengan pakaian sekolahnya. Kini netranya terfokus pada layar ponsel. Sebuah berita tentang Moon.

"Moon dikabarkan menjalin hubungan khusus dengan anak SMA," gumam Sunny rendah. Dia masih tak percaya dengan berita yang beredar dengan berbagai judul pada media. Namun, tetap pada topik yang sama. Sebuah rumor akan Moon yang memiliki pacar dan berbagai bukti yang diambil secara diam-diam.

"Itu aku," kata Sunny lemah saat melihat dirinya dan Moon duduk di bangku taman. Wajahnya memang disamarkan, tetapi itu benar-benar dirinya.

Iya kembali melihat sebuah foto saat Moon yang menawari dirinya tumpangan saat pulang sekolah. Sesuatu yang membuat dia menegang adalah bagaimana foto itu diambil. Sedikit dengan foto yang dikirimkan seseorang. Hanya saja dengan gerakan yang berbeda.

"Siapa sih gadis yang haus perhatian itu?"

"Astaga, gadis SMA tak tahu diri!"

"Tunggu, bukankah itu seragam siswi dari SMA Semesta?"

"Ini sudah jelas jika Moon dijebak. Dasar gadis berhati ayam!"

Sunny mulai melempar asal ponsel itu ke atas kasur, dia cemas akan Moon. Ditatapnya ponsel itu kembali dengan tatapan yang rumit. Entah apa yang menjadi fokus dalam pikirannya, semuanya seperti benang kusut.

"Aku harus bertanya keadaan, Moon," monolognya dan meraih kembali ponselnya.

"Sial! Aku diblokir!"

Sunny semakin frustrasi. Dirematnya rambut terurainya, netranya sudah menatap pintu dengan perasaan takut. Hatinya berkecamuk, dibanding mendapat hinaan dari penggemar, ia lebih takut jika membuat karier Moon jatuh.

"Sunny, kamu tidak apa-apa?" Monday dengan cepat menghampiri Sunny setelah membuka pintu kamarnya.

"Mo, apa yang harus aku lakukan?"

"Tenanglah, wajahmu tidak terlihat di sana," kata Monday mencoba menenangkan Sunny. Diusapnya secara perlahan punggung milik Sunny.

"Tapi, semua orang akan tahu jika itu adalah aku," sahut Sunny yang seperti tak bisa lepas dari semrawut pikirannya.

"Sunny, bagaimana jika kita jalan-jalan? Hanya berdua," ajak Monday kepada Sunny.

"Monday! Bagaimana bisa aku jalan-jalan keluar sementara aku menjadi perbincangan di mana-mana?" Sunny menatap Monday dengan raut heran. Monday menghela napas pelan.

"Kak Satur mungkin akan tahu, tetapi Mama tidak akan tahu jika anaknya menjadi perbincangan. Biasanya kamu akan keluar menemaniku di hari ini. Jika hari ini kamu mengurung kamar, Mama akan khawatir! Ayolah! Tenangkan pikiran dengan berjalan keluar rumah itu bagus!"

"Monday, itu tidak bisa menjadi sebuah alasan. Aku hanya perlu mengatakan jika diriku sedikit sakit. Aku tidak ingin keluar," tolak Sunny kepada Monday.

"Baiklah, aku akan pergi sendirian," katanya dan berlalu meninggalkan Sunny di kamarnya. Pintu ia tutup dengan lumayan keras hingga menimbulkan teguran Mama terhadap Momo. Sunnya kembali bergelung di bawah selimutnya, menatap layar ponsel yang kini berdering mendapat telepon dari bulan yang lain, Chandra.

***






"Sunny, ayo angkatlah," gumam seseorang berulang-ulang sambil melihat layar ponselnya, berharap tanda berdering itu berubah menjadi detik.

The Thing He Has: A Purple Letter [END]Where stories live. Discover now