21. Dibalik Semuanya

12 5 11
                                    

Segala bentuk kurangnya tanda baca, kata ataupun kalimat yang rancu. Tolong untuk berkomentar, ya! Aku ingin memperbaikinya sedikit demi sedikit. Terima kasih. ^•_•^

***

Aku tidak pernah berpikir akan berada dalam hubungan yang serumit ini. Apakah semua ini karena diriku? Moon katanya mencintaiku, adiknya juga mengatakan hal yang sama. Monday tak mendapat cinta Kak Chandra karena diriku. Seseorang yang disebut Wina si manajer Moon mungkin merasakan yang sama. Aku yakin ia menyukai Moon dan aku yang mengagalkan segalanya.

Ternyata selama ini, si antagonis adalah aku. Semuanya karena aku. Jika aku menghilang seharusnya tak masalah, kan? Atau jika aku menjauh sejauh-jauhnya, mungkin itu juga tidak masalah. Namun, aku bingung harus memulai dari mana.

"Sunny," panggil seseorang dari ambang pintuku yang terbuka. Aku melihat Mama yang menatapku sambil tersenyum. Dengan segera aku mengatup buku dan meletakan pulpen yang kupegang. Mama berjalan mendekatiku dan mengelus sayang kepalaku.

"Kenapa, Ma?" tanyaku pelan.

Mama tersenyum manis menatapku, "Moon ada di bawah. Dia ingin menemuimu sebentar."

"Aku rasa ia tak harus menemuiku, Ma."

Mama menggeleng dan berkata, "Mama mengatakan kepadanya jika ini terakhir kalinya ia akan mengganggumu. Dan ... berhentilah menyukai dia lagi. Ini demi kebaikan kalian."

Aku sedikit tersenyum. Sejujurnya, aku masih menyukai Moon, terlepas segala hal rumitku dengannya. Walaupun, aku melihatnya mencium saudariku, perasaanku tak semudah itu pudar. Entah kenapa segala alasannya beberapa waktu lalu sedikit membuatku menerimanya. Iya, kami pernah bertemu sekali setelah kejadian di taman.

Keputusan yang diambil adalah Moon akan berpacaran kontrak dengan Monday. Ini tentu banyak menarik kontroversi, terlebih saudariku masih anak sekolah dan belum genap 17 tahun. Banyak yang tak suka, tetapi Moon memancarkan kharismanya. Berkata jika ia dan Monday adalah teman semasa kecil dan saling mencintai.

Lalu, menyebut namaku hanya karena semata-mata ingin melindungi gadisnya. Katanya, Monday adalah mataharinya---itu yang tersebar pada media. Ini sedikit menyesakkan dadaku, aku tahu ini demi karir Moon. Sepantasnya, aku tak boleh egois, kan? Segala hal rumit berawal karena diriku, mungkin ini adalah salah satu cara untukku mengakhirinya.

Aku mengikuti langkah kaki Mama, melangkah tepat di belakangnya tanpa tahu siapa saja yang sebenarnya menungguku. Sesampainya di ruang tamu, Monday bangkit dari duduknya dan menarikku pelan untuk duduk. Aku hanya menurut dan menunggu seseorang bersua.

"Ma, Momo, bolehkah aku bicara dengan Sunny, berdua saja?" tanya Moon dan diangguki oleh keduanya.

Aku sedikit terkejut mendengar bagaimana ia memanggil mama dan saudariku, itu terlalu dekat dan akrab. Moon yang mengerti keterkejutanku hanya tersenyum. Hingga kita berdua di ruang tamu, Moon lantas berkata, "Aku harus terbiasa memanggil keluargamu dekat karena inilah yang beredar pada media."

Aku tersenyum paham dan sedikit mengangguk. Moon kemudian menarik kedua tanganku dan menggerakan jempolnya halus pada punggung tanganku. Dia membuatku membeku, aku tak bisa berkutik.

"Sunny, aku tak berpikir jika akan berada dalam posisi ini. Aku dan Monday sudah sepakat, setelah kontrak pacaran kami selasai ... kami akan hidup masing-masing sebagaimana mestinya. Hanya enam bulan dan semuanya akan kembali seperti semula. Aku harap kamu mau menungguku, kamu masih menyukaiku, kan?"

Aku terdiam mendengar perkataannya yang tanpa basa-basi itu. Aku mulai berpikir sedikit jauh, jika setelah bersama Monday ia akan bersamaku. Itu berarti perkataan Moon pada media jika ia dan Monday adalah teman masa kecil dan mencintainya ... tidak akan cocok. Bagiamana cinta semasa kecil bisa lepas semudah itu selama enam bulan? Putus secara baik-baik saja tidak akan cukup. Jika membutuhkan alasan kuat, harus ada yang dirugikan salah satunya. Bukankah lagi-lagi aku menjadi si pembawa masalah?

The Thing He Has: A Purple Letter [END]Nơi câu chuyện tồn tại. Hãy khám phá bây giờ