Hama

38 4 14
                                    





"Ultah lo mau dirayain, Ge?"

"Hm. Tapi ngundang orang-orang yang gue kenal aja. Itu juga ngundang lewat WhatsApp," sahut Gema sambil memutar-mutar si kulit bundar.

"Anjir! Gue bakalan datang paling pertama." Yusuf tersenyum, dipikirannya sudah terbayang-bayang  beberapa menu mewah yang akan disajikan di ulang tahun Gema. Seperti tahun-tahun sebelumnya.

"Vini lo undang?" tanya Dani. Laki-laki itu ingin memastikan apakah kekasih tak dicintainya itu hadir di acara Gema.

"Lo mau dia datang?" Gema balik bertanya.

"Nggak. Tapi gue mau Abel datang."

"Anjing, lo, Dan! Udah grepe-grepe si Vini masih aja ngincar pacar orang," sindir Aldi dengan seringai di wajahnya. Sebagai sahabat Dani, Aldi tahu apa saja yang dilakukan sahabatnya itu pada Vini. Sudah hampir melewati batas.

"Abel datang. Tapi gue nggak mau lo modus ke dia, Dan. Dia temannya Kinara," ujar Gema serius. Matanya menyorot tajam ke arah Dani, sebuah peringatan keras yang tak kasat mata membuat Dani terkekeh-kekeh.

"Ge, lo tahu, kan, kalau perasaan gue ke Abel itu sama kayak perasaan lo ke Kinara. Jadi, lo pasti tahu seberapa besar keinginan gue buat dekat sama dia," sahut Dani sambil balas menatap Gema.

"Tapi ada perbedaan lo sama Gema, Dan. Kalau Gema nggak doyan grepe-grepe cewek lain, nah, lo malah bersemangat untuk hal itu," celetuk Aldi tanpa pikir panjang.

Gema yang menjadi topik pembicaraan langsung mendengus, merasa tidak nyaman saat dibandingkan dengan Dani. Apalagi ini topik yang cukup sensitif. Gema memang tidak pernah berbuat tak senonoh, tidak melewati batas dalam pergaulan lawan jenis, tetapi Gema selalu mengalami emisi nokturnal dan Kinara adalah objeknya.

"Ngapain lo bertiga pada ngeliatin gue?" Gema langsung menurunkan bola dari tangannya merasakan tatapan mencurigakan dari ketiga sahabatnya.

Aldi, si cowok dengan predikat play boy di circle persahabatan Gema memandang lekat yang memasang ekspresi bingung. "Ge, gue mau nanya. Lo pernah nggak, sih, emisi nokturnal dan jadiin Kinara sebagai objeknya?" Aldi harus menggunakan istilah ilmiah demi meminimalisir hal-hal tidak diinginkan.

Pertanyaan Aldi yang blak-blakkan itu membuat Gema menelan kasar ludahnya, ia merasa seperti sedang dihakimi ketika ketiga sahabatnya menatapnya dengan rasa ingin tahu yang tinggi.

Puk.

Dani menepuk pundak Gema pelan. "Ge, kita tahu itu masalah privasi lo. Jadi, nggak perlu lo jawab kalau emang lo ngerasa nggak nyaman," kata Dani bijak. Tidak ingin memaksakan kehendak mereka pada Gema.

Namun, Gema sepertinya merasakan sebaliknya. Laki-laki yang selalu terlihat tenang dan pendiam itu balas menatap ketiga sahabatnya. "Apa menurut lo bertiga gue itu nggak waras karena hampir setiap malam selalu mimpiin Kinara? Lo semua tahu, gue udah mati-matian ngarahin semua perhatian gue hal-hal lain. Tapi nggak bisa, Kinara selalu ada dalam pikiran gue. Masuk ke mimpi gue dan akhirnya dia jadi bagian dari diri gue yang bejat."

Ketiga sahabat Gema mendengar dengan saksama.

"Lo bertiga pasti mikir gue munafik, kan? Sok alim karena kelihatan tenang-tenang aja dan nggak berniat buat curi-curi kesempatan saat dekat sama Kinara." Gema menarik napas, dadanya tiba-tiba sesak saat bayangan Kinara muncul di kepalanya. "Gue cinta sama Kinara, sumpah mampus gue cinta banget sama dia. Perasaan itu yang bikin gue nggak berani buat ngelakuin hal-hal aneh ke dia. Tapi saat gue sendiri, jauh dari dia, rasa itu nggak bisa terkendali. Iblis di diri gue selalu berhasil buat gue untuk jadiin Kinara objek fantasi seksual gue."

Ketiga sahabat Gema terdiam, masing-masing dari mereka sangat paham apa yang dirasakan Gema. Sebagai laki-laki normal sangat masuk akal jika Gema merasakan hal yang demikian. Namun, karena itu Gema, mereka jadi merasa tabu.

"Gue ...," Gema menelan kasar ludahnya, ada rasa tak nyaman untuk melanjutkan ucapannya, "sering masturbasi sambil bayangin Kinara."

Aldi, laki-laki itu bahkan terbelalak mendengar pengakuan Gema. "Ge ...."

"Lo jijik, ya, ke gue, Di?"

Aldi menggeleng. "Gue malah merasa sikap lo itu gara-gara sering gabung bareng gue sama Dani nonton bokep. Makanya lo ketularan gelo," ujar Aldi, menyadari jika kebiasaan buruknya dan Dani telah merusak pikiran baik Gema.

"Nggak ngajak-ngajak gue nonton, ya."

"Gila, lo, ya! Masa buat dosa ngajak-ngajak. Sinting," sambar Dani sembari menempeleng kepala Yusuf.

"Ge, apa yang lo rasakan ke Kinara itu wajar. Yang buat jadi kurang ajar itu kalau lo mempraktikkan apa yang lo liat dan lo rasain ke Kinara. Kalau sampai itu terjadi, gue bakalan jadi orang pertama yang sunat lo untuk yang kedua kalinya."

"Gue setuju sama Dani," ucap Yusuf. "Kinara perempuan baik-baik. Dia pantas dijaga dan buruan lo tembak dia, Ge."

"Apa lo perlu saran dari gue soal cara nembak cewek?" Aldi mencolek lengan Gema, sebagai yang paling ahli dalam menaklukkan hati perempuan, ia merasa perlu memberikan saran.

"Gue cuman butuh doa dan dukungan kalian. Thanks karena udah jadi teman gue."

"Sama-sama, Aa Gema," balas ketiganya dengan kompak.




***


"Kinara!"

Kinara menoleh ke belakang mendengar seseorang memanggilnya. "Eh, Kak Alvin." Bibir Kinara menyunggingkan senyum manis saat laki-laki yang dia taksir memanggil namanya.

"Mau ke mana?" Alvin mendekati Kinara yang membawa buku catatan dan pena. "Kok, sendiri? Abel mana?"

"Mau ke perpus, Kak. Abel lagi ke toilet bentar lagi nyusul Kinara," terang Kinara.

Alvin manggut-manggut dengan penjelasan Kinara. "Ini kelas kamu lagi jam kosong, ya?"

"Iya, Kak. Kak Alvin juga sama, ya?"

"Nggak, Ki. Aku tadi izin buat ambil bukukku yang ketinggalan di rumah," jelas Alvin sembari menunjukkan buku catatannya pada Kinara.

"Ki."

"Iya, Kak."

"Aku boleh ajak kamu jalan-jalan, nggak? Sebagai ganti kita nggak jadi nonton bareng," tawar Alvin dengan wajah memohon. Tak lupa ia genggam tangan Kinara.

Kinara mengangguk pelan, lalu gadis itu menarik tangannya dari genggaman Alvin. Kinara bukan tidak senang berdekatan dengan laki-laki yang ia sukai, tetapi gadis itu berusaha untuk tidak menjadi bahan omongan seisi sekolah. "Boleh, Kak. Tapi, nanti, ya, setelah acara ultah Kak Gema. Kinara mau fokus nyiapin hadiah buat Kak Gema. Nggak apa-apa, kan?"

Sialan! Alvin mengumpat dalam hati.

Lagi-lagi Gema yang menjadi penyebab Kinara menolak dan menunda-nunda acara kencan mereka. Awas saja, Alvin akan membuat laki-laki itu menyesal sudah menggangu waktunya bersama gadis yang ia sukai.

Memaksakan sebuah senyum palsu, Alvin mengangguk. "Boleh, Ki. Aku bakalan nunggu."

"Makasih, ya, Kak Alvin."

"Sama-sama, Sayang. Mau aku anterin ke perpus?"

Kedua pipi Kinara merona dengan panggilan manis dari lelaki pujaannya.

"Nggak usah, Kak. Kinara bisa Sendiri. Kak Alvin ke kelas aja. Takut nanti ketinggalan pelajaran," ujar Kinara dengan senyum manisnya.

"Yaudah, aku ke kelas dulu, ya." Sebelum Alvin benar-benar meninggalkan Kinara, laki-laki itu menyempatkan mengacak-acak rambut gadis manis itu.

Bukannya merasa risih, Kinara justru tertawa bahagia. "Kak Alvi, ih, rambut Kinara jangan diacak-acak."

Alvin tertawa, lalu tawa laki-laki itu berubah menjadi seringai ketika matanya menangkap sosok Gema yang berdiri di tak jauh darinya dan Kinara.

Lo pikir cuma lo doang yang bisa memonopoli Kinara, Ge. Gue juga bisa, batin Alvin penuh siasat.

Gemara [On Going]Where stories live. Discover now