Bertemu Medusa

94 23 73
                                    









Selepas upacara bendera, para murid sudah mengisi kelas. Bersiap untuk memulai pelajaran pertama di hari Senin. Terutama kelas XII IPA 2 yang memasuki kelas dengan tertib.

Gema berjalan di belakang Kinara, tangganya membawa satu botol air mineral yang ia beli di kantin sebelum masuk kelas.

Seisi kelas XII IPA 2 memang sudah terbiasa melihat kedekatan Gema dan Kinara. Keduanya memang dekat, rumah mereka dekat, tempat duduk mereka dekat, dan ke mana-mana selalu lengket.

Kinara duduk di urutan kedua dan dekat dengan jendela, sementara Gema duduk di kursi paling belakang dan masih sederet dengan Kinara. Kelas XII IPA 2 hanya berjumlah dua puluh dua orang. Kelas yang sedikit murid tapi paling banyak meraih prestasi. Dan, itu sudah jadi rahasia umum.

"Minum!" Sebotol air mineral disodorkan Gema tepat ke wajah Kinara. Kebiasaan itu selalu Gema lakukan, bukan hanya setelah upacara bendera tapi setiap ada kegiatan apa pun Gema akan menyediakan air mineral untuk Kinara.

Katanya, takut Kinara dehidrasi.

"Makasih, Kak," kata Kinara sambil meneguk minumannya. Tak perlu susah payah membuka penutup botol, Gema sudah melakukannya.

Perhatian sederhana Gema pada Kinara sudah dianggap hal biasa bagi teman sekelas mereka. Namun, tidak bagi ketika sahabat Gema-- Yusuf, Dani, dan Aldi. Bagi mereka, perhatian Gema pada Kinara adalah hal luar biasa. Karena ketiganya tahu bahwa Gema mencintai gadis manja itu. Sangat-sangat mencintainya.

"Bucin terus tuh anak."

"Kasian gue sama Gema. Tahan banget jadi adik kakak kw."

"Si Kinara tu otaknya berfungsi seluruhnya nggak, sih? Kok, nggak pernah nyadar sama semua perhatian Gema ke dia?"

Dani, Aldi, dan Yusuf selalu mengomentari sikap bucin Gema pada Kinara. Kadang, mereka ingin mewakili Gema untuk mengatakan perasaan Gema pada Kinara, tapi mereka sadar jika itu bukan hak mereka.

Walau berat dan kasihan dengan nasib Gema-- Aldi, Yusuf, dan Dani selalu mendukung apa pun pilihan Gema.

Melihat Gema yang berjalan ke arah mereka, topik pembicaraan pun berubah.

"Ge, nanti kita latihannya nggak jadi di lapangan sekolah, ya," celetuk Dani begitu Gema duduk di kursinya.

"Kok gitu?" Ada nada tak suka dalam pertanyaan Gema. "Di grup sama sekali nggak ada pemberitahuan kalau ada perubahan rencana," protes Gema seraya menatap sang Kapten futsal.

Menyadari ketidaksukaan Gema dengan perubahan rencana latihan tim mereka, Dani lantas menjelaskan duduk persoalannya. "Gini, Ge. Tadi pas gue baru sampe, Pak Teguh langsung nyamperin gue dan kasih tahu kalau lapangan yang biasa kita pake itu lagi di renov," terang Dani.

"Yah, ayang gue nggak bisa nonton gue latihan dong," keluh Aldi.

"Ayang lo yang mana lagi, Di? Perasaan kemarin malam gue liat lo jalan bareng anak SMA Permata Hati." Yusuf menatap jengah Aldi, sahabatnya yang satu ini suka sekali memborong pasangan. Beda dengan dirinya yang masih belum menemukan gandengan.

Aldi menggaruk lehernya, sedikit risih saat ketiga sahabatnya menatapnya dengan tatapan tajam. Tatapan yang memiliki arti "kapan lo tobat", dan Aldi selalu tahu bagaimana menjawabnya.

"Gue udah bilang kalau gue udah ada cewek, tapi mereka masih kekeh mau jadi yang kedua. Ya, mau gimana lagi. Gue nggak tega nolak mereka," kilah Aldi, ples wajah tak teganya untuk mendukung alibinya.

Dani dan Yusuf kompak mencibir alasan Aldi, alasan klasik yang tak pernah bosan diutarakan si play boy somplak itu.

"Di, hati-hati sama hati perempuan. Lo nggak pernah tahu kapan mereka bersikap layaknya unsur-unsur kimia seperti Seng, Carbon, Indium, dan Tantalum. Kalau udah di tahap itu, kelar hidup lo," tutur Gema, "cintai sepenuh hati, karena cinta yang utuh hanya butuh dua orang bukan lebih."

Gemara [On Going]Onde as histórias ganham vida. Descobre agora