Patah Hati Pertama Kinara

41 2 0
                                    

Kinara memeluk parcel berisi buah segar yang dibelinya bersama Abel sebelum ke rumah sakit.

"Aduh, kok jadi deg-degan ya," keluh Kinara. Seharusnya, Kinara memaksa Abel ikut. Bukannya mengiyakan keinginan sahabatnya untuk menunggu di mobil.

"Kamu kan mau ngobrol serius sama Kak Alvin, aku nggak mau ganggu. Jadi, aku tunggu di mobil aja. Semoga berhasil, Kinara," kata Abel saat Kinara memaksanya untuk ikut serta.

Akhirnya, dengan membawa sejuta rasa deg-degan yang memenuhi seluruh tubuhnya, Kinara berjalan menuju kamar inap Alvin di lantai dua.

Tujuan Kinara datang ke sini bukan hanya sekadar menjenguk laki-laki yang dia sukai, tetapi juga ingin mengungkapkan perasaannya yang sudah lama disimpan untuk Alvin.

Ah, memikirkannya saja sudah membuat Kinara malu setengah mampus.

"Tenang, Ki. Tenang. Kak Alvin pasti akan menerima pernyataan cinta kamu." Berbekal ingatan tentang bagaimana Alvin memperlakukannya dengan manis, Kinara yakin jika laki-laki itu juga memiliki perasaan yang sama.

Ingat, Alvin pernah mengajaknya menonton film. Ya, walaupun itu belum terealisasikan sampai sekarang.

Senyum lembut tersinggung di bibir Kinara, dengan perasaan berbunga-bunga ples sedikit tremor yang menggerayangi tubuhnya. Kinara menarik napas dalam-dalam sebelum menyentuh gagang pintu kamar Alvin.

"As--"

"Gue masih ingat gimana marahnya Gema malam itu."

Ucapan salam Kinara terhenti ketika mendengar nama Gema terucap dari mulut seorang yang dia duga teman Alvin. Pegangan Kinara pada gagang pintu terlepas, tubuhnya berdiri tanpa bergeser sedikit pun.

"Ck! Cowok sialan itu cuma lagi beruntung aja. Malam itu gue nggak lagi dalam keadaan prima," celetuk Alvin sembari mengganti channel televisi. Sepertinya dia bosan menonton acara gosip.

"Alah, bilang aja lo bukan tandingannya, Vin. Sok pake alasan nggak fit segala," timpal salah satu teman Alvin yang berbaring di sofa dekat ranjang Alvin.

Perlu diketahui bahwa kamar yang ditempati Alvin adalah kamar VIP, di mana banyak fasilitas mewah yang diperuntukkan untuk pasien dan keluarganya.

"Anjing lo, Rik. Kata siapa gue bukan tandingan Gema. Lo nggak tahu aja gue ini udah dapetin apa yang paling Gema sayangi," balas Alvin dengan seringai sombongnya.

Kening Riki terangkat, wajah tak percaya terlihat begitu jelas. "Apa yang lo dapetin selain pukulan bertubi-tubi yang bikin lo nginep di rumah sakit, Vin? Jangan ngaco deh," seloroh Riki. Dia juga menjadi salah satu saksi adu jotos yang terjadi antara Alvin dan Gema.

"Kinara," jawab Alvin. Semua yang ada di ruangan itu terdiam.

Begitu juga dengan Kinara yang syok dengan pengakuan Alvin. Di dalam hatinya dia bertanya-tanya apa maksud perkataan Alvin?

Mendapatkan apa yang Gema sayangi?

Kinara tidak paham.

"Vin, Kinara itu nggak ada hubungannya sama Gema. Lo kalau punya dendam pribadi sama Gema, selesaikan tanpa melibatkan orang lain."

Dendam pribadi?

Apa maksudnya? Kinara bertanya dalam hati.

"Cak, lo nggak ngerasain apa yang gue rasain makanya lo bisa ngomong seenaknya. Coba lo jadi gue. Ada di posisi gue. Lo pasti tahu gimana rasanya menjadi nomor dua dan selalu dibanding-bandingkan dengan cowok berengsek itu," sahut Alvin dengan emosi meluap-luap.

"Gue tahu Gema sayang banget sama Kinara. Dia cinta setengah mati sama cewek manja itu. Makanya gue sengaja deketin dia buat balas Gema. Gue yakin Gema pasti hancur lebur kalau sampai misi gue berhasil. Gue sama sekali nggak ada perasaan sama cewek tolol kayak Kinara. Cewek yang gue yakin bisa gue ajak tempur di atas ranjang." Alvin menatap sinis wajah Cakra. "Gue pegang tangan dia aja, dia salting berat. Pipinya merona, dia pikir gue beneran suka sama dia."

"Gila, lo, Vin. Kinara itu cewek baik-baik." Guntur yang sejak tadi diam, akhirnya angkat bicara.

Alvin hanya mengendikkan bahunya. "Dia emang cewek baik-baik, sekaligus cewek terbodoh yang pernah gue kenal."

Di luar ruangan, di depan pintu bernomor 101, Kinara hanya bisa terdiam dengan air mata yang telah membasahi pipinya.

Walau tak melihat wajah Alvin, Kinara sangat yakin jika saat laki-laki itu membicarakannya Alvin pasti sedang tersenyum. Tersenyum bangga karena telah berhasil membuat Kinara menjadi mainannya.

Cewek yang gue yakin bisa gue ajak tempur di atas ranjang.

Gue ini udah dapetin apa yang paling Gema sayangi.

Cewek yang gue yakin bisa gue ajak tempur di atas ranjang.

Gue ini udah dapetin apa yang paling Gema sayangi.

Kata-kata penuh semangat dari Alvin itu terus menari-nari dalam kepala Kinara. Memaksa otaknya untuk menyimpan dan menyebarkan ke seluruh tubuhnya.

"Jahat," ucap Kinara. "Jahat banget." Kinara tidak tahu jika perasaan tulusnya pada Alvin ternyata tidak berarti apa-apa untuk laki-laki itu. Yang ada Alvin menggunakan kebaikan Kinara untuk membalas Gema.

Membalas Gema.

Kinara berbalik. Kaki kecilnya berjalan lemas, parcel buah yang dipeluknya terpaksa harus berakhir di dalam tempat sampah.

Air mata Kinara tidak berhenti membasahi pipinya. Padahal, Kinara sudah mengusapnya berulang kali.




***



"Kinara, kamu kenapa?" Abel yang baru saja membeli es potong di pinggir jalan segera menghampiri sahabatnya. "Kok, kamu nangis, Ki? Ada yang jahatin kamu?"

Kinara tak menjawab. Gadis yang baru saja patah hati itu justru memeluk Abel, menumpahkan tangisannya.

"Kinara."

"Bel, aku mau pulang. Aku nggak mau ketemu Kak Alvin lagi. Dia jahat, Bel. Dia jahat," ujar Kinara disela-sela tangisnya.

"Iya, Ki. Kita pulang sekarang." Abel menuntun Kinara masuk ke mobil. Memeluk sahabatnya yang tidak bisa berhenti menangis.

Tangisan Kinara nyatanya terus berlanjut sampai ke kediaman Abel. Gadis itu membuat Abel kelimpungan membujuknya. Abel berusaha menawarkan makanan, bahkan menjanjikan akan memberikan seblak level terpedas jika Kinara mau berhenti menangis.

Namun, iming-iming dari Abel tidak ada satu pun yang berhasil. Kinara tetap menangis. Karena kebingungan dan kehabisan akal, mau tidak mau Abel menggunakan cara terakhir. Menelpon pawang Kinara. Seseorang yang dipercaya Abel mampu mengembalikan suasana hati Kinara.

Cepetan diangkat teleponnya, Kak Gema. Abel membatin di dalam hati.

Nada sambung Gema terdengar, Abel menunggu dengan cemas. Bukan apa-apa, masalahnya tissue penuh air mata dan lelehan ingus sudah berceceran di karpet berbulu yang didatangkan langsung dari Turki.

"Halo, Kak Gema!" Abel berteriak, kekesalannya melebur seketika. Bahkan salam pun terlupakan.

"Halo, Bel. Kenapa?"

"Kak, bisa ke rumah Abel?"

"Ada apa sama Kinara, Bel? Dia baik-baik aja, kan?" Pertanyaan beruntun terlontar dari laki-laki di seberang sana. Nada khawatir terdengar jelas.

"Kak, Kinara, Kak--"

Tut... Tut...

Belum sempat Abel menjelaskan lebih lanjut, Gema sudah mengakhiri panggilannya. Abel menarik napas lelah, matanya menatap sang sahabat.

"Ki, tenang, ya. Kak Gema bentar lagi ke sini," ujar Abel sambil mengusap punggung bergetar Kinara.

Dengan mata basahnya, Kinara menatap Abel. "Kak Alvin jahat, Bel. Dia jahat banget," ujar Kinara.


Gemara [On Going]Where stories live. Discover now