47. Hama Hubungan

383 57 34
                                    

Sebidang tanah yang semula hanya ditumbuhi rerumputan, kini telah menjelma menjadi sebuah danau berair hijau.

Di sekelilingnya ditanami sejenis bambu yang ketika berbunga akan menambah keindahan danau tersebut.

Namun yang paling indah adalah, dua ekor spesies burung berwarna merah muda yang sangat elok, sedang berdiri dengan satu kaki, seperti kebiasaannya.

Flamingo.

Axelsen menepati janji.

Bukan. Bukan hanya menepati. Lelaki itu berhasil merealisasikan ucapannya melebihi ekspektasi Flavio.

Halaman belakang kediaman Higashino sekarang, disulap jauh lebih indah dari habitat flamingo di penangkaran.

"Mereka sepasang," Ax menunjuk flamingo yang sedang memakan udang, "yang itu jantan, namanya Sean."

Beralih ke flamingo yang hanya diam berdiri, "yang betina, namanya Favo."

Mendengar itu, Flavio mendengus kecil, "aku kira nama spesial. Taunya dibuat namain flamingo juga."

Ax terkekeh, "kalo gak suka bisa kita ganti."

Flavio mengerucutkan bibir. Gadis itu sedang berpikir, akhir-akhir ini, akibat eksploitasi, populasi flamingo sedang tidak baik-baik saja.

Meski beberapa waktu lalu sudah dikatakan stabil, tetap saja jumlahnya berkurang banyak.

Dan kalaupun sekarang Ax bisa mendapat dua ekor flamingo, pasti dibeli dengan harga yang tidak sedikit.

Belum lagi biaya pembuatan danau, persediaan makanan dan vitamin, juga tenaga kerja yang nanti akan merawat dua flamingo ...

"Ax?"

"Sean." koreksi Axelsen.

"Ck. Ax aku serius." Flavio menatap tepat di bola mata Ax, "kenapa kamu harus sebaik ini sih sama aku?"

"Baik apa?" Ax mengacak rambut Flavio. "Mikirin biayanya, hm?" tebak lelaki itu.

"Kalo cuma dibuat bikin ini, sisa tabungan aku masih cukup untuk gelar pesta pernikahan."

"Axelsen!" sentak Flavio antara kesal dan salah tingkah.

Ax semakin gemas, lelaki itu lalu menarik Flavio untuk duduk di atas kain kotak-kotak yang dibentangkan di atas rumput.

Di atasnya, juga sudah tersedia dua buah gelas, sekotak bubuk matcha dan satu tremos kecil air panas.

Ax menyeduhnya, memberikan satu gelas untuk Flavio, "silakan dinikmati, Tuan Putri."

Seperti tidak ada niat untuk menyambut gelas Ax, Flavio malah bertumpu tangan, merekam detail wajah Ax yang memang harus diakui ketampanannya.

"Sean," panggilnya setengah merengek, "egois gak sih aku?"

"Egois gimana?"

"Flamingo populasinya terancam, aku malah melihara mereka secara pribadi. Kalo nanti flamingonya sakit terus mati gimana?"

"Wah bener juga. Kalo nanti flamingonya mati, berarti kamu bikin populasi mereka makin berkurang dong."

"Axelsen! Kok malah nakut-nakutin, sih?!"

Ax terkekeh, "dengerin aku, dua flamingo ini sekarang ada di sini secara legal. Kita punya surat izin resmi. Dan itu berarti, kita dipercaya bisa kasih fasilitas dan perawatan yang baik untuk mereka."

"Gitu ya?"

Ax mengangguk dengan bibir menyunggingkan senyum. Tangannya merapikan anak rambut Flavio.

"Pekerja yang nantinya rawat mereka udah punya lisensi. Gak usah khawatir ya," hibur Ax.

Sweet IndependentWhere stories live. Discover now