29. Belum Selesai

378 70 52
                                    

"Katakan dimana letak kesalahanku. Akan aku perbaiki untukmu. Jangan mengambil keputusan sendiri." Ax menggenggam kedua tangan Zea, menatapnya lembut.

"Jangan menatapku seperti itu. Jangan membuatku rapuh dengan keputusan ini." Zea membuang muka dari tatapan Ax.

"Kau memang tidak seharusnya membuat keputusan ini."

"Aku harus membuat keputusan ini, Axel. Kita harus selesai."

"Tapi kenapa?"

Zea melepas genggaman Ax. "Pergilah, kejar cita-citamu. Bukankah kau ingin sukses demi Papa Mama?"

"Aku pasti sukses. Tapi dengan kau di sampingku."

"Kau pasti sukses tanpaku."

Di tengah perdebatan mereka, seorang wanita datang menghampiri. "Lima menit dari sekarang."

Zea mengangguk mengerti.

"Bersegeralah. Kedisiplinan poin penting bagi kami." Setelah berkata demikian, wanita tadi kembali pergi.

"Aku harus pergi."

"Kemana?"

Zea diam tidak menjawab. Namun Ax akhirnya paham ketika sebuah bus dengan corak dan tulisan yang khas melintas di dekat mereka.

"Kau ikut pelatihan ke Jerman?"

Zea masih diam.

"Berapa tahun?"

Tidak ada jawaban, hanya isak tangis yang terdengar. Namun tangan Zea yang semula di genggam Ax mengacungkan empat jari.

"Empat tahun?" Ax bertanya memastikan, dan Zea membalas dengan anggukan.

"Jadi karena ini?"

Lagi, Zea mengangguk.

"Kenapa tidak mengatakan sejak awal? Kita masih bisa long distance."

Zea menggeleng, membuat bulir air mata yang sudah membendung jatuh tak tertahan.

"Empat tahun bukan waktu yang singkat, Axel. Aku juga tidak yakin kita masih memiliki perasaan yang sama setelah selama itu."

"Katakan ... apa aku pernah melarangmu mengejar cita-citamu?"

Zea menggeleng.

"Lalu kenapa harus menyelesaikan hubungan?"

Zea menarik napas dalam. "Semua berbeda, Axel. Kau tidak akan mengerti."

Ia melepas genggaman tangan Ax. "Aku, hanya seorang gadis sebatang kara. Jadi biarkan aku pergi, untuk mengubah status hidupku sendiri."

"Harus berapa kali aku mengucapkannya, Zea? Aku yang akan mengubah status kita. Aku akan sukses, kau hanya perlu berdiri di sampingku. Aku yang akan memastikan hidup kita bahagia suatu saat."

"Bahagia seperti apa yang kau maksud? Dunia ini kejam, Axel. Tidak sesederhana yang kau bayangkan! Kau bahkan menyia-nyiakan privilage yang Kakek-"

"Oh," Ax memotong ucapan Zea. Ia mundur selangkah. "Sekarang aku tahu kemana arahmu."

Ax memandang Zea dengan sorot mata kecewa. "Aku kira selama ini kau percaya kemampuanku. Kau ragu, Zea."

"Bukan itu maksudku, Axel. Kau hanya perlu menekan ego dan menerima tawaran Kakek. Lakukan itu, maka akan aku batalkan keper-"

"Pergi. Kejar cita-citamu. Jangan sampai impianmu hancur hanya karena mendampingi seorang lelaki yang tidak memiliki masa depan sepertiku."

Sweet IndependentNơi câu chuyện tồn tại. Hãy khám phá bây giờ