32. Dinner Together

430 90 62
                                    

"Apa kabar kemaren gak ada aku?" Ax membuka percakapan ketika mereka keluar dari kafe. Tangan keduanya saling bertautan.

Flavio menggembungkan pipi, berpikir. "Biasa aja."

"Biasa aja?"

Flavio mengangguk mengiyakan.

"Sampe habis dua lusin gelas matcha?" Tanya Ax, sebelah alisnya terangkat.

Tanpa segan Flavio memukul bahu Ax dengan keras. "Selusin aja gak sampe."

"Cuma kurang satu gelas. Coba kalo kemaren aku gak dateng," Ax geleng-geleng kepala sambil berdecak. "Habis kali stok matcha Xelse Cafe."

Kali ini Flavio berhenti, spontan Ax ikut berhenti. Gadis itu melepas genggaman tangan mereka dan memberi Ax pukulan bertubi-tubi dengan kedua tangannya.

"Aw aw," Ax mengaduh, berusaha menangkap kepalan tangan Flavio. "Manis banget ucapan selamat datang dari kamu," sindirnya.

"Bodo." Flavio menghentikan aksi brutalnya, melipat tangan di depan dada.

"Ayo masuk," Ax mengajak Flavio masuk mobil.

"Gue bawa mobil sendiri."

"Gapapa, urusan Hamdan."

Flavio menurut saja. Karena jujur, hatinya kini tengah berbunga dan masih ingin bersama Ax setelah berhari-hari menahan rindu.

Ax membuka pintu samping kemudi, Flavio masuk tanpa protes, tidak seperti biasanya. Tangan Ax berada di atas kepala gadis itu, takut-takut Flavio terbentur.

Ax menginjak pedal gas, tangan kirinya sengaja di letakkan di tengah-tengah. Dan bibirnya menyunggingkan senyum penuh kemenangan ketika Flavio merespon tangannya dengan genggaman.

"Kemaren gak ada aku gak ada yang gantiin pegang tangan gini, 'kan?"

Flavio menggeleng.

"Bagus."

Flavio membuang muka, pertanyaan jebakan ternyata.

"Besok kita makan malem sama Kakek sama Nenek."

"Kakek Nenek?"

"Iya. Kakek Nenekku."

"Hah?"

"Mereka ikut pulang, katanya mau ketemu cucu mantu."

"Dih, PD!" Flavio menarik tangannya.

Ax terkekeh, "cucu mantu yang mana dulu."

"Ya, ya. Crocodile satu ini emang gak ada lawan. Sukses gebet model secantik yang tadi."

Kekehan Ax berubah menjadi tawa renyah. "Cucu mantu Kakek Nenek bukan model, Kakak iparnya yang model."

Antara acuh tak acuh, antara kepo dan gengsi. Mulut Flavio ingin sekali menanyakan siapa Zea sebenarnya. Tapi apalah daya jika hati dan logika sudah sinkron melarang.

"Ck!" Ia berdecak cukup keras, perasaannya tak tenang.

Hal itu membuat Ax menoleh sekilas dan tersenyum. Tangannya yang tak lagi digenggam Flavio terulur mengacak rambut gadis itu.

"Gemes. Dari kemaren gatel pengen giniin gak bisa."

"Gak bisanya karena yang janda apa karena yang model?"

Tak ada jawaban, Ax hanya mengedikkan bahu dan kembali fokus menyetir sampai mobil berhenti di tempat tujuan.

"Dah, sampe." Ax melepas sabuk pengaman, duduk menyerong menghadap Flavio. "Sabuknya mau dibukain?"

"No!"

Flavio berdiri, ingin keluar. Tapi karena tak hati-hati, kepalanya hampir terbentur, beruntung tangan Ax sigap melindungi.

Sweet IndependentWhere stories live. Discover now